Advertorial

Terlihat Adem Ayem dengan Kekayaannya yang Melimpah, Faktanya Brunei Pernah Alami Perang Saudara Hanya Gara-gara Sabung Ayam, Keluarga Kerajaan Dibantai, Rakyat pun Menderita

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

Intisari-Online.com - Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Ali (1770 – ‎1779) terjadi perselisihan besar.

Yakni antara putra Sultan, Pengiran Muda Bongsu dan Pengiran Muda Alam, putra Pengiran Abdul Mubin atas hasil sabung ayam yang hilang dari Pengiran Muda Bungsu.

Kekalahannya diejek oleh Pengiran Muda Alam.

Dalam amukannya, Bongsu membunuh Pengiran Muda Alam dan kabur dari tempat kejadian.

Baca Juga: Konflik China-Taiwan Ternyata Sudah 'Direncanakan' China Sejak 2013, Ini 3 Perang yang Menurut Mereka Akan Dilakukan China dalam 50 Tahun ke Depan

Sebagai balas dendam, Abdul Mubin dan para pengikutnya mengambil alih Sultan Muhammad Ali.

Abdul Mubin kemudian mengangkat dirinya menjadi Sultan dan mengambil gelar "Sultan Hakkul Abdul Mubin".

Ia mencoba menenangkan hati pengikut Sultan sebelumnya dengan menunjuk cucu Muhammad Ali, Muhyiddin sebagai Bendahara ("Ketua Menteri") yang baru.

Namun setelah beberapa saat, pendukung Muhammad Ali melakukan balas dendam dengan meyakinkan Bendahara Muhyiddin untuk melawan Abdul Mubin.

Baca Juga: Ini Perbandingan Kekuatan Militer China dan India! Tuduh India Memutarbalikan Fakta, China Ungkap Korbannya dari Bentrokan di Perbatasan

Bendahara Muhyddin awalnya menolak, tapi kemudian setuju.

Para pendukungnya mulai membuat keributan berupa penusukan tombak ke istana dan rumah.

Sultan Abdul Hakkul Mubin kemudian memindahkan istananya ke Pulau Chermin di bawah nasihat Muhyiddin dengan maksud menunggu krisis usai.

Namun, setelah dia pergi, Muhyiddin menyatakan dirinya sebagai sultan.

Baca Juga: Masih Sempat Lari Terbirit-birit saat 'Dipantau' Drone TNI, OPM Dipastikan 'Tinggal Abu' Jika Berhadapan dengan Drone Paling Mematikan di Dunia Ini

Pertempuran antara dua Sultan yang bersaing kemudian terjadi.

Dimulainya Pertempuran dan Hasilnya

Usai menangkis beberapa serangan Muhyiddin, Abdul Hakkul Mubin akhirnya mundur ke Kinarut, Sabah.

Dengan bantuan Bajaus dan Dusun setempat, dia berhasil mempertahankan diri dari Muhyiddin.

Baca Juga: Ketakutan Setengah Mati, Benjamin Netanyahu Langsung Telepon Joe Biden Pas Dengar Ancaman Iran, Terungkap Isi Pembicaraan dan Halyang Ditakutkan Israel JikaAmerika-Iran 'Berdamai'

Abdul Hakkul Mubin dilaporkan tinggal di Kinarut selama 10 tahun untuk mempertahankan gelarnya.

Namun, dalam serangan terakhir di Kinarut, Muhyiddin masih gagal mengalahkan Abdul Hakkul Mubin.

Kemudian, Abdul Hakkul Mubin memutuskan untuk kembali ke Pulau Chermin.

Ini ternyata menjadi langkah strategis yang bagus untuk Abdul Hakkul Mubin.

Baca Juga: Tak Ada yang Mau Mengalah, Ini Perbandingan Kekuatan Militer China dan Taiwan, Kemerdekaan Taiwan Berarti Perang?

Dari sana, ia bisa mengontrol pasokan makanan yang masuk ke daratan karena pulau itu terletak di dekat muara sungai Brunei.

Sementara itu, rakyat Brunei menderita karena tidak bisa mencari ikan selama perang saudara.

Khawatir perang akan berlarut-larut, Muhyiddin memutuskan untuk mencari bantuan Sultan Sulu.

Sebagai imbalannya, Muhyiddin berjanji akan menyerahkan bagian timur Kalimantan utara sebagai hadiah.

Baca Juga: Mati-matian Perkuat Militernya, Jika China Kalah dalam Perang Masa Depan, Tiongkok Benar-benar Akan Hancur Sampai ke Akarnya, Mengapa?

Akhirnya anak buah Muhyiddin berhasil menyerang Pulau Chermin, melancarkan serangan terakhir terhadap Abdul Hakkul Mubin dan anak buahnya.

Mengetahui bahwa ia akan dikalahkan, Abdul Hakkul Mubin menceburkan diri ke laut bersama mahkotanya.

Muhyiddin muncul sebagai pemenang.

Sebagaimana dijanjikan, Sultan Sulu menerima Sabah timur sebagai hadiah kehormatan dari Sultan Brunei, atas bantuan Tausug selama perang saudara.

Baca Juga: Konflik Israel di Gaza Menunjukkan Betapa Sulitnya Perang di Masa Depan, Senjata Pintar Bukanlah Obat Mujarab?

(*)

Artikel Terkait