Disebut 11 Menit Paling Krusial Saat Pesawat Lepas Landas, Inilah Critical Eleven Situasi Paling Kritis di Mana Kecelakaan Pesawat Bisa Terjadi

Afif Khoirul M

Penulis

laporan Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) 2016 mengungkap bahwa rata-rata ada satu kecelakaan untuk setiap 2,86 juta penerbangan.

Intisari-online.com - Belakangan kabar duka datang dari salah satu maskapai penerbangan Indonesia Sriwijaya Air.

Pesawat dengan nomor penerbangan SJ182 itu terjatuh saat dalam perjalanan dari Jakarta menuju Pontianak.

Menurut Flightradar24, pesawat itu kehilangan kontak di terjatuh di antara kepulauan Seribu.

Saat ini upaya evakuasi terus dilakukan untuk mencari jejak jatuhnya pesawat Sriwijaya Air.

Baca Juga: Seringkali Berakkhir Tragis, Inilah Deretan Orang yang Berhasil Selamat dari Kecelakaan Pesawat Hanya dengan Praktikkan Cara Tak Terduga Ini

Sementara itu diketahui, pesawat tersebut hilang kontak hanya setelah 4 menit lepas landas dari bandara Soekarno-Hatta.

MenurutTribunnews, laporan Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) 2016 mengungkap bahwa rata-rata ada satu kecelakaan untuk setiap 2,86 juta penerbangan.

Angka kematian akibat kecelakaan pesawat lebih kecil dibanding kematian akibat kecelakaan mobil.

Rasio perbandingannya, kemungkinan penumpang meninggal akibat kecelakaan pesawat 1 banding 1 juta, dan kematian akibat kecelakaan mobil 1 banding 5.000.

Baca Juga: Temukan Puing Pesawat dan Bagian Tubuh Korban Sriwijaya Air, Pasukan Elite Denjaka Ternyata Sering Bikin Gentar Navy Seal Amerika

Dalam dunia penerbangan, dikenal istilah critical eleven atau Plus Three Minus Eight.

Istilah ini merujuk pada saat genting di mana kecelakaan pesawat sering kali terjadi, yakni tiga menit pertama dan delapan menit terakhir penerbangan.

Hal tersebut pun diungkap oleh Ben Sherwood, penulis buku The Survivors Club - The Secrets and Science That Could Save Your Life.

Menit-menit itu menjadi sangat penting dalam penerbangan karena pilot yang bertugas harus melakukan komunikasi secara intensif dengan Air Traffic Controller (ATC) untuk mengendalikan pesawat sesuai dengan standar operasi yang berlaku.

Baca Juga: Tahun Terburuk dalam Dunia Penerbangan Disabet Tahun 1972, Lihat Saja Daftar Rentetan Kecelakaan Mengerikan yang Terjadi Tahun Itu dan Berbagai Penyebabnya

Tiga menit pertama digunakan untuk mencari posisi stabil dan mengontrol kecepatan ketika pesawat mulai mengudara.

Sementara delapan menit terakhir digunakan untuk menurunkan kecepatan dan menyesuaikan dengan landasan.

Sebab itulah selama rentang waktu critical eleven, awak kabin dilarang berkomunikasi dengan kokpit kecuali ada hal darurat dan awak kokpit harus menahan diri dari aktivitas yang tidak terkait dengan kontrol pesawat.

Untuk menghadapi critical eleven, awak kabin biasanya akan memberikan arahan bagi para penumpang untu mematikan ponsel, menutup meja, menegakkan sandaran kursi, membuka tirai jendela, dan menggunakan sabuk pengaman.

Aturan-aturan tersebut diberikan untuk memudahkan jalannya evakuasi bila kondisi berbahaya terjadi.

Saat emergency landing, penumpang hanya diberikan waktu 90 detik untuk menyelamatkan diri dari pesawat.

Baca Juga: Setelah Kecelakaan Pesawat Sriwijaya Air SJ182, Media Asing Malah Sebut Indonesia Jadi Tempat Terburuk untuk Lakukan Penerbangan, Apa Sebabnya?

Sebab, kalau tidak segera keluar, penumpang akan kekurangan oksigen, tenggelam saat water landing, atau bahkan meninggal akibat terlalu banyak menghirup asap (smoke inhalation).

Saat memasuki rentang waktu critical eleven, penumpang juga disarankan untuk tidak tidur agar bisa fokus pada arahan awak kabin dan selalu waspada pada kondisi pesawat.

Tantangan lepas landas dan mendarat Diwartakan Forbes, Oktober 2017, Tom Farrier pensiunan pilot Angkatan Udara AS mengungkap bahwa pendaratan pada umumnya sedikit lebih berbahaya dan membutuhkan penanganan yang sedikit lebih rumit dibanding lepas landas.

Namun, baik lepas landas maupun pendaratan tetap ada tantangan masing-masing.

"Terkadang akhir penerbangan adalah saat yang lebih rumit, terutama ketika tiba-tiba ada angin atau landasan pacu licin," kata Farrier.

"Sementara tantangan terbesar saat lepas landas adalah mengatur kecepatan. Sering kali butuh waktu lama menyesuaikan kecepatan saat lepas landas agar pesawat bisa mendaki dengan baik," imbuhnya.

Baca Juga: Alami Kecelakaan Pesawat Hebat Hingga Pesawatnya Hancur Berkeping-Keping, Dua Orang Ini Berhasil Menyelamatkan Diri Dengan Gunakan Trik Ini

Sementara kasus jatuhnya Sriwijaya Air SJ182 menjadi salah satu kasus yang terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun ini.

Sebelumnya, kasus serupa juga terjadi pada tahun 2018, di mana pesawat Lion Air JT610 juga mengalami kecelakaan nyaris sama dengan Sriwijaya Air SJ182, meski kronoliginya belum bisa dipastikan.

Kecelakaan itu tercatat sebagai kecelakaan nomor dua yang sering terjadi di dunia penerbangan.

Hal itu diungkapkan oleh Worldwide Commercial Jet Fleet 2007-2016 terbitan Boeing.

Source : Kompas.com

Artikel Terkait