Intisari-Online.com - Selain Brasil, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengkhawatirkan Pakistan.
Sebab, pasca pemerintah Pakistan membuka lockdown dan mulai menerapkan New Normal, justru terjadi lonjakan kasus.
Sebelumnya, Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengatakan bahwa negaranya akan hidup berdampingan dengan virus corona mulai 1 Juni 2020.
Alasannya karena pemerintah tidak sanggup lagi menanggung beban ekonomi akibat lockdown.
"Kami takut ekonomi akan runtuh. Sebab, Pakistan adalah negara miskin," ucap Imran Khan.
Tak hanya itu, pemerintah Pakistan juga melonggarkan sejumlah pembatasan sosial. Seperti membuka mal hingga jalanan dipadati warga.
Hanya saja, keputusan ini berakibat fatal.
Dilansir dari Reuters pada Jumat (12/6/2020), terjadi lonjakan kasus virus corona baru dan sudah menembus angka lebih dari 100.000 kasus.
Misalnya pada Kamis (11/6/2020) ada tambahan 6.397 kasus virus corona baru di Pakistan.
Akibatnya total ada 125.933 kasus positif, 2.463 kasus kematian, dan 40.247 lainnya dinyatakan sembuh.
Dokter kewalahan
Akibat lain, para dokter di Pakistan mengatakan mereka kewalahan menangani pasien yang tiba-tiba melonjak.
Sebab, tanpa virus corona, sejak awal sistem perawatan kesehatan di negara itu sudah lemah.
Setelah lockdown dicabut, para dokter mengatakan unit perawatan intensif (ICU) sekarang sedang diperluas hampir ke kapasitas maksimal.
Bahkan di Karachi, sebuah kota berpenduduk 15 juta orang, data menunjukkan hanya tersisa sedikit tempat tidur ICU untuk pasien Covid-19.
Sementara di Lahore, seorang dokter menceritakan kepada BBC bahwa dia terpaksa memindahan seorang pasien ke bangsal biasa.
Padahal sang pasien masih membutuhkan ventilator.
Di rumah sakit lain, sebuah keluarga diberi tahu tempat tidur ICU dengan ventilator tidak tersedia untuk kerabat mereka, yang berada dalam kondisi kritis.
Tak lama, pasien tersebut meninggal dunia.
Petugas medis di Peshawar dan Quetta juga menggambarkan berada di bawah tingkat tekanan yang sama.
Pemerintah mengatakan bahwa fasilitas baru sedang dalam sedang dibangun di Karachi.
Tetapi dokter khawatir tidak ada waktu karena jumlah kasus kritis akan terus meningkat.
Tentu ini menghalangi mereka untuk mengobati pasien terhambat.
"Banyak orang sakit mencoba untuk tinggal di rumah."
"Lalu hanya ketika kondisi mereka memburuk, barulah mereka datang ke rumah sakit," kata seorang dokter terkemuka di Quetta kepada BBC.
Akibatnya, sejumlah besar pasiennya meninggal tak lama setelah mereka sampai di rumah sakit atau ketika masih di ambulans.
Selain lain kekhawatiran tentang kualitas perawatan medis, ada juga masalah keengganan anggota keluarga untuk dikarantina.
Lalu di Pusat Medis Pascasarjana Jinnah di Karachi, bangsal isolasi dihancurkan oleh gerombolan orang.
Ini karena mayat seorang pasien tidak segera diserahkan kepada keluarga.
Di Pakistan, pemakaman biasanya dilakukan sesegera mungkin engan sejumlah besar pelayat yang hadir.
Padahal menurut protokol kesehatan, jenazah pasien positif virus corona atau yang diduga kena virus corona harus ditangani dengan khusus.
Walau kondisi sudah seperti ini, sekali lagi Perdana Menteri Imran Khan menolak kembali melakukan lockdown.
Dia hanya mengimbau orang untuk mengikuti aturan jarak sosial dan memakai masker.
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR