Kritikus menyerang kegagalan pihak berwenang untuk mempertimbangkan bagaimana lockdown, termasuk penutupan transportasi umum, akan berdampak negatif pada kehidupan jutaan pekerja dan usaha kecil.
Aktivis mengatakan bahwa menggunakan cara militeris untuk menegakkan lockdown menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia lebih lanjut.
Duterte dituduh mengabaikan saran para ilmuwan untuk memprioritaskan pengujian massal dan pelacakan kontak daripada hanya menggiring orang ke rumah mereka.
Meskipun berbulan-bulan dilakukan tindakan lockdown yang ketat, Filipina telah mencatat jumlah kasus Covid-19 tertinggi kedua di Asia Tenggara.
Respons pandemi pemerintah sangat dikritik oleh publik sehingga bahkan sekutu Duterte di Senat menandatangani surat yang mendesak presiden untuk mengganti menteri kesehatan negara.
Keputusan untuk mengandalkan lockdown sebagai langkah default dalam menangani pandemi membuat ekonomi Filipina terhenti, yang memicu rekor jumlah orang kehilangan pekerjaan.
Sekolah di semua tingkatan tidak diizinkan untuk dibuka kembali, perusahaan komersial tidak beroperasi selama berbulan-bulan, dan jam malam yang dimulai pada pukul 8 malam menyebabkan penutupan bisnis.
Sementara banyak yang dirugikan oleh dampak lockdown, anggota parlemen malah buru-buru mengesahkan Undang-Undang Anti-Terorisme yang oleh oposisi digambarkan sebagai tindakan kejam yang bertujuan untuk membungkam perbedaan pendapat.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR