Sejarah Timor Leste: Pembantaian 5 Jurnalis Australia di Timor Leste, Kisah Kelam Periode Invasi Timor Timur oleh Indonesia

Khaerunisa

Penulis

(ilustrasi) Sejarah Timor Leste: Pembantaian 5 Jurnalis Australia di Timor Leste, Kisah Kelam nan Misterius Periode Invasi Timor Timur oleh Indonesia

Intisari-Online.com - Periode invasi Timor Timur oleh Indonesia menjadi salah satu masa kelam bagi sejarah Timor Leste.

Diduga sebanyak ratusan ribu penduduk Timor Leste menjadi korban dalam tentara Indonesia tersebut.

Namun rupanya, selain menewaskan penduduk Timor Leste, periode invasi Timor Timur juga memakan korban dari jurnalis Australia.

Sebuah peristiwa pembantaian terhadap lima orang jurnalis Australia terjadi pada masa tersebut.

Baca Juga: Sejarah Timor Leste: Pernah Merdeka 2 Kali! Sebelum Lepas dari Indonesia Ini Fakta Deklarasi Kemerdekaan Timor Timur atas Portugal

Bahkan, kasus pembunuhan jurnalis yang dijuluki sebagai 'Babilo Five' itu belum diselesaikan hingga sekarang dan terus menjadi misteri.

Hanya meninggalkan misteri dan hutang penegakan keadilan bagi para korbannya.

Rahasia kekejaman pembantaian tersebut menghantui Australia, seperti yang diungkapkan Susan Connelly, penyelenggara Forum Keadilan Laut Timor, dalam artikel berjudul 'Empat puluh lima tahun kemudian, rahasia kekejaman Balibo menghantui Australia' di The Sydney Morning Herald.

Melansir smh.com.au (16/10/2020), Empat puluh lima tahun yang lalu, pada 16 Oktober 1975, lima jurnalis yang berbasis di Australia dekat kota Balibo melaporkan invasi Indonesia yang akan datang ke Timor Portugis.

Baca Juga: Tak Hanya Negara-negara Asia, Ini Negara Benua Afrika yang Hadir dalam Konferensi Asia untuk Indonesia tahun 1949

Mereka adalah Gary Cunningham, Brian Peters, Malcolm Rennie, Greg Shackleton dan Tony Stewart.

Dikatakan bahwa militer Indonesia, khususnya Yunus Yosfiah dan Cristoforo da Silva, membunuh para pemuda ini untuk mencegah mereka menyebarkan informasi tentang invasi tersebut.

Delapan investigasi telah diadakan sejak itu. Yang terakhir adalah pemeriksaan koroner di Sydney pada 2007, dan temuannya diserahkan kepada Polisi Federal Australia.

Namun, tujuh tahun kemudian, pada Oktober 2014, AFP membatalkan penyelidikan, dengan alasan tantangan yurisdiksi dan bukti yang tidak cukup.

Baca Juga: Viral Kesepakatan Prabowo dengan Prancis, Ini Daftar Alutsista yang Siap Diboyong Indonesia

Tidak ada yang dimintai pertanggungjawaban atas pembantaian jurnalis tersebut.

Susan mengatakan bahwa sampai hari ini, dokumen yang relevan ditolak untuk dibuka pada publik Australia, mengabaikan aturan tiga puluh tahun deklasifikasi dokumen pada umumnya.

Penolakan tersebut menurutnya menyembunyikan sejauh mana sebenarnya Australia mengetahui tentang invasi tersebut, dan menghindari untuk menyinggung Indonesia karena takut akan dampak ekonomi atau politik.

Tindakan penolakan tersebut dibuat atas dasar melindungi "keamanan nasional". Meski begitu, menurutnya warga Australia menunjukkan ketidakpercayaan pada pemerintah baik dalam kekejaman Balibo Five maupun invasi Timor Timur.

Baca Juga: Amerika Serikat Makin Kacau, Sehari Sebelum Pelantikan Presiden Baru, Kendaraan Lapis Baja 'Humvee' Garda Nasional Dicuri, Peningkatan Kekerasan Bersenjata?

Penghentian Penyelidikan Kasus 'Babilo Five' Tahun 2014

Melansir Kompas.com (21/10/2014),Kepolisian Federal Australia (AFP), Selasa (21/10/2014), menyatakan telah menghentikan penyelidikan kasus kematian lima jurnalis Australia di Balibo, Timor Timur, tahun 1975.

Penyelidikan AFP dimulai sejak 5 tahun sebelum penghentian tersebut.

Pada 2007, sebuah penyelidikan yang dilakukan Dorelle Pinch di negara bagian New South Wales menemukan fakta bahwa kelima jurnalis ini meninggal dunia di Balibo pada tanggal 16 Oktober 1975.

Dalam laporan mengenai kematian Brian Peters, Pinch menyimpulkan bahwa para jurnalis Australia tersebut "tewas akibat luka tembakan dan atau tusukan yang disengaja, dan bukan di tengah pertempuran, oleh pasukan khusus Indonesia.

Baca Juga: Lachhiman Gurung, Gurkha Paling Legendaris yang Tewaskan Puluhan Musuh dengan Satu Tangan Hancur oleh Granat

Pihak AFP menyatakan, selama proses penyelidikan, mereka menemukan tantangan yang terkait dengan masalah yurisdiksi. Dan penyelidikan tetap dilanjutkan untuk mengatasi isu yurisdiksi tersebut.

Namun, AFP menyimpulkan bahwa tidak ditemukan cukup bukti untuk mendukung adanya pelanggaran hukum, sehingga mereka menghentikan semua penyelidikan atas kasus tersebut. Juga tidak akan mengambil langkah-langkah lanjutan.

Saat itu, Kepolisian Australia juga menyatakan terus melakukan konsultasi dengan keluarga para korban, baik yang ada di Australia maupun di Inggris, telah menyampaikan keputusan penghentian ini.

Sementara pada 2009, mantan tentara Indonesia bernama Gatot Purwanto kepada ABC menyatakan kelima jurnalis itu memang tertembak namun bukan sengaja dieksekusi.

Baca Juga: Tulisan Tangan Anak Delapan Tahun Ini Disebut Sebagai yang Tercantik di Dunia

(*)

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait