Perang Paregreg: Tragedi Keluarga yang Meruntuhkan Majapahit

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Perang Paregreg peristiwa berdarah yang meruntuhkan majapahit.
Ilustrasi - Perang Paregreg peristiwa berdarah yang meruntuhkan majapahit.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Di tengah kejayaan dan kemegahannya, Kerajaan Majapahit menyimpan luka mendalam akibat perang saudara yang berkecamuk selama dua tahun, yaitu Perang Paregreg (1404-1406).

Perang ini tak hanya menguras sumber daya dan merenggut nyawa, tetapi juga menjadi awal keruntuhan kerajaan Hindu-Buddha terbesar di Nusantara ini.

Benih-benih perpecahan telah ditabur sejak masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389).

Pembagian wilayah menjadi dua, barat dan timur, di bawah kepemimpinan Bhre Wirabhumi (istana timur) dan Wikramawardhana (istana barat), memicu ketegangan internal.

Kematian Hayam Wuruk tanpa pewaris tahta yang jelas memperparah situasi. Bhre Wirabhumi, putra Hayam Wuruk, merasa berhak atas tahta, namun Wikramawardhana, suami putri Hayam Wuruk, menolaknya.

Ketegangan ini meledak menjadi perang terbuka setelah wafatnya Nagarawardhani, istri Bhre Wirabhumi sekaligus putri Wikramawardhana.

Akar Konflik: Perebutan Tahta dan Ambisi yang Membara

Akar Perang Paregreg tertanam dalam perebutan tahta antara dua pangeran: Bhre Wirabumi, penguasa Blambangan, putra Hayam Wuruk dan Dewi Paduka, dan Wikramawardhana, suami dari Putri Kusumawardhani, anak Hayam Wuruk.

Kematian Hayam Wuruk pada tahun 1389 memicu perebutan tahta. Wikramawardhana, didukung oleh para pembesar Majapahit, naik tahta dengan gelar Wikramawardhana, sedangkan Wirabumi merasa berhak atas tahta karena garis keturunannya yang lebih dekat dengan Hayam Wuruk.

Ambisi Wirabumi untuk merebut tahta Majapahit semakin membara. Dia merasa dipinggirkan dan tidak dihargai oleh Wikramawardhana. Ketidakpuasannya memuncak ketika Wikramawardhana mengangkat putranya, Girindrawardhana, sebagai yuwaraja, melampaui Wirabumi yang memiliki putra sendiri, Bhre Bhupati.

Perang Meletus: Api Membara di Jantung Majapahit

Pada tahun 1404, api perang akhirnya berkobar. Wirabumi, dibantu oleh patihnya yang setia, Narapaksa, mengumpulkan pasukan dari Blambangan dan beberapa daerah yang bersimpati padanya. Mereka bergerak menuju Majapahit, menantang Wikramawardhana dalam pertempuran sengit yang dikenal sebagai Perang Paregreg.

Pertempuran Paregreg menjadi tragedi berdarah. Pasukan Wirabumi dibantai oleh pasukan Majapahit. Wirabumi sendiri gugur dalam pertempuran, dan putri Hayam Wuruk yang menjadi istri Wirabumi, Dewi Retno Wulan, memilih untuk bunuh diri demi menjaga kehormatannya.

Kematian Wirabumi tidak mengakhiri konflik. Raden Gajah, adik Wirabumi, meneruskan perlawanan. Dia melarikan diri ke daerah Pasuruan dan membangun kekuatannya. Pada tahun 1405, Gajah kembali menyerang Majapahit. Perang ini dikenal sebagai Pertempuran Tanjungpura.

Pertempuran Tanjungpura berlangsung dengan sengit. Pasukan Gajah berhasil memukul mundur pasukan Majapahit dan bahkan sempat menduduki ibukota kerajaan. Namun, Wikramawardhana tidak menyerah.

Dia meminta bantuan dari para bupati di daerah-daerah penaklukan Majapahit. Dengan bantuan pasukan tambahan, Wikramawardhana berhasil mengalahkan Gajah dan memaksanya melarikan diri ke hutan.

Baca Juga: Reog Ponorogo Tarian Pemberontak Era Majapahit yang Melegenda Hingga Masa Kini

Akhir Perang dan Luka yang Menganga

Perang Paregreg akhirnya berakhir pada tahun 1406. Gajah tertangkap dan dihukum mati. Wikramawardhana berhasil mempertahankan tahtanya, namun kerajaan yang dipimpinnya telah jauh melemah. Perang saudara ini telah merenggut banyak nyawa, menghancurkan infrastruktur, dan memicu perpecahan internal.

Luka mendalam akibat Perang Paregreg tidak pernah benar-benar pulih. Majapahit terus dilanda pemberontakan dan perebutan kekuasaan di antara para bupati. Kerajaan yang pernah gemilang ini semakin melemah dan akhirnya runtuh pada abad ke-16.

Dampak Jangka Panjang dan Keruntuhan Majapahit

Perang Paregreg menjadi titik balik bagi Majapahit. Kerajaan yang sebelumnya gemilang ini mulai mengalami kemunduran. Faktor internal seperti pemberontakan dan perebutan kekuasaan, serta faktor eksternal seperti munculnya kekuatan Islam, semakin mempercepat keruntuhan Majapahit.

Perang Paregreg menjadi contoh bagaimana perang saudara dapat menghancurkan sebuah kerajaan yang besar dan kuat.

Perang ini juga menjadi pengingat bahwa ambisi dan perebutan kekuasaan dapat membawa dampak yang sangat destruktif.

Perang Paregreg adalah tragedi yang tak terlupakan dalam sejarah Majapahit. Perang ini menjadi simbol kehancuran akibat perpecahan dan ambisi yang tak terkendali.

Kisah Perang Paregreg hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi generasi penerus untuk selalu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Artikel Terkait