Advertorial
Intisari-Online.com - Bacharuddin Jusuf Habibie muda menempuh pendidikan selama beberapa bulan saja di Fakultas Teknik Institut Teknologi Bandung pada 1954.
Kemudian, ia melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang di Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule Jerman.
Habibie menerima gelar Diplom Ingenieur pada 1960 dan gelar Doktor Ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cumlaude dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean.
Habibie memiliki rumus yang dinamakan "Faktor Habibie" karena bisa menghitung keretakan atau krack propagation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang.
Baca Juga: Beginilah Kisah Perkenalan Soeharto dengan BJ Habibie, Jauh Sebelum Bergelut di Dunia Politik
Untuk itu, Habibie dijuluki "Mr Crack" karena keahliannya itu. Di Jerman, Habibie pernah menjadi Kepala Riset dan Pengembangan Analisis Struktur pada perusahaan Hamburger Flugzeugbau Gmbh.
Dia bahkan menjadi wakil presiden dan direktur teknologi, serta penasehat senior perusahaan itu.
Habibie juga sempat bekerja di Messerschmitt-Bolkow-Blohm, perusahaan penerbangan yang berpusat di Jerman, sebelum kembali ke Indonesia pada 1973.
Ia memenuhi permintaan Presiden Soeharto untuk mengabdikan ilmunya di Indonesia.
Berdasarkan pemberitaan Kompas.com pada Februari 2017, Habibie menyatakan, tidak bisa dibayangkan apabila Indonesia tidak memiliki pesawat terbang.
Untungnya, Indonesia berhasil membuktikan kemampuan untuk bisa membuat pesawat terbang sendiri.
"Kita harus sangat sadari bahwa industri strategis dan khususnya dirgantara, adalah produk sepanjang masa yang dibutuhkan Indonesia," kata Habibie di sela-sela Presidential Lecture di Bank Indonesia (BI), Senin (13/2/2017).
Pada April 2015, Habibie memperkenalkan rancangan pesawat baru yang digarap oleh Regio Aviasi Industri, perusahaan yang didirikannya.Pesawat itu dinamakan R80.
Untuk membuat pesawat ini, Habibie meminta bantuan kepada Presiden Joko Widodo.
"Yang kami butuhkan adalah dukungan pemerintah untuk financing bagian Indonesia. Bagian swasta dan luar negeri, mereka akan ikut kalau dari pemerintah ikut menyumbang dalam arti mengatakan 'silakan' karena industri pesawat terbang seperti Boeing dan Airbus dapat bantuan yang sama," ujar Habibie kepada Jokowi saat menunjukkan miniatur R80.
Habibie memaparkan kehebatan dari R80. Menurut dia, pesawat yang digerakkan oleh baling-baling memiliki kelebihan seperti mampu mengangkut penumpang dalam jumlah banyak, yakni antara 80-90 orang, waktu berputar yang singkat, hemat bahan bakar, dan perawatan yang mudah.
Habibie menyebut bahwa pesawat ini nantinya tidak kalah hebatnya dibandingkan Boeing 777.
Pesawat R80, lanjut dia, sangat tepat digunakan untuk tipe bandara sedang yang banyak ada di Indonesia.
Targetnya, proyek ini dapat diproduksi massal pada 2024.
Sosok Bacharuddin Jusuf Habibie memang tak lepas dari pesawat terbang.
Baca Juga: Mengenang BJ Habibie, Rudy Muda yang Rutin Menunaikan Ibadah Salat di Gereja
BJ Habibie bahkan mendapat predikat sebagai Bapak Teknologi Indonesia berkat kompetensinya dalam teknologi pesawat terbang.
Mengutip Deputi Direktur Keuangan Urusan Pendanaan PT Regio Aviasi Industri (RAI) Desra Firza Ghazfan, Habibie adalah salah satu saja dari angkatan pertama generasi dirgantara yang dikirimkan Presiden pertama RI Soekarno ke berbagai negara untuk belajar membuat pesawat.
Selamat jalan, Pak Habibie...
(Bayu Dwi Mardana Kusuma)
Artikel ini telah tayang di fotokita.grid.id dengan judul "Tinggalkan Jabatan Ahli Pesawat di Jerman, BJ Habibie Pulang Kampung. Sayang, Ia Tak Akan Pernah Melihat Pesawat Bikinannya Mengudara di Angkasa Nusantara"