Intisari-Online.com - Indonesia baru saja berduka terkait berita adanya kecelakaan pesawat terbang Sriwijaya Air yang jatuh di sekitar Kepulauan Seribu.
Pesawat ini hilang kontak setelah 4 menit terbang dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta tujuan Pontianak, Kalimantan.
Hasil pencarian tim penyelam Kopaska TNI AL, Mayor Laut Edi Tirtayasa mengatakan bahwa pesawat Sriwijaya Air SJ 182 ditemukan dengan kondisi hancur berkeping-keping di tempat penyelaman sekitar Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta.
Adapun bagian pesawat yang ditemukan antara lain berupa pecahan ban pesawat, pelampung penumpang, bagian kelistrikan pesawat, bagian badan pesawat warna biru merah, moncong pesawat, dan bagian pesawat lainnya.
Pengamat penerbangan, Andi Isdar Yusuf, menduga pesawat Sriwijaya Air SJ 182 jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, pada Sabtu (9/1/2021) lalu disebabkan karena elevator pesawat yang copot.
Copotnya elevator tersebut, kata dia, terjadi setelah pesawat berada di ketinggian ribuan meter.
Pilot pesawat pun tak bisa berbuat banyak jika kompartemen penting dalam penerbangan itu copot.
“Dugaan saya, elevator Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 copot."
"Ini kompartemen penting dalam pesawat."
"Kalau ini copot, pilot tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Andi Isdar Yusuf dikutip dari Tribuntimur.com pada Senin (11/1/2021).
Menurut Andi, pilot pesawat Sriwijaya Air SJ 182 hanya mempunyai waktu dua menit jika elevator pesawat itu copot.
Sebab, setelah itu pesawat akan terjun bebas jatuh ke laut.
Situasi tersebut pun, kata Andi, berlangsung sangat cepat.
Kebetulan karena laut di Perairan Kepulauan Seribu dangkal hanya 23 meter, pesawat pun langsung menghantam lumpur, sehingga mengakibatkan pesawat hancur berkeping-keping dan terhambur di dasar laut.
Andi menjelaskan, elevator merupakan kompartemen penting pesawat yang cukup krusial.
Kompartemen itu ada di bagian belakang atau tepatnya di ekor pesawat.
Adapun fungsinya, kompartemen yang berbentuk sirip horizontal itu memiliki kontrol untuk mengarahkan badan pesawat naik atau turun.
Selanjutnya, juga untuk mengangkat atau menurunkan ketinggian pesawat dengan mengubah sudut kontak sayap pesawat.
“Jadi, elevator itu naik-turun."
"Dulu digerakkan pakai kabel, sekarang sudah nirkabel, otomatis,” ucap Andi.
Lebih lanjut, Andi menduga elevator pesawat Sriwijaya Air SJ 182 copot karena perawatan yang tidak maksimal.
“Itu kan semacam engsel yang bergerak naik-turun, bisa saja karatan, atau apalah."
"Makanya faktor perawatan sangat penting,” ucap Andi Isdar.
Andi menambahkan, kasus copotnya elevator pesawat berbeda dengan, misalnya, salah satu mesin yang rusak atau tidak berfungsi.
Jika salah satu mesin rusak, kata Andi, maka pilot masih punya waktu untuk melakukan kontak dengan pihak luar.
“Jika salah satu mesin yang rusak, pilot akan kembali."
"Yang seperti ini sering kami alami dulu dan pilot pasti kembali."
"Tapi kalau elevator yang rusak, copot, tidak ada pilihan langsung terjun bebas itu pesawat,” ucapnya.
Meskipun demikian, Andi menegaskan bahwa hal yang diampaikannya baru dugaan.
Adapun penyebab pasti pesawat Sriwijaya Air SJ 182 jatuh belum bisa dipastikan.
Semua pihak harus menunggu hasil kajian Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sebagai pihak berwenang.
“Setelah semuanya itu, barulah dilakukan pengkajian penyebab jatuhnya."
"Hasil kajian NKT itulah yang akan mengungkap penyebab Sriwijaya Air jatuh,” ucap Andi.
“Jadi, kita tunggu hasil kajian KNKT tentang penyebab Swirijaya Air jatuh.”
Pesawat tersebut mengangkut setidaknya 62 penumpang dalam perjalanan dari Jakarta menuju Pontinak.
Saat ini belum ditemukan korban selamat dalam kecelakaan tersebut, namun pencarian terus dilakukan.
(Kompas.tv)
(*)