Advertorial
Intisari-online.com -Negara-negara Asean adalah negara yang terdampak pada ketegangan Laut China Selatan.
Meski begitu, negara Asean sebutkan jika akan tetap netral dan tidak memihak.
Sayangnya, hal tersebut rupanya cukup sulit dilakukan oleh semua negara Asean.
Mengutip Kontan.co.id, Agustus kemarin Presiden Filipina Rodrigo Duterte perintahkan angkatan laut Filipina untuk tidak bergabung dengan latihan militer dipimpin AS di Laut China Selatan.
"Presiden memiliki perintah tetap, bahwa kita tidak boleh melibatkan diri dalam latihan angkatan laut di Laut China Selatan, kecuali di perairan nasional kita, [dalam] 12 mil dari pantai kita," kata Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana.
Lorenzana mengatakan larangan itu bertujuan untuk menjaga ketegangan di daerah tersebut, di mana kegelisahan telah meningkat di tengah peningkatan tajam dalam patroli dan pengawasan daerah oleh Amerika Serikat.
Baru-baru ini, AS berangkat dari sikap netral pada sengketa teritorial yang melibatkan berbagai negara Laut China Selatan untuk menggambarkan klaim Beijing di daerah itu sebagai tindakan melanggar hukum.
"Jelas, jika tindakan satu negara dianggap berseteru dengan yang lain, ketegangan biasanya akan meningkat," kata Lorenzana dalam mengesampingkan partisipasi Filipina dalam latihan AS.
Analis mengatakan larangan itu merupakan upaya untuk menenangkan China dan menjauhkan Filipina dari sekutu tradisionalnya yakni AS.
Menurut mantan senator Antonio Trillanes yang seorang pensiunan perwira angkatan laut, arahan itu adalah manifestasi yang jelas dari dukungan Filipina terhadap kebijakan luar negeri China di Laut Filipina Barat.
Laut Filipina Barat adalah sebutan resmi pemerintah Filipina untuk bagian timur Laut China Selatan yang berada dalam zona ekonomi eksklusif Filipina. "Arahan ini akan diperhitungkan oleh AS ketika mereka menganalisis keseimbangan kekuasaan di Asia Timur dan Pasifik," kata Trillanes.
Jose Antonio Custodio, seorang analis keamanan dan rekan non-residen dari lembaga think tank Stratbase ADR yang berbasis di Manila, mengatakan langkah itu sesuai dengan pola di mana Duterte telah mengurangi berbagai latihan bersama dengan AS sejak menjadi presiden pada 2016.
Namun, Duterte kembali buktikan jika ia pemimpin yang plin-plan.
Pasalnya, disebutkan Filipina akan meminta bantuan AS jika China menyerang kapal Angkatan Lautnya di Laut China Selatan.
Hal tersebut dikonfirmasi oleh Menteri Luar Negeri Teodoro Locsin Jnr Rabu 23/9/2020.
Komentar Locsin menandai pertama kalinya Pemerintahan Rodrigo Duterte secara terbuka menyatakan akan meminta bantuan AS, di tengah gejolak yang sedang berlangsung antara Filipina dan China di perairan yang disengketakan.
Locsin, yang hadir di acara bincang-bincang pagi saluran berita ANC, menyatakan, Filipina akan melanjutkan patroli udara di atas Laut Cina Selatan, meskipun ada seruan China untuk menghentikan apa yang mereka sebut sebagai "provokasi ilegal".
“Mereka bisa menyebutnya provokasi ilegal, Anda tidak bisa berubah pikiran. Mereka sudah kehilangan lewat putusan arbitrase," kata Locsin, merujuk pada keputusan pengadilan internasional pada 2016 yang menyatakan China telah melanggar kedaulatan Filipina di Laut China Selatan.
"(Tetapi jika) terjadi sesuatu yang tidak dapat diserang tetapi sebenarnya merupakan serangan terhadap, katakanlah, kapal Angkatan Laut Filipina, (itu) berarti saya akan menghubungi Washington DC," tambahnya seperti dikutip South China Morning Post.
Tapi, Locsin menolak untuk menjelaskan secara spesifik permintaan bantuan kepada AS. Ia hanya bilang, "Saya tidak akan membahasnya karena inti dari teori pencegahan adalah ketidakpastian".
Yang terang, "Saya sangat tegas dalam melindungi apa yang menjadi milik kami, saya sangat tegas untuk tidak pernah bertekuk lutut ke China,” tegasnya.
Locsin awal bulan ini berbicara dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, setelah Washington menolak klaim China atas jalur perairan yang kaya sumber daya yang disengketakan, yang dilewati perdagangan senilai US$ 3 triliun.
Pompeo mengatakan, AS akan mendukung negara-negara yang percaya China melanggar kedaulatan di Laut China Selatan.
Beijing sering mengandalkan Sembilan Garis Batas untuk mengklaim hak bersejarah atas Laut China Selatan, yang telah ditentang oleh Filipina, Malaysia, Vietnam, Taiwan, dan Brunei.
Sejak 1951, AS dan Filipina memiliki Perjanjian Pertahanan Bersama yang mengikat mereka untuk saling mendukung jika terjadi serangan.
Aaron Jed Rabena, peneliti di lembaga think tank kebijakan luar negeri Asia Pacific Pathways to Progress, mengatakan kepada South China Morning Post, Beijing "mungkin melihat pernyataan Locsin sebagai tanda keberlanjutan penyelarasan strategis antara Manila dan Washington".
Menurut Rabena, ketika mengunjungi Filipina pada Maret 2019, Pompeo mengatakan, "jika China memulai serangan bersenjata terhadap angkatan bersenjata Filipina atau kapal atau pesawat publik mana pun di Laut China Selatan, Perjanjian Pertahanan Bersama akan diaktifkan".
Lauro Baja, Perwakilan Filipina di PBB, yang pernah dua kali menjabat sebagai Presiden Dewan Keamanan PBB, menyatakan, "Suka atau tidak, konfrontasi militer antara AS dan China akan melibatkan kami, dan Filipina tidak akan punya pilihan selain berpihak pada AS".(*)
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Duterte larang tentaranya ikut latihan perang dengan AS, makin mesra dengan China?" dan "Filipina: Kami minta bantuan AS jika China serang kapal AL kami di Laut China Selatan"
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini