Advertorial
Intisari-Online.com - Di tengah konflik di Laut China Selatan yang melibatkan China, AS dan beberapa negara tetangga seperti para anggota negara Asean, membuat beberapa negara harus memilih keberpihakan.
Berada di pihak China karena beberapa sebelumnya memiliki beberapa tender dengan China, namun dengan konsekuensi harus merelakan hak mereka di Laut China Selatan dikuasai China.
Atau berpihak pada AS, sebuah negara raksasa besar yang hadir untuk menentang China di Laut China Selatan.
Tentu berpihak pada satu di antaranya dua kekuatan besar itu memiliki konsekuensi tersendiri.
Filipina, sebagai negara yang sudah muak berada di pihak China akhirnya berpaling juga ke AS.
Presiden Rodrigo Duterte pada Selasa (22/9), menyatakan, saat ini Filipina akan kembali merapat ke AS di tengah segala kegaduhan di Laut China Selatan.
Presiden berusia 75 tahun ini mengaku sudah gerah dengan perilaku Beijing, yang sempat dekat dengan Manila, di Laut China Selatan yang mengancam kedaulatan wilayah Filipina.
Berbicara di depan Majelis Umum PBB, Duterte menyatakan pembelaan yang kuat terhadap putusan Arbitrase Internasional tahun 2016 yang menyebut klaim China atas sejumlah wilayah di Laut China Selatan merupakan pelanggaran hukum internasional.
"Kami dengan tegas menolak upaya untuk merusaknya (putusan arbitrase). Kami menyambut peningkatan jumlah negara yang datang untuk mendukung putusan tersebut," ungkap Duterte seperti dikutip Bloomberg.
Pada 2016 lalu, Duterte sempat mengabaikan putusan tersebut dan membuatnya semakin dengan dengan China, sekutu militer terbesar Filipina.
Namun belakangan, Pemerintahan Duterte mulai mendekatkan diri dengan AS, menyusul segala upaya "nakal" China di sekitar wilayah teritorial mereka yang ada di Laut China Selatan.
Pekan ini, Filipina menyambut baik AS dan negara lain untuk berperan dalam menjaga keamanan Laut China Selatan.
Hal ini juga telah dilakukan oleh Vietnam awal bulan ini.
"Kami bersumpah, kekuatan Barat akan hadir di Laut China Selatan. Kami percaya pada keseimbangan kekuatan, bahwa kebebasan Filipina bergantung pada keseimbangan di Laut China Selatan," ungkap Menteri Luar Negeri Teodoro Locsin, Senin (21/9).
Hubungan AS dan Filipina sudah terjalin sangat lama, bahkan jadi yang terlama di Asia Tenggara.
Perjanjian pertahanan tahun 1951 menetapkan salah satu negara akan merespons secara militer jika terjadi seragan terhadap negara yang lain.
Baca Juga: Kisah Pasien Sembuh dari Covid-19; Masih Rasakan Gejala Tersisa yang Harus Tetap Diperhatikan
Artikel ini telah tayang di Kontan.id dengan judul "Kisruh Laut China Selatan, Duterte indikasikan Filipina merapat ke AS"