Advertorial
Gelagat Busuknya Sudah Tercium Oleh Australia, Tiongkok Diam-diam Dicurigai Juga Mengincar Antartika, Hal Ini Menjadi Buktinya
Intisari-online.com -China kembali menginvestasikan banyak uang untuk penelitian di Antartika, dan untuk saat ini hanya Australia yang cukup curiga dengan mereka.
Hubungan antara kedua negara telah mencapai tingkat krisis, dan bukan hanya karena cara Beijing menangani virus Corona, tapi juga karena agresinya di Laut China Selatan serta masalah UU keamanan nasional Hong Kong.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison peringatkan jika konflik kedua negara sekarang sangat mungkin terjadi.
Ia mulai memanggil sekutu di negara-negara Indo-Pasifik untuk melawan ancaman yang kian meningkat.
Beijing sebelumnya telah memblokir masuknya impor Australia, sedangkan Canberra berjanji untuk perkuat militer mereka dengan menghabiskan 40% keuangan militer selama 10 tahun.
Namun ahli peringatkan ada lagi jenis baru Perang Dingin yang sedang tumbuh.
Saat pandemi telah menyebar ke seluruh dunia, pemerintah terpaksa untuk sediakan program dana cadangan untuk warga mereka, sehingga penelitian Antartika pun dikurangi.
Australia, Inggris dan AS sama-sama mengatakan mereka akan mengurangi penelitian di Antartika.
Baca Juga: Obat Penurun Panas; Pengobatan Rumahan yang Aman Redakan Batuk Anak
Hal tersebut menciptakan dua jenis kerugian.
Pertama, tidak hanya mereka menhambat penelitian penting mengenai kenaikan permukaan air laut dan dampak perubahan iklim.
Kedua, mereka juga membiarkan Antartika terbuka dan bisa dikuasai negara lain.
Sementara negara Barat sibuk terfokus pada masalah yang di depan mata, Rusia dan China tetap mempertahankan kehadiran mereka di Antartika.
Rutin dilaporkan bahwa China dan Rusia menjadi lebih dapat hasil dari memancing, menambang minyak dan tambang lainnya.
Bahkan sebelum pandemi, pakar sudah peringatkan jika kedua negara tersebut akan menggunakan penelitian ilmiah untuk mengklaim Antartika.
Kini, pakar semakin khawatir jika kedua negara tersebut menggunakan Covid-19 untuk dimanfaatkan mengalihkan perhatian negara lain.
Profesor hukum internasional di Australian National University College of Law, Donald Rothwell mengatakan ia yakin jika China dan Rusia akan terus mempertahankan dan bahkan meningkatkan aktivitas Antartika mereka.
Terutama, jika negara-negara tradisional di Antartika mulai kembali beraktivitas.
AS telah lama bergabung dengan Rusia dan China dalam program Antartika.
Mereka sudah bekerja sama selama puluhan tahun.
Jenderal Charles Q Brown Jr, komando Pasukan Angkatan Udara Pasifik, mengatakan ia pikir kompetisi Antartika akan segera tunjukkan persaingan antara AS dengan China dan Rusia di Kutub Utara.
Baca Juga: Korea Utara Gerah, AS dan Korea Selatan Gelar Latihan Militer Gabungan
Ia katakan, AS harus menanyakan apa motif semua orang saat mereka ingin berurusan dengan Antartika.
Jenderal Brown juga katakan jika peralatan berat seperti penghancur es kutub diperlukan AS untuk melawan ekspansi militer China dan Rusia di wilayah tersebut.
Saat ini, Rusia sudah memiliki lebih banyak penghancur es daripada AS, dan China juga sedang membangun lebih banyak lagi.
Ia tambahkan: "saat kulihat mengenai kompetisi itu, dan betapa cepat es mencari di Antartika, dan persaingan baik dengan Rusia dan China, kita harus memperhatikannya."
Baca Juga: Hadapi Corona; Ini Dia Lima Cara Mengawetkan Ikan Tanpa Lemari Es
Peter Jennings, direktur eksekutif Australian Strategic Policy Institute mengatakan jika kepentingan China di Antartika tidak dibatasi jangka pendek atau urusan ilmiah saja.
Justru ia takut negara tersebut akan mengklaim benua tersebut untuk sumber dan kepentingan militer, tidak seperti negara lain.
Sebenarnya, terdapat perjanjian mengenai apa yang harus dilakukan terhadap Antartika.
Sistem Perjanjian Antartika, yang merupakan pakta global ditandatangani pada 1959 ditujukan untuk melestarikan dan melindungi benua tersebut untuk penelitian ilmiah.
Serta, dirasa perlu adanya penyediaan keamanan terhadap senjata nuklir.
Tapi kenyataannya, dengan tidak ada pemerintah yang mengontrol atau koloni manusia permanin selain ilmuwan dan staf pendukung, kedaulatan benua itu sangat tidak jelas.
Perjanjian tersebut diperbaharui dalam kurun waktu 30 tahun.
Diperkirakan beberapa negara sudah menyiapkan proposal penambangan dalam kesepakatan selanjutnya.
Sementara perusahaan China 'Shanghai Change Marine Industry' telah memesan kapal penangkap ikan krill terbesar untuk dioperasikan di Antartika.
Kapal itu akan siap dipakai pada tahun 2023.
Menurut Klaus Dodds, profesor geopolitik di Royal Holloway Universitas London, mengatakan: "penangkapan ikan adalah bentuk lain penambangan."
Meski begitu, Xi Jinping menampik akan hal itu.
Ia sebutkan negaranya fokus hanya kepada penelitian ilmiah saja.
Ia juga mengatakan prinsip negaranya untuk aktivitas di kutub harusnya "dipahami, dilindungi, dan dipakai".
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini