Bahkan, melalui mentol sebagai zat tambahan dalam rokok, industri tembakau secara implisit mempromosikan merokok di bawah umur, yang menghasilkan lebih banyak kesulitan bagi para perokok muda untuk berhenti merokok (DKFZ, 2012; Kreslake 2008).
Karena mentol memiliki berbagai efek fisiologis, maka mentol meningkatkan daya tarik rokok kepada remaja.
Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa sebagian besar perokok adalah orang yang tidak mampu membuat keputusan rasional, termasuk remaja dan orang yang tidak berpendidikan (WHO, 2012; Dwyer 2009).
Menurut beberapa penelitian (DHHS, 2012; Hayashi, 201; Goodin, 1989), keputusan remaja untuk mengambil rokok dan terus merokok bukanlah pilihan asli mereka.
Mereka telah dijerat oleh yang lain, termasuk industri tembakau. Sayangnya, mengingat remaja adalah sumber utama perokok baru, industri tembakau tidak punya pilihan lain selain mengubah remaja menjadi perokok kecanduan sedini mungkin.
Sebuah penelitian telah mengkonfirmasi bahwa remaja adalah target utama pemasaran rokok (Nichter, 2009).
Bahkan, upaya terbatas pemerintah Indonesia untuk mengendalikan iklan rokok telah dimanfaatkan oleh perusahaan tembakau multinasional untuk menyesuaikan kebijakan mereka agar sesuai dengan situasi.
Misalnya, British American Tobacco (BAT) telah melarang iklan yang mengaitkan merokok dengan orang-orang sukses atau kecakapan seksual, tetapi BAT telah membebaskan diri dari kebijakan di Indonesia (Bland, 2013).
Terbukti, laporan WHO baru-baru ini menunjukkan bahwa merokok pada remaja Indonesia meningkat dua kali lipat dari 12,6% pada 2006 menjadi 23,5% pada 2010 (WHO, 2013b).
KOMENTAR