Advertorial
Intisari-online.com -Sudan mengatakan pada Selasa (20/10/2020) bahwa telah mentransfer 335 juta dollar AS (Rp 4,9 triliun) kepada Amerika Serikat sebagai upaya untuk membebaskan diri dari daftar negara pendukung terorisme.
Transfer uang oleh Sudan kepada AS telah menjadi kesepakatan kedua belah pihak, sebagai kompensasi kepada para korban dan keluarga mereka yang mendapatkan dampak serangan dari pasukan militan Sudan.
Sebagai gantinya, Sudan akan dihapus dari daftar negara teroris.
Melansir The National pada Selasa (20/10/2020), pengumuman transfer uang oleh Gubernur Bank Sentral Mohamed Zainelabidine datang sehari setelah Presiden AS Donald Trump mengunggah pernyataan bahwa ia bermaksud untuk mencabut Sudan dari daftar negara terorisme.
Penjabat Menteri Keuangan Hiba Ali mengatakan Sudan perlu mempercepat penyesuaian nilai tukar mata uang asing sebagai bagian dari paket untuk mengatasi krisis ekonomi negara itu.
Krisis telah meningkat di Sudan dalam 18 bulan sejak mantan presiden Omar Al Bashir dicopot dari jabatannya oleh para jenderalnya di tengah gelombang protes terhadap pemerintahannya selama 29 tahun.
Ali tidak memberikan perincian, tetapi mata uang Sudan, yang nilainya terus jatuh terhadap dollar AS selama berbulan-bulan, kembali menguat terhadap dollar AS setelah pengumuman Trump di Twitter.
Trump belum memberikan perincian kapan pemerintahannya akan memberi tahu Kongres tentang keputusannya untuk mencabut Sudan dari daftar negara terorisme.
Setelah dihapus, Sudan akan diizinkan untuk bernegosiasi dengan para kreditornya tentang keringanan atau restrukturisasi utang luar negeri senilai 60 miliar dollar AS (Rp 878,8 triliun).
Selain itu, Sudan juga dapat diterima kembali ke sistem perbankan internasional, yang mana negara ini sempat dicoret dari daftar sistem, sebagai akibat dari sanksi AS.
Keputusan AS juga akan membuka ratusan juta dollar AS bantuan luar negeri.
Dalam beberapa bulan terakhir, inflasi Sudan melonjak hingga lebih dari 200 persen dan nilai mata uangnya jatuh.
Ali juga mengumumkan pada Selasa bahwa Sudan bekerja dengan AS untuk menyelesaikan pengadaan 1 juta ton gandum untuk mengurangi kekurangan roti akut yang telah menyebabkan antrean yang sangat panjang di luar toko roti.
Sudan ditambahkan ke daftar negara pendukung terorisme pada 1993, setelah pemerintah Al Bashir melindungi almarhum pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden, dan kelompok teroris.
Negara itu juga terlibat dalam serangan mematikan pada 2000 di USS Cole Angkatan Laut AS di lepas pantai Laut Arab Yaman, pemboman kedutaan besar AS di Kenya dan Tanzania pada 1998, dan upaya pembunuhan pada 1994 terhadap mantan presiden Mesir Hosni Mubarak di Ethiopia.
Desakan normalisasi
Para analis mengatakan bahwa pemerintahan Trump mungkin mencoba membujuk Sudan untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, yang imbalannya adalah menghapus namanya dari daftar terorisme, yang menyebabkan perpecahan dalam pemerintahan transisi.
Sudan tidak berbatasan dengan Israel, tetapi secara konsisten terlibat dalam konflik Arab-Israel untuk memperjuangkan hak-hak Palestina dan membantu Mesir, tetangga utaranya yang memerangi Israel, dalam 4 kali perang dari 1948 hingga 1973.
"Perpecahan sangat mungkin terjadi antara komponen militer dan sipil pemerintah terkait masalah normalisasi hubungan dengan Israel," kata analis Sudan Rasha Awad.
“Diduga secara luas bahwa kesepakatan antara Washington dan para jenderal tertinggi Sudan telah tercapai untuk meluncurkan proses normalisasi segera, setelah nama Sudan dicabut dari daftar," perkiraannya.
"Saya yakin Sudan mungkin sedang menuju normalisasi dengan Israel di bawah tekanan militer," ungkapnya.
Namun, Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok secara terbuka menyatakan bahwa langkah normaliasi terlalu besar untuk dilakukan oleh pemerintahan transisi.
Pemilu jatuh tempo pada 2022. UEA dan Bahrain sudah terlebih dahulu menormalisasi hubungan dengan Israel.
Mereka adalah negara Arab pertama yang melakukan normalisasi sejak Mesir dan Yordania, masing-masing pada 1979 dan 1994.
Sebenarnya, Sudan dan Israel telah menunjukkan tanda menuju hubungan yang lebih baik.
Pada Februari, Jenderal Abdul Fattah Al Burhan, kepala Dewan Kedaulatan sipil-militer, bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Uganda.
Pertemuan tersebut segera diikuti oleh keputusan untuk mengizinkan pesawat Israel terbang melalui wilayah udara Sudan.
"Saya tidak berpikir bahwa normalisasi hubungan dengan Israel akan menjadi masalah besar di Sudan," kata Sulaima Ishaq, seorang aktivis dan akademisi Sudan.
"Masih ada banyak dukungan untuk Palestina, tetapi berita pencabutan nama Sudan dari daftar terorisme disambut dengan luas, mengingat krisis ekonomi kami," kata Ishaq.
Para analis telah memperingatkan bahwa kelompok politik kelas berat seperti Partai Umma bersama dengan partai-partai kecil kiri menentang normalisasi hubungan dengan Israel.
Namun, mereka mengatakan sikap militer yang mendukung langkah normalisasi mungkin akan bertambah berat melalui dukungan koalisi kelompok pemberontak, yang menandatangani kesepakatan damai dengan pemerintah Khartoum bulan ini.
Kelompok tersebut, Front Revolusioner Sudan, akan diberikan kursi di Dewan Berdaulat, Kabinet dan 25 persen dari 300 kursi di badan legislatif yang diusulkan, yang memperoleh pengaruh politik yang cukup besar.
(Shintaloka Pradita Sicca)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sudan Transfer AS Rp 4,9 Triliun untuk Keluar dari Daftar Negara Terorisme"
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini