Intisari-Online.com - Merupakan salah satu bagian penting dari dicapainya pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, seperti apa hasil Perjanjian Roem Royen?
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, ternyata Belanda ingin kembali menguasai Indonesia.
NICA, pemerintah sipil Hinda Belanda datang dengan 'memboncengi' pasukan sekutu yang dikirim untuk melucuti dan memulangkan tentara Jepang di Indonesia.
Berbagai upaya pun dilakukan Indonesia untuk membebaskan diri dari Belanda, salah satunya melalui jalur diplomasi.
Perjanjian Roem Royen merupakan salah satu upaya diplomasi tersebut, yang dilaksanakan setelah terjadi Agresi Militer II.United Nations Commission for Indonesia (UNCI) PBB membawa perwakilan kedua negara ke dalam perjanjian ini.
Selain itu, Perjanjian Roem Royen jugalah yang kemudian mengantarkan Indonesia dan Belanda ke Konferensi Meja Bundar (KMB) yang menghasilkan pengakuan kedaulatan oleh Belanda.
Sebelum Perjanjian Roem Royen, telah ditandatangani Perjanjian Linggarjati 1946 dan Perjanjian Renville 1948, namun tidak menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda. Bahkan Perjanjian Renville banyak merugikan Indonesia.
Berikut ini hasil Perjanjian Roem Royen, yang ditandatangani pada 7 Mei 1949.
Isi Perjanjian Roem-Royen bagi Indonesia:
Perjanjian Roem-Royen untuk Belanda:
Dalam perundingan Roem Royen, delegasi Indonesia diketuai oleh Mohamad Roem, sementara Belanda diwakili Herman Van Roijen (Royen).
Nama tokoh yang mewakili kedua negara itulah yang kemudian menjadi nama perjanjian tersebut.
Ditandatangani pada 7 Mei 1949, perundingan ini dimulai sekitar 3 minggu sebelumnya, yaitu pada 14 April 1949.
Perundingan berlangsung alot, sehingga UNCI mengusulkan untuk menghadirkan Wakil Presiden Mohammad Hatta dari pengasingan di Bangka.
Alotnya Perjanjian Roem Royen karena perundingan ini tidak pernah memberikan kepuasan yang cukup antara kedua belah pihak.
Selain kehadiran Mohammad Hatta, kehadiran Sri Sultan Hamengkubuwono IX begitu penting untuk Indonesia dalam perundingan ini, karena pernyataannya yang sangat menguatkan Indonesia.
Saat itu Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengatakan 'Jogjakarta is de Republiek Indonesie' (Yogyakarta adalah Republik Indonesia).
Tokoh yang terlibat diperjanjian Roem Royen dari Indonesia antara lain Ali Sastroamijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda, Prof. Supomo, Latuharhary dan Sultan Hamengkubuwono IX.
Sementara, tokoh dari Belanda yang dikirimkan antara lain Blom, Jacob, dr. Gede, dr.Van, Dr. Koets, Dr. Gieben dan Van Hoogstratendan.
PBB mengirimkan wakilnya yakni Merle Cochran dari Amerika Serikat sebagai ketua, Critchley dari Australia serta Harremans yang berasal dari Belgia.
Sebagai tindak lanjut Perjanjian Roem Royen, kemudian diadakan perundingan formal antara Indonesia, Belanda, dan Majelis Permusyawaratan Federal atau Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) di bawah pengawasan Critchley (Australia) pada 22 Juni 1949.
Perundingan itu kemudian menghasilkan keputusan, sebagai berikut:
Setelah penandatangan perjanjian Roem-Royen, Indonesia dan Belanda akhirnya melaksanakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda.
KMB berlangsung pada tanggal 23 Agustus hingga 2 November 1949.
Dalam KMB, Belanda bersedia untuk mengakui kedaulatan Republik Indonesia secara penuh. Selain itu, Indonesia sepakat untuk membentuk suatu Uni Personal dengan kerajaan Belanda.
Perjuangan Indonesia untuk memperoleh pengakuan kedaulatan dari dunia Internasional pun berakhir setelah penandatanganan KMB dan penyerahan kedaulatan Belanda terhadap Indonesia.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari