Advertorial
Intisari-online.com -Penyebaran virus Corona di Indonesia rupanya mendapat perhatian khusus dari banyak pihak di dunia.
Hal ini rupanya terkait dengan warga miskin di negara kita.
Organisasi internasional menyebut hampir 100 keluarga di Indonesia atau masing-masing rakyatnya secara individu hidup hanya dengan pendapatan maksimal dua puluh ribu rupiah,
Salah satunya adalah keluarga Pak Hasib (40) dan istrinya Khomsiah (38).
Hidup di daerah kumuh bantaran sungai wilayah Jakarta, harta paling berharga bagi keduanya adalah toko yang mereka miliki,
Toko tersebut tersembunyi di belakang hotel bintang lima dan barak militer Angkatan Laut.
Mereka menjual apa saja, mulai dari kopi instan, teh celup, mi instan, minuman dingin, rokok, mainan anak kecil dan juga beras.
Namun ada 2 benda yang tidak dimiliki atau dijual pasangan tersebut yang justru sangat penting saat wabah pandemi Corona saat ini: masker wajah dan hand sanitiser.
Kasus positif Corona di Indonesia dilaporkan sampai Sabtu kemarin mencapai angka 96 dengan 5 kematian.
Dengan ini, keluarga miskin di Indonesia seperti keluarga Hasib dan Khomsiah beserta 3 anak mereka tidak mampu berbuat banyak selain khawatir.
"Kami tidak punya apa-apa untuk menolong diri kami," ujar Hasib.
"Kami hanya berharap kami akan baik-baik saja."
Kondisi ini memang menggambarkan ungkapan para masyarakat miskin di Indonesia: 'orang miskin tidak boleh sakit' yang asal mulanya adalah kondisi mengenaskan bagi para warga miskin Indonesia yang sakit parah dan tidak dapat menanggung biaya pengobatan.
Melansir South China Morning Post, kondisi Indonesia saat ini masih tergolong 'luar biasa beruntung' denga hanya 96 kasus positif dan 5 kasus kematian akibat Covid-19, termasuk salah satunya turis Inggris di Bali pada Rabu kemarin.
Hal ini dianggap luar biasa beruntung dibandingkan dengan para negara di ASEAN yang menghadapi ratusan kasus pasien positif Covid-19 yang sampai membuat WHO umumkan jika Covid-19 telah menjadi pandemi pada Rabu lalu.
Petugas medis, dokter dan peneliti sangat tidak percaya akan kondisi yang terjadi di Indonesia, dan yakin jika masih ada kasus positif Corona lain yang belum terdeteksi di Indonesia.
Jika laju infeksi meningkat dengan sangat dramatis, warga miskin di negara ini hanya memiliki sumber dana sangat sedikit dan pilihan pengobatan terbatas untuk lindungi dari pukulan berat Covid-19.
Ariyo Irhamna, spesialis ekonomi kelas miskin di Institut Pengembangan Finansial dan Ekonomi (INDEF) in Jakarta mengatakan, "aku pasti berpikir warga miskin akan lebih terkena dampak karena kurangnya akses ke pengobatan, akses ke air bersih dan makanan sehat dibandingkan warga kelas menengah dan warga kelas atas."
"Kondisi hidup mereka sangatlah buruk."
Tingkat kemiskinan di Indonesia adalah sekitar 10 persen, atau sekitar 26 juta jiwa, jika berdasarkan angka garis kemiskinan yang ditetapkan pemerintah, yaitu pendapatan sebesar tiga belas ribu rupiah per harinya.
Namun, organisasi internasional telah lama mengatakan ada sekitar 100 juta keluarga dan warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan yaitu denga pendapatan sebesar dua puluh ribu rupiah per hari.
"Dari yang aku tahu dan sudah kulihat sendiri dahulu, selama mereka merasa masih kuat, warga miskin akan tetap bekerja walaupun mereka sakit, agar mereka mendapat uang dan bisa bertahan hidup, bahkan walaupun ada virus hidup di tubuh mereka," ujar Wardah Hafidz, koordinator kelompok advokasi Konsorsium Warga Miskin di Kota.
Toko kecil Hasib dan Khomsiah yang berukuran dua kali lipat rumah mereka berada di wilayah bernama Starling keliling, yang juga menjadi rumah beberapa pedagang asongan tradisional yang berkeliling dengan sepeda menjajakan kopi instan, teh, susu disertai dengan termos berisi air panas.
Ada juga yang menggunakan gerobak dorong untuk menjual air mineral, minuman kalengan dan rokok.
Mereka adalah para warga yang pindah dari Madura ke Jakarta untuk mencari kerja lebih dari 20 tahun yang lalu.
Seorang warga bernama Munidin (32) telah berjualan dagangan asongan sejak 2011, setiap hari bekerja dari jam 12 siang sampai jam 1 dini hari di sepanjang jalan antara dua mall besar.
Ia biasa mendapatkan 50 ribu rupiah seharinya untuk menghidupi istri dan ketiga anaknya,
"Aku sama sekali tidak tahu tentang corona, tetapi kalau kami sakit, kami pergi ke puskesmas," ujarnya.
Namun Puskesmas hanya akan menjadi pertolongan kecil bagi siapa saja yang terinfeksi virus Corona. Puskesmas tidak difasilitasi dengan alat uji Corona atau mesin ventilator, dan hanya beberapa puskesmas di Indonesia yang memiliki ranjang untuk pasien yang perlu dirawat inap.
Dr. Arita Magdalena, salah satu ketua puskesmas lokal terdekat menyebutkan, "kami punya alat untuk cek suhu badan, lakukan screening sebagai langkah awal dan memonitor gejala yang ada serta mengecek ke mana saja mereka sebelumnya."
"Jika mereka memiliki kriteria seperti gejala Corona, Puskesmas akan merujuk mereka ke rumah sakit rujukan."
Namun hal tersebut dapat menjadi masalah jika ada lonjakan infeksi, seperti yang ditakutkan banyak pihak.
Ariyo Irhamna menyebutkan, "mereka bisa dirujuk ke rumah sakit dengan gratis tetapi kapasitas ranjang yang ada sangatlah terbatas, dan kapasitas di puskesmas sendiri juga terbatas."
Pedagang asongan lain yang bernama Misliah (30), ibu dari 3 anak yang menjual kopi, air mineral, mi instan dan rokok di luar masjid terdekat pada malam hari untuk hindari kejaran polisi menyebut ia sudah mendengar tentang virus tersebut,
"Aku dengar tentang virus itu, aku membacanya. Ya, aku khawatir tetapi aku bahkan tidak punya masker kesehatan," ujarnya.
Hafidz mengatakan seharusnya pemerintah pusat da daerah membagikan masker wajah gratis di warga miskin untuk memberi mereka perlindungan dasar, dan juga menghukum para penimbun yang menjual masker dengan harga dua atau tiga kali lipat harga biasanya.
"Aku juga yakin pemerintah di semua tingkat harusnya aktif dan serius dalam memberikan infromasi, terbuka dan trasnparan pada kasus dan penanganannya," ujarnya.
"Sebelumnya, mereka justru sangat bersikap rahasia dan justru menanggapi komentar bodoh masyarakat."
Ada juga yang mengatakan jika penjualannya menurun karena virus tersebut, saat warga yang demam memilih masuk ke pusat perbelanjaan untuk membeli pengobatan yang tersedia di dalam.
Lebih parah lagi, dia dan yang lainnya mungkin tidak mendapat saran kesehatan yang benar terkait Covid-19.
"Pemerintah mengatakan jika kami sehat, kami tidak perlu gunakan masker," ujar salah satu warga.
Di belakangnya, salah satu temannya mengatakan dengan bercanda, tetapi mungkin ada arti mengejek: "Starling adalah 'kota anti-Corona'".