"Jadi sebetulnya identifikasi mengenai lokasi itu tidak apa-apa tapi sama sekali tidak boleh ada hal penyampaian yang terkait dengan korban," ujarnya.
"Ini saya sama sekali menyayangkan dan saya berharap tidak ada lagi pejabat kita yang menyampaikan yang melakukan seperti itu," ucap Syahrizal.
Langgar hak pribadi
Sementara itu, Komisi Informasi Pusat (KIP) mengingatkan publik untuk tidak menyebarluaskan identitas pasien terinfeksi virus corona.
Identitas yang dimaksud mulai dari daftar anggota keluarga, profesi, hingga tempat kerja.
Komisioner KIP Arif Kuswardono menyatakan, pengungkapan identitas pasien virus corona merupakan pelanggaran hak-hak pribadi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik.
"Sesuai pasal 17 huruf h dan i, informasi pribadi dikecualikan bila terkait dengan riwayat, kondisi anggota keluarga, perawatan kesehatan fisik dan psikis seseorang.”
“Pengungkapan identitas penderita corona secara terbuka adalah pelanggaran hak-hak pribadi," kata Arif dalam siaran pers pada Selasa (3/3/2020).
Arif menuturkan, informasi pribadi hanya bisa diungkap atas izin yang bersangkutan atau jika terkait pengisian jabatan publik.
Namun, dalam kasus ini, alasan kedua dianggap tidak relevan.
Ia juga mengimbau media massa untuk bersikap bijaksana saat memberitakan kejadian yang menimpa ibu dan anak pasien virus corona tersebut.
"Ketidakhati-hatian dan kekurangcermatan dapat menyebabkan viktimisasi yang bersangkutan dan berpotensi melanggar Kode Etik Jurnalistik terkait perlindungan hak pribadi," kata Arif.
Menurut Arif, perlindungan atas identitas pribadi tersebut telah dijamin pada Pasal 29G Ayat (1) Undang-undang Dasar Tahun 1945.
Baca Juga: Kasus 2 WNI yang Positif Virus Corona di Jakarta, WHO untuk Indonesia: Kami Dapat Mengantisipasinya
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR