Intisari-Online.com - Laporan intelijen baru menunjukkan bahwa Israel merencanakan serangan terhadap pasukan AS di Irak.
Hal itu dilakukan untuk memprovokasi perang antara Washington dan Teheran, kata diplomat tinggi Iran pada hari Sabtu, (2/1/2021) sebagaimana dilansir aa.com.
Menteri Luar Negeri Javad Zarif mengatakan di Twitter bahwa "agen-provokator" Israel bertujuan untuk membuat Donald Trump "terjerat dengan provokasi palsu."
Dia mendesak Trump untuk "berhati-hati dengan jebakan."
Lebih lanjut dia juga memperingatkan bahwa "kembang api apa pun akan menjadi bumerang."
Ketegangan antara Teheran dan Washington telah melonjak dalam beberapa pekan terakhir.
Itu menyusul serangan roket ke Kedutaan Besar AS di ibu kota Irak, Baghdad, yang dituduhkan pejabat Amerika pada Iran.
Trump pernah mengatakan ada "obrolan" tentang lebih banyak serangan terhadap pasukan AS di Irak, memperingatkan bahwa Iran akan bertanggung jawab.
Sebagai tanggapan, Zarif mengatakan dalam sebuah tweet bahwa laporan intelijen menunjukkan "plot untuk membuat dalih perang," mengacu pada kemungkinan serangan bendera palsu di Irak.
Dia mengatakan Iran "tidak memulai perang" tetapi siap untuk "secara terbuka dan langsung membela rakyatnya, keamanan dan kepentingan vitalnya."
Pesan Zarif pada awal Januari 2021 adalah kelanjutan dari pernyataannya yang secara langsung menunjuk ke Israel.
Serangan roket di Zona Hijau Baghdad, yang menampung Kedutaan Besar AS, telah meningkat sejak komandan militer Iran Qasem Soleimani tewas dalam serangan pesawat tak berawak AS Januari 2020 lalu.
Sementara Washington secara langsung menuduh kelompok milisi yang didukung Iran di Irak, terutama kelompok Kataib Hezbollah, Teheran tetap menyatakan bahwa kelompok tersebut beroperasi secara independen.
Menjelang peringatan pertama pembunuhan Soleimani pada awal 2020, spekulasi telah marak tentang kelompok-kelompok sekutu Iran di Irak yang merencanakan lebih banyak serangan terhadap pangkalan Amerika di negara itu.
Peringatan Zarif tentang Israel yang merencanakan serangan bendera palsu di Irak muncul beberapa hari setelah laporan bahwa kapal selam Israel dan AS bergerak di wilayah Teluk Persia.
Manuver tersebut mendorong pejabat Iran untuk memperingatkan akan adanya reaksi keras.
Abolfazl Amouei, juru bicara komisi kebijakan luar negeri parlemen Iran, dikutip mengatakan bahwa langkah tersebut akan dipandang sebagai "tindakan agresi" dan kapal akan menjadi "sasaran empuk" bagi Iran.
Para ahli percaya bahwa Tel Aviv telah mempersiapkan kemungkinan pembalasan dari Teheran atas pembunuhan ilmuwan nuklir terkemuka Mohsen Fakhrizadeh pada November 2020.
Iran menyalahkan Israel atas pembunuhan itu dan ada seruan yang meningkat untuk pembalasan di dalam negeri.
Pemerintah Presiden Hassan Rouhani, bagaimanapun, telah memilih strategi bersabar.
Dia mengatakan bahwa mereka akan membalas dendam pada "waktu yang tepat."
(*)