Intisari-Online.com - Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Ali (1770 – 1779) terjadi perselisihan besar.
Yakni antara putra Sultan, Pengiran Muda Bongsu dan Pengiran Muda Alam, putra Pengiran Abdul Mubin atas hasil sabung ayam yang hilang dari Pengiran Muda Bungsu.
Kekalahannya diejek oleh Pengiran Muda Alam.
Dalam amukannya, Bongsu membunuh Pengiran Muda Alam dan kabur dari tempat kejadian.
Sebagai balas dendam, Abdul Mubin dan para pengikutnya mengambil alih Sultan Muhammad Ali.
Abdul Mubin kemudian mengangkat dirinya menjadi Sultan dan mengambil gelar "Sultan Hakkul Abdul Mubin".
Ia mencoba menenangkan hati pengikut Sultan sebelumnya dengan menunjuk cucu Muhammad Ali, Muhyiddin sebagai Bendahara ("Ketua Menteri") yang baru.
Namun setelah beberapa saat, pendukung Muhammad Ali melakukan balas dendam dengan meyakinkan Bendahara Muhyiddin untuk melawan Abdul Mubin.
Bendahara Muhyddin awalnya menolak, tapi kemudian setuju.
Para pendukungnya mulai membuat keributan berupa penusukan tombak ke istana dan rumah.
Sultan Abdul Hakkul Mubin kemudian memindahkan istananya ke Pulau Chermin di bawah nasihat Muhyiddin dengan maksud menunggu krisis usai.
Namun, setelah dia pergi, Muhyiddin menyatakan dirinya sebagai sultan.
Pertempuran antara dua Sultan yang bersaing kemudian terjadi.
Dimulainya Pertempuran dan Hasilnya
Usai menangkis beberapa serangan Muhyiddin, Abdul Hakkul Mubin akhirnya mundur ke Kinarut, Sabah.
Dengan bantuan Bajaus dan Dusun setempat, dia berhasil mempertahankan diri dari Muhyiddin.
Abdul Hakkul Mubin dilaporkan tinggal di Kinarut selama 10 tahun untuk mempertahankan gelarnya.
Namun, dalam serangan terakhir di Kinarut, Muhyiddin masih gagal mengalahkan Abdul Hakkul Mubin.
Kemudian, Abdul Hakkul Mubin memutuskan untuk kembali ke Pulau Chermin.
Ini ternyata menjadi langkah strategis yang bagus untuk Abdul Hakkul Mubin.
Dari sana, ia bisa mengontrol pasokan makanan yang masuk ke daratan karena pulau itu terletak di dekat muara sungai Brunei.
Sementara itu, rakyat Brunei menderita karena tidak bisa mencari ikan selama perang saudara.
Khawatir perang akan berlarut-larut, Muhyiddin memutuskan untuk mencari bantuan Sultan Sulu.
Sebagai imbalannya, Muhyiddin berjanji akan menyerahkan bagian timur Kalimantan utara sebagai hadiah.
Akhirnya anak buah Muhyiddin berhasil menyerang Pulau Chermin, melancarkan serangan terakhir terhadap Abdul Hakkul Mubin dan anak buahnya.
Mengetahui bahwa ia akan dikalahkan, Abdul Hakkul Mubin menceburkan diri ke laut bersama mahkotanya.
Muhyiddin muncul sebagai pemenang.
Sebagaimana dijanjikan, Sultan Sulu menerima Sabah timur sebagai hadiah kehormatan dari Sultan Brunei, atas bantuan Tausug selama perang saudara.
(*)