Advertorial
Intisari-Online.com- “Soekarno” dalam nama panjangnya jelas merujuk pada nama Presiden I Republik Indonesia, Ir. Soekarno.
Lebih dari 50 tahun lalu, saat masih berkuasa, Sang Proklamator jatuh hati dan menikahi ibunda Gempar, Jetje Langelo, di Manado.
Namun asal-usul dan “darah biru” yang diwarisinya malah membuat jalan hidup Gempar penuh liku.
Pada Mei 1998, ketika iklim politik Indonesia memanas dan pemerintahan Soeharto memasuki senja, Jetje Langelo (dibaca: Yece) melihat sesosok wajah yang amat dikenalnya di antara para demonstran yang menduduki Gedung DPR/MPR.
Charles Christofel, salah satu putranya, terlihat di antara lautan massa mahasiswa berjaket kuning yang tengah meminta Soeharto turun takhta.
Ketika itu Charles adalah mahasiswa Fakultas Hukum Program Ekstensi Universitas Indonesia.
Fenomena itu membuat Jetje gundah.
Putranya itu dipanggil pulang ke Manado.
Tapi karena beragai kesibukan pekerjaan, Charles baru muncul Desember 1999, sekalian merayakan Natal.
Charles tidak pernah menyangka, apa yang kemudian terjadi di rumah ternyata mengubah jalan hidupnya.
Di dinding rumah Jetje telah terpasang foto-foto ibunya semasa muda yang tampak berdiri akrab dengan seorang pria yang dikenalnya sebagai Ir. Soekarno.
"Kamu adalah anak Soekarno."
Baca Juga: Obat Penurun Panas Alami untuk Bayi; Biarkan Mandi Air Hangat
Begitu kata-kata Jetje yang terasa bagai petir di telinga Charles.
Ibundanya yang dipanggil mami, juga menerangkan bahwa ini sengaja dirahasiakan.
Lebih dari 40 tahun
Tak lain karena amanat Soekarno sendiri yang menginginkan anaknya diamankan, jika sewaktu-waktu kekuasaannya jatuh.
Apalagi pada awal-awal pemerintahan Orde Baru, kata Jetje, ada operasi militer yang hendak menumpas sisa-sisa rezim Orde Lama.
la takut terjadi sesuatu pada dirinya dan Gempar.
Bukan sekadar ucapan, Jetje juga mengeluarkan sejumlah dokumen yang selama ini disembunyikan.
Antara lain berupa foto, surat-surat, tongkat komando, keris, serta amanat yang ditulis oleh tangan Soekarno sendiri.
Dalam amanat tertulis permintaan agar anak yang lahir pada 13 Januari 1958 itu, kelak pada saatnya ia sudah dewasa berpolitik, dinamai: Muhammad Fatahillah Gempar Soekarno Putra.
"Kutitipkan bangsa dan negara kepadanya!"
Diminta tes DNA
Keberadaan "satu lagi anak Soekarno" ini terkuak ke publik setelah Majalah Kartini memuat serial kehidupan Gempar, pada terbitan awal tahun 2000.
Tulisan bersambung ber- bentuk features itu memuat kisah kehidupan Gempar di masa lalu, terutama menekankan masa-masa penderitaannya.
Sepintas terbaca seperti dongeng. Namun kepadaIntisari, Gempar tegas menyatakan kisah itu sejati.
Tidak ada yang dibuat-buat atau ditambah-tambahi.
Baca Juga:Hadapi Corona: Ini 13 Tips Memperkuat Sistem Kekebalan Tubuh, Salah Satunya Menggerakkan Tubuh
Justru pihak keluarga, terutama putranya yang saat itu masih usia anak-anak, sempat keberatan pada kisah-kisah pilu yang diekspos.
Karena itu Gempar merasa perlu memberi pengertian bahwa kisah masa lalu tidak perlu ditutup-tutupi. Justru kalau direkayasa, harusnya merasa malu.
Baru kemudian putranya bisa mengerti dan justru merasa bangga pada kegigihan ayahnya menjalani hidup.
Ramainya publikasi media rupanya mengusik keluarga besar Soekarno.
Berdasarkan cerita Gempar, tahun 2003, ia dihubungi pengacara dari Guruh Soekarno Putra untuk menjajaki kemungkinan tes DNA.
Baca Juga: Pertama dalam Sejarah, Manusia Kembalikan Batuan ke Permukaan Planet Mars setelah 600 Tahun
Ia tidak menolak, tapi mengajukan syarat: tes bukan atas permintaan dirinya, dilakukan secara terbuka, dan sampel darah yang diambil harus dikawal oleh tim kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Permintaan itu tidak ada kabarnya sampai sekarang.
Gempar menduga, lantaran dalam uji DNA, tim dokter harus mengambil sampel darah pembanding.
Artinya sampel darah anak-anak Soekarno lain harus juga ikut diambil.
Tentu bisa dibayangkan sulitnya mengumpulkan orang-orang yang sebagian besar merupakan tokoh-tokoh politik nasional.
Namun kalau pun itu suatu kali harus terjadi, Gempar akan bersikukuh dengan syarat yang diajukannya.
"Biar jelas kalau bukan saya yang mencari popularitas. Kalau pun hasilnya benar, ya alhamdulillah. Kalau tidak, berarti ibu saya pembohong," tuturnya tanpa merasa sedikit pun memiliki beban.
Saat ini Gempar bersyukur terhadap satu warisan yakni kemiripan fisik, terutama wajah.
Apalagi kalau ia memakai peci, yang kini jadi seragam wajibnya saat hadir di acara-acara resmi.
Dalam acara kampanye menjelang Pemilu, ia malah sengaja memakai baju mirip baju kebesaran Soekarno, komplet dengan kacamata hitam model jadul.
Wajah mirip, ditambah publikasi media, menjadikan Gempar seperti selebritas. Efek positifnya, banyak orang merasa segan.
Misalnya ketika Gempar berhubungan dengan birokrasi, orang akan menolak pemberian amplop sekadar sebagai tanda terima kasih.
"Katanya mereka merasa tidak enak menerima uang dari anak Proklamator," tutur Gempar menirukan orang-orang itu.
Artikel ini telah tayang di tribunpontianak.co.id dengan judul KamuAdalah Anak Soekarno! Kado Natal Buat Charles dari Sang Bunda