Advertorial
Intisari-Online.com - Aksi pemboikotan kapal-kapal Belanda di Australia menjadi salah satu bukti dukungan negara tetangga terhadap kemerdekaan Indoensia.
Pemboikotan kapal-kapal Belanda di Australia itu dijuluki peristiwa 'Black Armada'. Ketika itu, Belanda ingin kembali berkuasa di Indonesia yang baru memproklamasikan kemerdekaannya.
Akibat aksi pemboikotan tersebut, ratusan kapal perdagangan dan militer Belanda yang akan menuju Indonesia tak bisa melanjutkan perjalanannya.
Militer Belanda pun tak mampu mengirimkan logistik perang dari pangkalan Australia menuju Indonesia.
Aksi tersebut dilakukan oleh Waterside Workers Federation (WWF) dan Australian Seamens Union in Sydney
WWF merupakan serikat buruk pelabuhan Australia, di mana para pekerja Indonesia di Australia juga turu bergabung dalam organisasi ini.
Para pekerja pelabuhan melakukan mogok kerja dan memblokir pelabuhan tempat perusahaan Belanda beroperasi.
Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, WWF dan Australian Seamens Union in Sydney juga melakukan demonstrasi besar-besaran di Sydney, menuntut adanya penghapusan deskriminasi kerja dan pengakuan kemerdekaan Indonesia.
Peristiwa ‘Black Armada’ ini sendiri berawal ketika sejumlah buruh pelabuhan asal Indonesia di pemukiman Woolloomooloo, Sydney mendengar kabar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia melalui warta berita pada siaran radio gelombang pendek, dilansir Tribunnews dari ABC News.
Keesokan harinya, salah seorang buruh di Kapal Belanda bernama Tukliwon yang berusia 20 tahun menyampaikan kabar kemerdekaan Indonesia dari Belanda itu pada rekan-rekannya sesama buruh pelabuhan di Australia yang berjanji akan memberikan dukungan.
Beberapa hari kemudian Tukliwon dan sejumlah rekannya sesama buruh di kapal ferry milik Belanda diminta untuk kembali berlayar menuju Jawa, Indonesia.
Namun keduanya menolak perintah tersebut demi mendukung kemerdekaan tanah air mereka.
Baca Juga: Kandungannya Baik untuk Tubuh, Ini Manfaat Memijat Kaki dengan Minyak WIjen
Aksi mereka ini langsung memicu dukungan dari serikat pekerja pelabuhan Australia yang langsung memerintahkan anggotanya untuk mengembargo seluruh kapal yang membawa amunisi dan material lain yang akan digunakan untuk menyerang Pemerintah Indonesia.
Pada 24 September 1945, terjadilah boikot besar-besaran terhadap kapal- kapal milik Belanda di Pelabuhan Brisbane dan Sydney, sebelum akhirnya menyebar ke Melbourne dan Fremantle.
Aksi boikot tersebut dengan cepat juga mendapat dukungan dari asosiasi pekerja pelabuhan yang lain mulai dari tukang masak, teknisi mesin, tukang cat kapal, tukang kayu, dan lain-lain.
Akibat aksi ini lebih dari 400 armada kapal milik Belanda yang berlabuh di Australia tidak bisa melanjutkan perjalanan ke Indonesia, karena tidak ada pekerja pelabuhan yang membantu memasukan barang ke geladak, menyiapkan bahan bakar dan lain-lain.
Pemboikotan tersebut secara signifikan melumpuhkan kekuatan militer Belanda.
Aksi boikot oleh pekerja pelabuhan Australia semakin meningkat dan mencapai puncaknya pada 28 September 1945.
Pekerja pelabuhan di Sydney menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor kapal Belanda dan juga kantor diplomatik Belanda dan memasang spanduk besar berisi desakan agar Belanda meninggalkan Indonesia - 'hands Off Indonesia'.
Perintah ini dikuatkan dengan seruan langsung kepada anggota serikat pekerja pelabuhan Australia agar tidak memberikan tumpangan pada tentara dan pekerja Belanda, tidak mengangkat amunisi dan barang-barang lain seperti makanan dan lainnya ke kapal Belanda.
Semua yang berkaitan dengan Belanda merupakan barang terlarang yang harus diembargo.
Baca Juga: Jepang adalah Wujud Nyata dari Cinta Buta Rakyat Amerika Serikat, Ancaman Disingkirkan Musuh pun Makin Membenci Juga sebaliknya, sebulan kemudian pada Oktober 1945, Australia memfasilitasi kembalinya lebih dari 1400 para tawanan perang Belanda asal Indonesia yang berada di Australia, ke tanah air.
Mereka kembali ke tanah air menggunakan kapal kargo Australia, Esperance Bay dari pelabuhan Sydney.
Akhirnya, pada pertengahan tahun 1946, pemerintah Australia mulai bersikap tegas untuk mendukung kemerdekaan Indonesia.
Bulan Agustus 1946, pemerintah Australia menolak permintaan Belanda untuk mengirim amunisi dan perlengkapan perang dari Australia ke Indonesia.
Dengan keputusan tersebut, jelas bahwa pemerintah Australia sepenuhnya mendukung proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Australia juga mengecam adanya Agresi Militer Belanda I yang terjadi tahun 1947, dan berinisiatif untuk melaporkan Agresi Militer Belanda I kepada Dewan Keamanan PBB.
Selanjutnya, Australia pun dipilih Indonesia menjadi wakilnya dalam Komisi Tiga Negara (KTN), sebuah badan yang dibentuk PBB untuk menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda.
Pada 2015, untuk mengingat kedekatan Indonesia dan Australia pada awal berdirinya negara Indonesia, diadakan pameran bertajuk 'Black Armada' yang diselenggarakan di Museum Kelautan Nasional Australia - Australian National Maritime Museum (ANMM) di Sydney.
(*)