Advertorial

Kenapa Komite Nobel Tak Bisa Mencabut Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi?

Moh Habib Asyhad

Editor

Surat wasiat pemrakarsa Hadiah Nobel, Alfred Nobel, maupun Yayasan Nobel tidak mengatur tentang kemungkinan menarik kehormatan itu dari para pemenangnya.
Surat wasiat pemrakarsa Hadiah Nobel, Alfred Nobel, maupun Yayasan Nobel tidak mengatur tentang kemungkinan menarik kehormatan itu dari para pemenangnya.

Intisari-Online.com - Lepas dari kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Myanmar, Komite Nobel tak bisa mencabut Hadiah Nobel Aung San Suu Kyi. Suu Kyi memperoleh hadiah itu pada 1991 lalu.

Komite Nobel Institut Nobel Norwegia, Jumat (8/9), menyatakan surat wasiat pemrakarsa Hadiah Nobel, Alfred Nobel, maupun Yayasan Nobel tidak mengatur tentang kemungkinan menarik kehormatan itu dari para pemenangnya.

(Baca juga:Soal Rohingya, Aung San Suu Kyi Salahkan ‘Teroris’ dan ‘Gunung Besar Informasi Palsu’)

Kita tahu, sebuah petisi di Internet yang ditandatangani oleh lebih dari 386 ribu orang di Change.org menyerukan agar Hadiah Nobel Perdamaian itu dilucuti dari Suu Kyi, sehubungan dengan persekusi terhadap kelompok minoritas Muslim Rohingya di Myanmar.

Aung San Suu Kyi dilahirkan pada 19 Juni 1945.

Ayahnya, Aung San, merundingkan kemerdekaan dari Inggris pada 1947, dan dibunuh oleh saingannya pada tahun yang sama.

Aung San Suu Kyi tumbuh bersama ibunya, Khin Kyi, dan dua saudara laki-laki, Aung San Lin dan Aung San U in Yangon.

Aung San Lin tenggelam dalam kolam renang saat Suu Kyi masih berumur delapan tahun. Suu Kyi bersekolah di sekolah Katolik Inggris di Burma, tempat ia menghabiskan sebagian besar masa kecilnya.

Khin Kyi memperoleh kehormatan sebagai tokoh politik dalam pemerintahan Burma yang baru terbentuk.

Khin Kyi Ma ditunjuk sebagai duta besar Burma di India pada tahun 1960, dan Aung San Suu Kyi mengikutinya ke sana, dan lulus dari Lady Shri Ram College di New Delhi pada tahun 1964.

Suu Kyi melanjutkan pendidikannya di St Hugh's College, Oxford, memperoleh gelar B.A. dalam bidang Filosofi, Politik, dan Ekonomi pada tahun 1989.

Setelah lulus, ia melanjutkan pendidikannya di New York, dan bekerja untuk pemerintah Persatuan Myanmar.

Pada tahun 1972, Aung San Suu Kyi menikah dengan Dr. Michael Aris, seorang pelajar kebudayaan Tibet. Tahun berikutnya, ia melahirkan anak laki-laki pertamanya, Alexander, di London; dan pada tahun 1977 dia melahirkan anak kedua, Kim, yang belajar di George Washington University dari Januari 1991 sampai Februari 1991.

Pada 1991, ia menerima Penghargaan Nobel Perdamaian atas perjuangannya dalam memajukan demokrasi di negaranya tanpa menggunakan kekerasan dalam menentang kekuasaan rezim militer.

(Baca juga:Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi: Aung San Suu Kyi Tak Pantas Menerima Nobel Perdamaian)

Ia dibebaskan secara resmi oleh junta militer Myanmar pada tanggal 13 November 2010 setelah mendekam sebagai tahanan rumah selama 15 tahun dari 21 tahun masa penahanannya sejak pemilihan umum tahun 1990.

Sejak 6 April 2016, Suu Kyi menjabat sebagai State Counsellor atau penasihat negara

Artikel Terkait