Intisari-online.com - Indonesia dikatakan sedang dalam proses meluncurkan dana baru untuk proyek pembangunan ambisius.
Namun, dalam proyek ini tak ada investor China yang terlibat di dalamnya, di mana Indonesai dikatakan tampak mengecualikan China.
Surat kabar China, South China Morning Post meemberitakan pada Senin (8/2/21), dana baru yang disebut Indonesia Investment Authority (INA), sedang dihimpun Indonesia.
Dana ini akan digunakan untuk proyek infrastruktur ambisius Presiden Jokowi, untuk pembangunan jalan, pelabuhan, jembatan dan bandara.
Jakarta berencana menghimpun dana untuk INA, yang diharapkan beroperasi pada kuartal pertama tahun ini.
Dengan modal awal 5 miliar dollar AS (Rp70 triliun), di mana 1 miliar dollar AS (Rp14 triliun) berasal dari APBN.
Sisanya, 4 miliar dollar AS (Rp56 triliun), akan diperoleh dari pengaluhan ekuitas dan aset perusahaan milik negara.
Diharapkan Indonesia akan memiliki dana untuk INA hingga 20 miliar dollar AS (Rp280 triliun).
Lima organisasi pengelola dana asing telah berjanji atau menjamin untuk menginvestasikan sejumlah 9,8 miliar dollar AS untuk INA.
Tetapi dari jumlah tersebut, tidak ada organisasi atau perusahaan Tiongkok sebagai investor.
Menurut Kevin O'Rourke, analis politik dan kebijakan di Indonesia, fakta bahwa China dikecualikan dari daftar investor untuk dana INA menimbulkan kecurigaan.
Indonesia berusaha menghindari investasi di China karena kekhawatiran. bahwa Beijing dapat mengontrol infrastruktur vital Jakarta.
"Ada asumsi bahwa alasan yang mendasari Indonesia berusaha untuk mempertahankan operasi infrastruktur milik negara adalah ketakutan bahwa Beijing akan 'mengambil alih' infrastruktur. Salam," kata O'Rourke.
Menurut Badan Penanaman Modal Indonesia (BKPM), China merupakan investor asing terbesar kedua pada tahun 2020, dengan jumlah investasi sebanyak 4,8 miliar dollar AS (Rp67 triliun).
Setelah China diikuti oleh Hong Kong dan Jepang dengan nilai masing-masing sebesar 3,5 miliardollar AS (Rp49 triliun) dan 2,6 miliar dollar AS (Rp36 triliun).
Singapura menempati peringkat pertama dengan 9,8 miliar dollar AS (Rp137 triliun).
Dari 2015 hingga kuartal ketiga 2020, investasi China di Indonesia meningkat tajam.
Termasuk lebih dari 10.000 proyek mulai dari proyek infrastruktur hingga operasi pertambangan.
Oleh karena itu, fakta bahwa tidak ada investor China di dana INA dianggap suatu kejutan.
Esther Sri Astuti, Ekonom Institute for Economic and Financial Development yang berbasis di Jakarta, mengatakan banyaknya proyek investasi yang dimiliki China di Indonesia menjadi salah satu penyebabnya.
Beijing tidak memiliki akses untuk berinvestasi di INA.
"Indonesia ingin mendiversifikasi portofolionya untuk mengurangi risiko dan mendapatkan lebih banyak investasi dengan mendekati lebih banyak negara, tidak hanya bergantung pada China," kata Esther.
Menurut O'Rourke, INA didirikan untuk mempertahankan kendali atas aset negara dan proyek infrastruktur penting.
Indonesia berencana menghabiskan lebih dari 6.400triliun rupiah untuk proyek infrastruktur pada tahun 2024, dikutip dari24h.com.vn.
Di mana 30% dari uang ini berasal dari anggaran negara dan sisanya dari bisnis asing dan didanai swasta.