Advertorial
Intisari-Online.com – Jumlah orang yang terinfeksi virus corona sudah mencapai 90.000 lebih di seluruh dunia.
Namun pemerintah setiap negara yang terkonfirmasi tidak ada yang menyebutkan data pribadi pasien.
Umumnya, mereka menyebut pasien pertama atau kasus pertama untuk orang yang pertama kali terinfeksi.
Begitu terus sesuai jumlah pasien yang terkonfirmasi.
Namun berbeda di Indonesia.
Setelah dikonfirmasinya 2 WNI yang positif virus corona di Jakarta, belakangan beredar informasi tentang data pribadi dua pasien yang dinyatakan positif tertular virus corona.
Informasi detail itu beredar lewat pesan di grup WhatsApp Messenger.
Dalam pesan itu, tercantum dengan jelas mengenai alamat pasien serta kronologi mereka tertular virus tersebut.
Padahal Presiden Joko Widodo hanya menyebutkan bahwa dua orang tersebut merupakan ibu berusia 64 tahun dan putrinya yang berumur 31 tahun.
Usai Jokowi memberi pernyataan, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menambahkan keterangan lain.
Dia menyebutkan, dua orang warga negara Indonesia (WNI) yang positif tertular virus corona tinggal di wilayah Depok, Jawa Barat.
Wali Kota Depok Mohammad Idris turut mengonfirmasi kabar bahwa rumah dua warganya itu beralamat di Perumahan Studio Alam, Depok, Jawa Barat.
Saat konferensi pers itu dia dan jajaran masih dalam proses pemeriksaan lebih lanjut, apakah kedua orang itu memang tinggal di sana atau ada kemungkinan tinggal di tempat lain.
"Saya belum cek langsung, namun rumahnya di Perumahan Studio Alam," kata Idris.
Pengungkapan identitas disayangkan
Menanggapi kondisi tersebut, Pengurus Pusat Bidang Politik dan Kesehatan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarat Indonesia (IAKMI) Syahrizal Syarif menyayangkan ada penyebutan identitas korban pengidap virus corona di Indonesia.
Menurut dia, privasi pasien itu harus tetap dijaga.
"Kita semua menyayangkan, saya pribadi sangat menyayangkan tindakan ataupun ketidaksensitifan dari pejabat-pejabat kita," kata Syahrizal di Gedung Mochtar, Jakarta Pusat pada Selasa (3/3/2020).
"Saya kira ini harus menjadi pelajaran yang berharap tidak boleh lagi ada yang, prinsip dasarnya harusnya tidak boleh ada yang mengarah kepada stigma ataupun menganggu privasi," tuturnya.
Menurut Syahrizal, tidak masalah jika pemerintah melakukan identifikasi lokasi kasus terjadi.
Namun, lokasi tersebut, tidak perlu disebutkan lebih detail.
"Jadi sebetulnya identifikasi mengenai lokasi itu tidak apa-apa tapi sama sekali tidak boleh ada hal penyampaian yang terkait dengan korban," ujarnya.
"Ini saya sama sekali menyayangkan dan saya berharap tidak ada lagi pejabat kita yang menyampaikan yang melakukan seperti itu," ucap Syahrizal.
Langgar hak pribadi
Sementara itu, Komisi Informasi Pusat (KIP) mengingatkan publik untuk tidak menyebarluaskan identitas pasien terinfeksi virus corona.
Identitas yang dimaksud mulai dari daftar anggota keluarga, profesi, hingga tempat kerja.
Komisioner KIP Arif Kuswardono menyatakan, pengungkapan identitas pasien virus corona merupakan pelanggaran hak-hak pribadi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik.
"Sesuai pasal 17 huruf h dan i, informasi pribadi dikecualikan bila terkait dengan riwayat, kondisi anggota keluarga, perawatan kesehatan fisik dan psikis seseorang.”
“Pengungkapan identitas penderita corona secara terbuka adalah pelanggaran hak-hak pribadi," kata Arif dalam siaran pers pada Selasa (3/3/2020).
Arif menuturkan, informasi pribadi hanya bisa diungkap atas izin yang bersangkutan atau jika terkait pengisian jabatan publik.
Namun, dalam kasus ini, alasan kedua dianggap tidak relevan.
Ia juga mengimbau media massa untuk bersikap bijaksana saat memberitakan kejadian yang menimpa ibu dan anak pasien virus corona tersebut.
"Ketidakhati-hatian dan kekurangcermatan dapat menyebabkan viktimisasi yang bersangkutan dan berpotensi melanggar Kode Etik Jurnalistik terkait perlindungan hak pribadi," kata Arif.
Menurut Arif, perlindungan atas identitas pribadi tersebut telah dijamin pada Pasal 29G Ayat (1) Undang-undang Dasar Tahun 1945.
Baca Juga: Kasus 2 WNI yang Positif Virus Corona di Jakarta, WHO untuk Indonesia: Kami Dapat Mengantisipasinya
Pemerintah beri sanksi
Presiden Joko Widodo juga memerintahkan para menterinya untuk tidak membuka data-data pribadi pasien positif corona.
Sementara itu, pemerintah menegaskan akan ada sanksi bagi pihak yang menyebarkan identitas pasien yang tertular virus corona.
"Kemenkumham, Kominfo, tadi sudah koordinasi, lapor juga ke presiden akan ada law enforcement (penegakan hukum) terhadap pelanggaran-pelanggaran itu," kata juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto, di Istana Kepresidenan, Jakarta pada Selasa (3/3/2020).
Hal ini disampaikannya menanggapi identitas dua pasien positif corona yang menyebar di media sosial.
Yurianto menegaskan tindakan menyebarkan identitas pasien itu melanggar ketentuan.
"Tolong dipegang, ada rahasia medis, tidak boleh mengekspos nama pasien. Kalau (data) itu bisa keluar, bukan dari kami," ujar Yuri.
Berkaca dari penanganan negara lain, dia mengatakan riwayat kasus pasien terinfeksi tak pernah diungkap ke publik.
Bahkan, lokasi perawatan pasien pun dirahasiakan. Misalnya, dalam penanganan kru kapal Diamond Princess yang terinfeksi Corona di Jepang.
"Pemerintah Jepang hanya mengatakan mereka dirawat di kota Shiba dan di pinggiran Tokyo. Bahkan kami nanya namanya pun tidak diberikan," katanya.
Tindakan serupa juga dilakukan pemerintah Singapura yang merahasiakan identitas Asisten Rumah Tangga (ART) yang positif Corona karena tertular majikan beberapa waktu lalu.
"Nama ini tidak ada, secara etis nama tidak diberikan, tidak boleh dikeluarkan."
"Dan itu kami pegang," ucap Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan itu.
(Dian Erika Nugraheny)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Kecaman dan Ancaman Sanksi bagi Pengungkap Identitas Pasien Corona")
Baca Juga: 'Walau Virusnya Mematikan, Tapi 81% Infeksi Corona Efeknya Ringan dan Bisa Sembuh Total'