Advertorial
Intisari-Online.com – Indonesia berduka kehilangan sosok luar biasa yang memajukan teknologi di negara tercinta ini.
BJ Habibie, Presiden RI ke-3, ini meninggalkan kita pada hari Rabu (11/9) setelah beberapa waktu dirawat di RSPAD Gatot Subroto.
Jejak perjalanan hidupnya menjadi orang besar seolah sudah dipersiapkan oleh “dunia” sekitarnya.
Sang ayah membekalinya dengan filosofi “mata air”, sumpah ibu untuk memberi pendidikan setinggi mungkin, dan tentu saja kerja keras dan kesetiaannya pada cita-cita.
Baca Juga: Kumpulan Quote dari BJ Habibie tentang Cinta, Anak Muda dan Pemimpin
Akhirnya, Indonesia memiliki Bacharuddin Jusuf Habibie seperti yang kita kenal sekarang ini. Seorang ilmuwan unggul, perintis industri kedirgantaraan, presiden, dan negarawan sejati.
Tulisan berikut ini pernah dimuat di Majalah Intisari dalam rubrik Cukilan Buku, yang diambil dari buku RUDY, Kisah Masa Muda yang Visioner, dan dicukil oleh Djati Surendro.
Jadwal kuliah yang padat, saat lapar dan lelah, uang kiriman yang terbatas, kerinduan pada keluarga, semuanya membuat pikiran Rudy sumpek.
Baca Juga: Dikenal Sebagai Sosok yang Jenius, Rupanya Beginilah Didikan Orangtua BJ Habibie Sejak Kecil
Semua bisa dilepaskan setelah ia beristirahat dan bersembahyang di gereja. Setiap akan masuk gereja Rudy selalu menggumamkan kalimat yang sama untuk meminta izin kepada Allah SWT.
“Ya Allah, gedung ini dibuat oleh orang yang percaya kepada-Mu. Mereka juga yakin kepada-Mu seperti saya yakin kepada-Mu. Namun saya yakin bahwa orang itu, sebagaimana saya menyadari bahwa hanya ada satu Tuhan. Bolehkah saya, dengan cara saya, masuk ruangan ini tanpa mengganggu yang lain? “
Di gereja ini pula Rudy bertemu dengan YB Mangunwijaya, mahasiswa arsitektur yang berusia tujuh tahun lebih tua darinya.
Awalnya ia tidak tahu bahwa Mangunwijaya adalah seorang pastor. Dikiranya panggilan Romo yang disematkan ke YB Mangunwijaya oleh anak-anak Indonesia di sana itu adalah bahasa Jawa dari Rama.
Rudy sangat menghormati Romo Mangun. Pada saat tertentu ketika sedang galau, letih, dan putus asa, ia tak sungkan curhat pada Romo.
Termasuk ketika Maminya memaksakan “proyeknya” dengan mengirim foto-foto Ainun plus bumbu-bumbu … Ini mantan adik kelasmu dulu, sekarang sudah jadi dokter. Gimana? Dia cantik, kan ...?
Padahal saat itu ia masih nyaman berhubungan dengan Ilona. Romo Mangun lalu menyarankan Rudy pulang dulu, istirahat. Terlebih sudah tujuh tahun Rudy tidak pulang ke Tanah Air.
Kepulangannya ke Tanah Air seakan menggenapi jejak perjalanan Rudy yang sudah diatur oleh Sang Empunya hidup.
Baca Juga: BJ Habibie Temui Sang Kekasih Hati, Ainun Habibie, di Keabadiaan
Pun pula menjadikannya sebagai manusia komplet seperti yang diinginkan oleh Ibunya. Ketika bertemu kembali dengan Ainun, Rudy menyadari bahwa gula jawa itu sudah berubah menjadi gula pasir.
Ainun sudah menjadi gadis rupawan yang cerdas.
Setelah perjumpaan malam itu, tak ada orang lain di pikiran Rudy selain Ainun. Ramalan guru fisika SMA Dago sekian tahun lalu itu akhirnya menjadi kenyataan.
Sejarah mencatat, Sabtu 12 Mei 1962, Bacharuddin Jusuf Habibie mempersunting Hasri Ainun Besari di Ranggamalela, Bandung.
Beberapa hari setelah pernikahannya, Rudy kembali ke Jerman untuk menyelesaikan studi S3-nya.
Kali ini ia tidak lagi sendirian. Kini ia punya teman untuk mewujudkan cita-citanya. Teman yang akan mengingatkannya kalau sedang jatuh.