Intisari-Online.com - Badan Keamanan Laut Indonesia (Bakamla) mencurigai kapal survei China, Xiang Yang Hong 03 sempat mengoperasikan peralatan sensor bawah air.
Hal itu terjadi sebelum petugas berhasil mengintersep di perairan Selat Sunda pada Rabu (13/1/2021).
Awal kecurigaan Bakamladimulai dari turunnya kecepatan ideal kapal dari 10 sampai 11 knot menjadi 6 hingga 8 knot.
Terlebih, Xiang Yang Hong 03 juga diketahui tiga kali mematikan Automatic Identification System ( AIS).
"Jadi kalau kecepatan 6 sampai 8 (knot) itu adalah optimum sonar speed. Jadi kecepatan yang ideal untuk mengoperasikan peralatan sensor bawah air," ujar Kepala Bakamla Laksdya TNI Aan Kurnia dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi I DPR RI, Selasa (2/2/2021).
"Ini bisa saja ketika dia mematikan AIS, mengoperasikan ini (sensor bawah air)," imbuh Aan.
Aan yang notabene merupakann prajurit TNI Angkatan Laut (AL) dengan spesialisasi peperangan antiselam mengetahui betul bagaimana sebuah kapal bisa mengoperasikan sensor bawah air.
Apalagi, Xiang Yang Hong 03 juga sempat mematikan AIS.
Dengan dimatikannya AIS, Aan menduga kapal survei tersebut sudah mempunyai niat 'negatif' ketika memasuki perairan Indonesia.
"Karena mematikan AIS yang jelas dia ada niat dalam tanda kutip negatif," katanya.
Akan tetapi, yang menjadi perhatian utama Bakamla saat ini adalah lemahnya sanksi bagi kapal-kapal yang mematikan AIS.
Berdasarkan aturan yang ada, kapal yang mematikan AIS hanya diterapkan sanksi administratif.
Hal ini pun dinilai masih sangatlah ringan.
"Kami baca di media, ada juga ada salah satu teman-teman Komisi I, 'Itu harusnya Bakamla nangkap kalau perlu ditenggelamkan'. Biar tahu, karena memang di aturan kita tidak menyalakan AIS hukumannya administratif, sangat-sangat ringan. Ini yang mungkin perlu ditinjau kembali di sini," jelas Aan.
Aan menambahkan, Bakamla tidak bisa berbuat apa-apa jika aturan masih menerapkan sanksi ringan bagi pelanggar.
Ia pun berharap anggota Komisi I berkomitmen dapat menciptakan aturan yang bisa memberikan efek jera terhadap para pelanggar AIS.
"Sebagai masukan kepada Bapak Pimpinan dan para anggota di sini bisa menjadi pertimbangan kalau memang masalah AIS ini sama-sama komit untuk lebih mempush atau memberi efek jera itu harusnya ditingkatkan di sini," imbuh dia.
Diketahui, keberhasilan petugas mengintersep kapal Xiang Yang Hong 03 bermula laporan Pusat Komando dan Pengendalian (Puskodal) Bakamla, Rabu (13/1/2021).
Saat itu, Puskodal Bakamla mendeteksi Xiang Yang Hong 03 tengah berlayar di perairan Selat Sunda dengan kecepatan 10,9 knot dan haluan ke barat daya.
Berdasarkan pantauan, kapal tersebut telah mematikan AIS sebanyak tiga kali selama melintasi Alur Laut Kepulauan Indonesia–I (ALKI-I).
Ketiganya ketika melintasi Laut Natuna Utara, Laut Natuna Selatan, dan Selat Karimata.
Setelah menerima informasi tersebut, Direktur Operasi Laut Bakamla, Laksamana Pertama Bakamla Suwito yang sedang memimpin tim SAR Bakamla mengevakuasi kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di Kepulauan Seribu langsung berkoordinasi dengan komandan SAR gabungan.
Ia kemudian memerintahkan komandan kapal KN Pulau Nipah 321, Letkol Bakamla Anto Hartanto, untuk segera bertolak menuju selat sunda mendekati kapal tersebut.
Sekitar pukul 09.30 WIB, KN Pulau Nipah 321 segera bertolak menuju Selat sunda.
Berdasarkan hasil komunikasi dan identifikasi diketahui, bahwa kapal ini memang bertolak dari China menuju Samudera Hindia dan melewati perairan Indonesia menggunakan Hak Lintas Alur Kepulauan sesuai dengan UNCLOS.
Dari keterangan yang diberikan, penyebab tidak terdeteksinya AIS dalam tiga periode waktu disebabkan karena adanya kerusakan pada sistem tersebut.
Merujuk Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis bagi Kapal yang berlayar di Wilayah Perairan Indonesia tertanggal 20 Februari 2019.
Baca Juga: Catat! Jangan Pernah Lagi Buang Tisu Basah ke Dalam Toilet, Bisa Picu 'Kekacauan Lingkungan'
Juga disebutkan setiap kapal berbendera Indonesia dan kapal asing yang berlayar di wilayah perairan Indonesia wajib memasang dan mengaktifkan AIS.
Setelah itu, KN Pulau Nipah 321 terus membayangi kapal survei China hingga keluar dari Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
Tepatnya sekitar pukul 21.00 WIB, kapal sasaran telah keluar dari ZEEI.
(*)