Advertorial

Jelang Akhir Jabatan, Trump Buru-buru Terapkan Langkah Baru untuk Lawan Ekspansi China di Asia-Pasifik, Analis: Ini Agak Terlambat

Tatik Ariyani

Editor

Intisari-Online.com -Ketegangan antara China dan AS telah meningkat selama empat tahun Trump sebagai presiden.

Kedua negara adidaya itu saling terlibat konflik karena perdagangan, virus corona, hak asasi manusia, Hong Kong, Taiwan, dan Laut Cina Selatan.

Beijing mempertahankan Taiwan, yang dianggapnya sebagai bagian dari wilayahnya dan telah mengancam resolusi militer atas sengketa tersebut.

Sementara AS menolak untuk menerima ini atau klaim kedaulatan Beijing atas Laut China Selatan.

Baca Juga: Covid Hari Ini 6 Desember 2020: Dengan 569.707 Kasus, Indonesia Nomor 4 Kasus Positif Terbanyak di Asia, Nomor 3 Kasus Kematian Tertinggi

Amerika, dan negara-negara barat lainnya, secara teratur mengirim kapal perang melalui Laut China Selatan untuk melakukan patroli 'kebebasan navigasi' untuk menunjukkan penolakan mereka terhadap klaim China.

Secara bertahap, AS pun kerap mengambil langkah-langkah baru untuk menentang klaim china.

Sebelum masa jabatannya berakhir, Pemerintahan Trump mengumumkan AS akan mereformasi Armada pertamanya untuk pertama kalinya dalam lebih dari 40 tahun.

Pengumuman itu dibuat oleh Kenneth Braithwaite, sekretaris angkatan laut Donald Trump.

Baca Juga: Kerjaannya Dianggap Hanya Menebar Ancaman Bagi Dunia, Anak Buah Donald Trump Serang Pemerintahan China, Cap Negeri Panda Sebagai Pembuat Masalah

Melansir Express.co.uk, Jumat (4/12/2020), armada baru tersebut nantinya akan bertanggung jawab atas keamanan laut di sekitar Asia Tenggara dan Samudra Hindia bagian barat.

Namun, langkah tersebut dikawatirkan akan memicu konflik yang lebih besar di Asia-Pasifik.

Analis secara luas menafsirkan langkah tersebut ditujukan ke China, saingan regional utama Amerika.

China telah mengklaim kedaulatan atas sebagian besar Laut China Selatan, tumpang tindih dengan klaim saingan dari enam negara lain, yang memicu kekhawatiran akan perang.

Mengumumkan keputusan tersebut kepada komite angkatan bersenjata, Senat AS Mr Braithwaite mengatakan: “Untuk memperbaiki posisi kami di Indo-Pasifik kami akan menyusun kembali Armada Pertama, menugaskannya tanggung jawab utama untuk wilayah Indo dan Asia Selatan sebagai armada ekspedisi.

“Ini akan meyakinkan mitra dan sekutu kami tentang kehadiran dan komitmen kami di kawasan ini sambil memastikan setiap musuh potensial mengetahui bahwa kami berkomitmen terhadap keberadaan global, untuk memastikan supremasi hukum dan kebebasan laut.”

Amerika belum memiliki Armada Pertama sejak 1973 ketika itu juga mencakup Pasifik barat.

Ini menunjukkan peningkatan yang signifikan pada minat AS di kawasan tersebut.

Baca Juga: Tipu Ratusan Ribu Orang dan Identitasnya Jadi Misteri Selama Beberapa Tahun, Inilah Mengapa Hargobind Punjabi Dijuluki Ratu Penipu Hollywood

Saat ini AS memiliki enam armada, yang masing-masing berbasis di sekitar wilayah tertentu untuk menghadapi ancaman tertentu.

Menurut ABC News, diharapkan banyak kapal untuk armada baru akan datang dari Armada ke-7 yang beroperasi di luar Jepang.

Pelabuhan asal untuk Armada Pertama yang direformasi belum diumumkan meskipun Singapura secara luas dipandang sebagai kandidat yang memungkinkan.

Menjelaskan hal ini, Braithwaite berkomentar: “Armada Pertama akan menjadi ekspedisi.

“Kami masih menentukan dari mana armada itu akan beroperasi.”

Berbicara kepada ABC News Derek Grossman, seorang analis pertahanan senior di Rand Corporation, berpendapat bahwa langkah tersebut diarahkan ke China.

Dia menyatakan: "Untuk melindungi jalur komunikasi laut dari ancaman campur tangan China, akan masuk akal untuk meningkatkan patroli di wilayah itu, bekerja sama dengan India tetapi juga dengan negara-negara yang berpikiran sama, Australia dan Jepang."

Baca Juga: Ketika Indonesia Masih Berkubang pada Resesi Ekonomi dan Lonjakan Kasus Covid-19, Negara-negara Ini Sukses Keluar dari Resesi

Namun Grossman mencatat keputusan itu dapat dibatalkan oleh pemerintahan Biden yang akan datang.

Joe Biden dari Partai Demokrat akan dilantik sebagai presiden pada 20 Januari.

Grossman mencatat: “Ini agak terlambat dengan pemerintahan Trump membuat keputusan semacam ini.

“Jadi kita akan melihat apakah itu akan bertahan hingga 2021.”

Baca Juga: Ketika Indonesia Masih Berkubang pada Resesi Ekonomi dan Lonjakan Kasus Covid-19, Negara-negara Ini Sukses Keluar dari Resesi

Artikel Terkait