Khawatir dengan Sengketa Berdarah Indonesia-Belanda, Ini Badan Bentukan PBB yang Khusus Selesaikan Konflik Indonesia-Belanda dan Hasilkan Perjanjian Renville

Khaerunisa

Editor

Delegasi Indonesia dalam Perjanjian Renville. Dari kiri ke kanan: Johannes Latuharhary, Ali Sastroamidjojo, Agus Salim, Johannes Leimena, Setiadjit Soegondo, Amir Syarifuddin.
Delegasi Indonesia dalam Perjanjian Renville. Dari kiri ke kanan: Johannes Latuharhary, Ali Sastroamidjojo, Agus Salim, Johannes Leimena, Setiadjit Soegondo, Amir Syarifuddin.

Intisari-Online.com - Berbagai upaya dilakukan sebagai solusi sengketa kedaulatan tahun 1945-1949, salah satunya dengan dihadirkannya badan bentukan PBB yang khusus menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda.

Komisi Tiga Negara merupakan badan bentukan PBB yang khusus menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda, dan membawa keduanya ke Perjanjian Renville 17 Januari 1948.

Pembentukannya dilatarbelakangi kekhawatiran internasional atas terus berlangsungnya sengketa berdarah antara Indonesia-Belanda.

Sengketa tersebut terjadi usai Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, namun kemudian Belanda ingin kembali menguasai Indonesia.

Baca Juga: Hampir Lakukan Misi Ala 'Kamikaze', Bunuh Diri Demi Tenggelamkan Kapal Induk Belanda Jika Hal Ini Tidak Terjadi, Begini Cerita Pasukan Khusus TNI AL dalam Operasi Pembebasan Irian Barat

Baik perlawanan senjata maupun diplomasi telah dilakukan Indonesia agar bisa tetap merdeka.

Sebelum Perjanjian Renville, Indonesia-Belanda juga telah menandatangani Perjanjian Linggarjati pada 25 Maret 1947.

Namun, upaya melalui jalur diplomasi tersebut masih tak menghentikan sengketa berdarah keduanya.

Bahkan, setelah itu, Belanda melancarkan Agresi Militer I pada Juli 1947.

Baca Juga: 9 Fakta yang Perlu Anda Ketahui tentang Serangan Jepang terhadap Pearl Harbor, Salah Satunya Bukan Ini yang Menyebabkan Hitler Menyerang Amerika

Pembentukan Komisi Tiga Negara (KTN)

PBB turut ambil peran dalam permasalahan konflik antara Indonesia dan Belanda.

Pada tanggal 31 Juli 1947, Dewan Keamanan PBB mengadakan agenda sidang untuk membahas permasalahan Indonesia dan Belanda.

Mengutip Kompas.com, dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2005) karya M.C Ricklefs, India, Australia, Amerika Sertikat, dan Uni Soviet sangat aktif dalam mendukung Republik Indonesia dalam sidang tersebut.

Kemudian, sidang PBB pada tanggal 1 Agustus 1947 menghasilkan sebuah resolusi Dewan Keamanan PBB yang berisi seruan kepada Indonesia dan Belanda untuk menghentikan tembak menembak dan menyelesaikan konflik mereka dengan cara damai.

Baca Juga: Beginilah Lima Pandemi Terburuk Sepanjang Sejarah Akhirnya Berakhir, Salah Satunya dengan Melakukan Isolasi Seperti Dilakukan Penderita Covid-19 Sekarang Ini

Dewan Keamanan PBB menggunakan cara arbitrase (perwasitan) untuk menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda.

Pada 25 Agustus 1947, PBB membentuk sebuah komite bernama Komite Jasa Baik untuk Indonesia yang lebih dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN).

Komisi Tiga Negara (KTN) beranggotakan negara pilihan Indonesia dan Belanda, di antaranya Australia, Belgia dan Amerika Serikat.

Richard C Kirby dari Australia sebagai wakil Indonesia, Paul Van Zeeland Belgia sebagai wakil Belanda, dan Frank B Graham dari Amerika Serikat sebagai pihak netral.

Baca Juga: Konon Membawa Kutukan Kematian, Perpindahannya Harus Melalui Pertumpahan Darah, Begini Kisah Kelam di Balik Koh-i-Noor, Berlian Para Wanita Kerajaan Inggris yang Diletakkan di Atas Peti Jenazah Ibu Suri

KTN Membawa Indonesia Belanda ke Perjanjian Renville

Komisi Tiga Negara mulai bekerja secara efektif setelah anggotanya datang di Indonesia pada 27 Oktober 1947.

Tugas KTN tidak hanya dibidang politik, namun juga militer.

Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia jilid VI (1993) karya M.J Poesponegoro dkk, Amerika Serikat sebagai pihak netral menyediakan kapal USS Renville sebagai alat keamanan PBB di Indonesia serta tempat perundingan antara Indonesia dan Belanda.

KTN berhasil mengadakan perundingan pada 8 Desember 1947 di kapal USS Renville.

Baca Juga: Konon Membawa Kutukan Kematian, Perpindahannya Harus Melalui Pertumpahan Darah, Begini Kisah Kelam di Balik Koh-i-Noor, Berlian Para Wanita Kerajaan Inggris yang Diletakkan di Atas Peti Jenazah Ibu Suri

Perundingan Renville dihadiri oleh Amir Syarifudin (Indonesia), R. Abdulkadir Wijoyoatmojo (orang Indonesia pro Belanda) dan Frank Graham (perwakilan KTN).

Pokok bahasan dalam perundingan Renville adalah upaya gencatan senjata dan penyelesaian masalah Garis Demarkasi Van Mook.

Pada 19 Januari 1948, Belanda dan Indonesia sepakat untuk menandatangani perjanjian Renville.

Namun, ternyata pada pelaksanaannya cukup merugikan Indonesia. Sehingga setelah perjanjian ini, konflik Indonesia-Belanda pun masih berlanjut.

Baca Juga: Setelah Sampai Harus Dimakzulkan Dua Kali, Presiden AS Donald Trump Ukir Sejarah Dengan Buat Para Bos Pentagon Turun Tangan Hadapi Kerusuhan Capitol AS

Isi Perjanjian Renville

Perjanjian Renville menyepakati gencatan senjata. Belanda juga mendapat tambahan wilayah kekuasaan.

Selain itu, kedaulatan Belanda atas Indonesia diakui sampai selesai terbentuknya Republik Indonesia Serikat.

Bagi Indonesia, Perjanjian Renville hanya memberikan janji referendum di wilayah kekuasaan Belanda di Jawa, Madura, dan Sumatera.

Rakyat di wilayah jajahan Belanda dijanjikan boleh memilih bergabung dengan RIS atau membentuk negara sendiri.

Baca Juga: Dipercaya Lahir dari Busa Putih yang Dihasillkan Alat Kelamin Uranus yang Terputus, Dewi Cinta dan Kesuburan Yunani; Kuil Pemujaannya yang Berusia 2.500 Tahun Ditemukan di Turki

Berikut isi Perjanjian Renville:

1. Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan segera.

2. Republik Indonesia merupakan negara bagian dalam RIS.

3. Belanda tetap menguasai seluruh Indonesia sebelum RIS terbentuk.

4. Wilayah Indonesia yang diakui Belanda hanya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera.

5. Wilayah kekuasaan Indonesia dengan Belanda dipisahkan oleh garis demarkasi yang disebut Garis Van Mook.

6. Tentara Indonesia ditarik mundur dari daerah-daerak kekuasaan Belanda (Jawa Barat dan Jawa Timur).

7. Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda dengan kepalanya Raja Belanda.

8. Akan diadakan plebisit atau semacam referendum (pemungutan suara) untuk menentukan nasib wilayah dalam RIS.

9. Akan diadakan pemilihan umum untuk membentuk Dewan Konstituante RIS.

Baca Juga: Hentikan Sekarang Juga! Makan Mi Instan Campur Nasi Dampaknya Berbahaya!

(*)

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait