Advertorial

'Penyebaran Virus Corona Kian Melambat', Ilmuwan Peraih Nobel Asal Israel Sebut Covid-19 Akan Terkendali, Ini Datanya

Khaerunisa

Editor

Di tengah kekhawatiran akan peningkatan pasien Covid-19 di seluruh dunia, seorang pemenang Nobel menyampaikan pandangan optimis
Di tengah kekhawatiran akan peningkatan pasien Covid-19 di seluruh dunia, seorang pemenang Nobel menyampaikan pandangan optimis

Intisari-Online.com - Kemunculan kasus baru Covid-19 dari hari ke hari tak ayal membuat kebanyakan orang panik.

Ratusan negara melaporkan peningkatan jumlah orang terinfeksi. Dan yang lebih membuat 'kalang kabut' yaitu terjadinya banyak kematian.

Namun, di tengah kekhawatiran akan peningkatan terus menerus pasien Covid-19 di seluruh dunia, seorang pemenang Nobel dan ahli biofisika Stanford, Michael Levitt menyampaikan pandangan optimisnya.

"Situasi sebenarnya tidak seburuk yang mereka bayangkan," kata Levitt dilansir dari Marketwatch.com (23/3/2020).

Baca Juga: Positif corona, Dirjen Perkeretaapian Mengakui Tidak Batuk dan Sesak Napas: 'Terhitung Tanggal 21 Maret Sudah Dinyatakan Membaik'

Pemenang nobel yang satu ini juga mendapat kredit karena menyebut dengan tepat sejak dini tentang apa yang akan terjadi di China.

Ia menyebutkan jika China akan melewati yang terburuk dari wabahnya yang menghancurkan sebelum banyak pakar kesehatan meramalkannya.

Selain itu, pada 31 Januari, Cina memiliki 46 kematian baru dibandingkan dengan 42 hari sebelumnya, yang diakui Levitt sebagai tingkat pertumbuhan yang melambat.

Atas data itu, Levitt mengirim laporan optimis.

Baca Juga: Meski Tidak Banyak Menyukai Tapi Ini 10 Manfaat Kesehatan Lobak, Sumber Kalium, Vitamin C, dan Serat

"Ini menunjukkan bahwa tingkat peningkatan jumlah kematian akan melambat bahkan lebih selama minggu depan," katanya dalam sebuah catatan yang dibagikan secara luas di media sosial Cina.

Levitt, yang memenangkan Hadiah Nobel 2013 dalam bidang kimia, juga mengatakan jumlah kematian akan segera mulai berkurang setiap hari.

Kemudian dia akhirnya megungkapkan pendapatnya bahwa puncak wabah ini terjadi di pertengahan Februari dengan penghitungan total sekitar 80.000 kasus dan 3.250 kematian.

Pada 16 Maret, China telah menghitung total 80.298 kasus dan 3.245 kematian.

Baca Juga: Penting Menjaga Kesehatan Pribadi, Ini 7 Antibiotik alami yang merupakan keharusan di dapur Anda, Salah Satunya Bawang Putih

Dia juga punya pandangan serupa untuk Amerika Serikat.

Sementara itu, menurutnya yang dibutuhkan di tengah wabah virus corona adalah mengendalikan kepanikan.

"Yang kita butuhkan adalah mengendalikan kepanikan ... kita akan baik-baik saja," katanya.

Levit pun menambahkan jika data tersebut tidak mendukung akan terjadinya kesuraman dan epidemologis malapetaka telah diperingatkan.

Baca Juga: Lihat Tanda Merah dan Menghitam di Wajah Para Petugas Medis Ini, Bukti Betapa Beratnya Perjuangan Mereka di Garis Terdepan Menghadapi Covid-19

"Angka-angka masih 'berisik' tetapi ada tanda-tanda jelas pertumbuhan (penyebaran virus corona) melambat," katanya kepada kepada LA Times.

Ia mengklaim bahwa bagaimanapun, data kematian di AS mendukung temuannya.

Sekarang ada 35.224 kasus dan 471 kematian di AS, pada Senin pagi, menurut Universitas Johns Hopkins .

Pada Jumat sore, ada 16.018 kasus dan 210 kematian.

Baca Juga: Sempat Jatuh Sakit Setelah Tangani Pasien Corona Sampai Jam 3 Dini Hari, Dokter Handoko Gunawan Berikan Pesan Untuk Para Medis Agar Tak Terinfeksi

Levitt mengatakan himbauan menjaga jarak sosial dan mendapatkan vaksinasi terhadap flu sama-sama penting untuk memerangi penyebaran.

Gerakan anti-vaksin Italia yang kuat, jelasnya, kemungkinan memainkan faktor dalam ledakan kasus, karena penyebaran flu kemungkinan merupakan faktor di banyak rumah sakit dan meningkatkan kemungkinan virus corona tidak terdeteksi.

Di sisi lain, dia menyalahkan media karena memicu kepanikan dengan berfokus pada peningkatan kasus kumulatif dan menyoroti selebriti, seperti Tom Hanks dan Idris Elba, yang telah terinfeksi.

Levitt juga khawatir bahwa reaksi berlebihan dapat memicu krisis lain.

Baca Juga: Rapid Test untuk Deteksi Awal Covid-19 Kini Sudah Dilakukan di Indonesia, Seberapa Efektifkan Metode Ini?

Hal itu terkait dengan kehilangan pekerjaan dan keputusasaan menciptakan masalah mereka sendiri, seperti lonjakan tingkat bunuh diri.

Pada hari Minggu, Presiden Federal Reserve Bank St Louis James Bullard mengatakan ia melihat tingkat pengangguran AS mencapai 30% dalam beberapa bulan mendatang.

Itu terjadi karena dunia terus bergulat dengan pandemi virus corona.

Jika proyeksinya terbukti benar, pengangguran akan lebih buruk daripada selama 'Depresi Hebat', yang dikenal juga sebagai zaman malaise, sebuah peristiwa menurunnya tingkat ekonomi secara dramatis di seluruh dunia.

Baca Juga: 'Jangan Bersikap, Saya Masih Muda, Saya Kebal,'Ingat! Orang Berusia Muda Juga Punya Risiko Fatal Akibat Virus Corona

Untuk diketahui, persitiwa tersebut mulai terjadi pada tahun 1929, yang kemudian menghancurkan ekonomi baik di negara industri maupun negara berkembang.

Pengangguran juga disebut bisa tiga kali lebih buruk daripada resesi 2007-'09.

Sementara tajuk utama semacam itu (berfokus pada peningkatan kasus) terus menyebarkan ketakutan, Levitt tetap berpegang pada pesannya yang sederhana:

Pandemi virus korona itu 'bukan akhir dari dunia.'

Baca Juga: Diperingatkan Hingga 'Ribuan Kali', Mengapa Bung Karno Begitu Nekat untuk Nikahi Naoko Nemoto?

Artikel Terkait