Advertorial

Siapa Sangka, Peraih Nobel Ini Pernah Guncang Dunia Lewat Penelitian tentang SD Inpres di Indonesia, Bangga atau Justru Miris?

Ade S

Editor

Peraih Nobel Esther Duflo pernah meneliti tentang program SD Inpres yang dijalankan oleh rezim Orde Baru di bawah titah Presiden Soeharto.
Peraih Nobel Esther Duflo pernah meneliti tentang program SD Inpres yang dijalankan oleh rezim Orde Baru di bawah titah Presiden Soeharto.

Intisari-Online.com -Penghargaan berupa Hadiah Nobel baru saja diberikan kepada tiga orang ekonom, Senin (15/10/2019).

Mereka dianggap berperan besar dalam upaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan secara global.

Menurut Komite Hadiah Nobel, ketiga ekonomo yang terdiri atasAbhijit Banerjee, Esther Duflo dan Michael Kremer tersebut mampu menginisiasi pendekatan untuk mengurangi kemiskinan dengan berbasis pada desain eksperimen.

Desain eksperimen tersebut nantinya akan menjadi jawaban dari sebuah pertanyaan-pertanyaan terkait kebijakan tertentu.

Baca Juga: Brenton Tarrant Mengaku Berhak Mendapatkan Penghargaan Nobel Perdamaian Karena Penembakan yang Dilakukannya

Namun, tahukah Anda bahwa ada peran "Indonesia" dalam keberhasilan salah sati perain Nobel tersebut.

Esther Duflo pernah secara khusus meneliti tentang program SD Inpres yang dijalankan oleh rezim Orde Baru di bawah titah Presiden Soeharto.

Penelitian tersebut diklaim mengguncang dunia, khususnya terkait bidang ekonomi pembangunan.

Bagaimana bisa? Simak uraiannya berikut ini.

Baca Juga: Kiprah Nadia Murad, Dipaksa Jadi Budak Seks ISIS, Lalu Jadi Pejuang HAM, hingga Meraih Nobel Perdamaian 2018

Penelitian yang dimaksud berjudul "Schooling and Labor Market Consequences of School Construction in Indonesia: Evidence from an Unusual Policy Experiment" (konsekuensi sekolah dan pasar tenaga kerja dari pembangunan sekolah di Indonesia: bukti dari eksperimen kebijakan yang tidak biasa).

Diterbitkan pada Agustus 2000, penelitian ini fokus pada program SD Inpres pada periode 1973-1978.

Dalam periode tersebut, tidak kurang dari 60.000 SD Inpres didirikan oleh pemerintahan Soeharto.

Perempuan berusia 46 tahun, usia yang membuatnya mendapat predikat tokoh peraih Nobel termuda selama 50 tahun terakhir, tersebut sangat tertarik dengan program SD Inpres.

Baca Juga: Mantan Budak Seks ISIS yang Berhasil Melarikan Diri Itu Kini Diganjar Hadiah Nobel Perdamaian

Program ini sendiri hadir seiring dengan keluarnya Instruksi Presiden Nomoer 10 tahun 1973 tentang Program Bantuan Pembangunan Gedung SD.

Dulu, SD dengan label "inpres" kerap dipanggil sebagai "sekolah kecil".

Selain karena ukurannya, juga karena lokasinya yang berada di daerah terpencil serta dihuruskan untuk anak-anak dari kalangan keluarga miskin.

SD Inpres biasanya didirikan di wilayah yang penduduknya berpenghasilan rendah.

Baca Juga: Tak Banyak yang Menyangka, Adolf Hitler Pernah Mendapatkan Nominasi Nobel Perdamaian

Dari penelitiannya tersebut, Duflo menemukan bahwa program SD Inpres berhasil meningkatkan taraf pendidikan, juga pendapatan masyarakat Indonesia.

Jumlah anak-anak yang mendapat akses pendidikan meninkat.

Sementara dari sisi ekonomi, upah masyarakat meningkat seiring dengan banyaknya anak yang terdidik sebagai dampak munculnya SD Inpres di banyak wilayah di Indonesia.

Meski dikenal sebagai Inpres yang merupakan akronim dari Instruksi Presiden, pada dasarnya SD Inpres bukan dicetuskan oleh Soeharto.

Baca Juga: Buktikan Ramalan Einstein Seabad yang Lalu Bukan Omong Kosong, Tiga Ilmuwan Ini Diganjar Nobel Fisika 2017

AdalahWidjojo Nitisastro, seorang teknokrat yang memunculkan ide tentang SD Inpres di Indonesia.

Baca Juga: Buktikan ‘Omong Kosong’ Einstein yang Dipaparkan Seabad Lalu, ‘Kicauan Semesta’ Raih Nobel 2017

Artikel Terkait