Peristiwa ‘Black Armada’ ini sendiri berawal ketika sejumlah buruh pelabuhan asal Indonesia di pemukiman Woolloomooloo, Sydney mendengar kabar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia melalui warta berita pada siaran radio gelombang pendek, dilansir Tribunnews dari ABC News.
Keesokan harinya, salah seorang buruh di Kapal Belanda bernama Tukliwon
yang berusia 20 tahun menyampaikan kabar kemerdekaan Indonesia dari
Belanda itu pada rekan-rekannya sesama buruh pelabuhan di Australia yang berjanji akan memberikan dukungan.
Beberapa hari kemudian Tukliwon dan sejumlah rekannya sesama buruh di
kapal ferry milik Belanda diminta untuk kembali berlayar menuju Jawa, Indonesia.
Namun keduanya menolak perintah tersebut demi mendukung kemerdekaan tanah air mereka.
Baca Juga: Kandungannya Baik untuk Tubuh, Ini Manfaat Memijat Kaki dengan Minyak WIjen
Aksi mereka ini langsung memicu dukungan dari serikat pekerja pelabuhan
Australia yang langsung memerintahkan anggotanya untuk mengembargo
seluruh kapal yang membawa amunisi dan material lain yang akan digunakan untuk menyerang Pemerintah Indonesia.
Pada 24 September 1945, terjadilah boikot besar-besaran terhadap kapal-
kapal milik Belanda di Pelabuhan Brisbane dan Sydney, sebelum akhirnya
menyebar ke Melbourne dan Fremantle.
Aksi boikot tersebut dengan cepat juga mendapat dukungan dari asosiasi pekerja pelabuhan yang lain mulai dari tukang masak, teknisi mesin, tukang cat kapal, tukang kayu, dan lain-lain.
Akibat aksi ini lebih dari 400 armada kapal milik Belanda yang berlabuh di
Australia tidak bisa melanjutkan perjalanan ke Indonesia, karena tidak ada
pekerja pelabuhan yang membantu memasukan barang ke geladak,
menyiapkan bahan bakar dan lain-lain.
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR