Juri dari sayembara itu antara lain Bung Karno dan almarhum Prof. Moh. Yamin SH.
Karangan pak Sayuti mendapat hadiah pertama. Tetapi yang menerima hadiahnya bukan penulisnya yang pada saat penyerahan hadiah masih meringkuk dalam penjara, melainkan R.M. Hadikusumo yang kedudukannya sebagai Mantri Penjara dipimjam oleh pak Sayuti.
Pada peristiwa 3 Juli 1947 pak Sayuti masuk penjara lagi sampai 2 tahun, sekalipun akhirnya dibebaskan karena ia memang tak ikut dalam gerakan itu.
Perjuangan pak Sayuti dan bu Trimurti dianugerahi oleh Pemerintah dengan pengangkatan mereka sebagai Mahaputera.
Dianugerahi juga 2 orang anak lelaki, yang satu kadet AMN, satunya lagi calon sarjana ekonomi seperti ibunya. Sudah 1 tahun lebih Bu Trimurti memperdalam ilmu di Yugoslavia.
Kalau mau, dengan bakat dan jasa perjuangan seperti pak Sayuti suami-istri, tak sukar kiranya menciptakan suasana hidup mewah.
Tetapi suami-istri itu tetap setia kepada prinsip perjuangan. Hidup mereka tetap di rumah Kramat Lontar yang amat sederhana dan karena itu menyegarkan jiwa.
Sering ia berkata, “Sudah 40 tahun saya berjuang. Paling lama 5 – 10 tahun lagi saya hidup. Karena itu tak mau saya nodai perjuangan saya karena kedudukan ataupun rasa takut.”
Tulisan-tulisannya terus terang, jujur, bukan mencerminkan penyanjungan yang mempunyai pamrih, melainkan keyakinan yang dihayati sehari-hari.
Seorang rekan berkata, “Jika Proklamasinya masih murni.”
(Seperti dimuat dalam Majalah Intisari edisi Agustus 1964)
Baca Juga: Kisah Lusinan Surat Bung Karno yang Punya Peran Vital dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
KOMENTAR