Intisari-Online.com - Sebelum membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Soekarno (Bung Karno) sempat menemui penguasa Jepang di Indonesia (Jakarta), Laksamana Maeda untuk meminta pendapat.
Tapi pemimpin pasukan Jepang yang sudah tidak memiliki kekuasaan itu terkait penyerahan Jepang kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945, tidak bisa memberikan pendapat dan bantuan apa-apa.
Pasalnya pasukan Jepang di Indonesia mulai tanggal 15 Agustus harus tunduk pada peraturan Sekutu dan hanya bertugas secara polisional untuk menegakkan ketertiban sipil di seluruh Indonesia.
Setelah pasukan Sekutu tiba di Indonesia untuk melucuti senjata pasukan Jepang, kekuasaan di Indonesia yang untuk sementara secara status quo dipegang Jepang kemudian diserahkan kepada pasukan Sekutu.
Tapi yang membuat Bung Karno terkejut, Laksamana Maeda melalui ajudannya, Kolonel Nishimura melarang keras jika Indonesia akan memproklamirkan kemerdekaan secara mandiri.
Sebab oleh Sekutu, pasukan Jepang di Indonesia sudah diperintahkan untuk tidak mengubah keadaan apapun terkait struktur pemerintahan mulai dari pusat hingga tingkat daerah.
Menyadari bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus dilakukan secara mandiri dan jika Jepang melarang ternyata harus dilawan, maka sehari sebelum pembacaan teks proklamasi Bung Karno segera melakukan antisipasi.
Ketika akan menulis teks proklamasi di atas sobekan buku tulis bergaris-garis biru menggunakan pena pinjaman seorang rekannya, Bung Karno sebenarnya dalam kondisi lelah, kurang tidur, dan sedang terserang penyakit malaria.
Baca juga: Saat Bung Karno Batal Dibunuh Dengan Cara Keji: Dilempar dari Pesawat
Dengan suhu tubuh mencapai 40 derajat celsius dan menggigil karena kedinginan, Bung Karno mulai menulis teks Proklamasi Kemerdekaan.
Setelah itu Bung Karno kembali menulis berlusin-lusin surat yang kemudian diberikan kepada para pemimpin organisasi, komandan pasukan PETA, para tokoh pemuda, dan lainnya agar segera mempersiapkan diri untuk mengantisipasi keadaan ketika naskan Proklamasi Kemerdekaan dibacakan pada 17 Agustus 1945.
Satu malam menjelang 17 Agustus 1945, semua surat disebarkan dan berita dari surat juga disebarkan melalui mulut ke mulut, melalui telepon, dari rumah ke rumah, dan lainnya.
Source | : | dari berbagai sumber |
Penulis | : | Agustinus Winardi |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR