Kemudian ketahuan dan dipenjarakan. Pada tahun 1937 dibebaskan, tetapi harus meninggalkan wilayah Inggris.
Ternyata mereka sudah “tst” dengan pemerintah Belanda, buktinya sampai di Jawa terus langsung dimasukkan penjara.
Baru tahun 1938 dibebaskan. Terus ke Semarang dan bekerja sebagai penjual kain.
Di sana bertemu dengan Sulastri alias S.K. Trimurti, murid Bung Karno yang pada masa itu memimpin majalah Suara Marhaeni.
Dalam penjara tahun 1937, pak Sayuti merasa paling bahagia. Mengapa? Karena dalam penjara ia merasa lebih “bebas” daripada di luar penjara.
Bebas membaca buku, makan, tidur, berpikir. Orangtua, saudara, sengaja tak ia pikirkan agar tak menyedihkan hati, malahan memberitahu kepada mereka pun tidak.
Di Semarang ada surat kabar Sinar Selatan yang dipimpin oleh seorang Jepang, Hiraki namanya. Pak Sayuti sering menulis tajut untuk surat kabar itu. Akibatnya ia masuk penjara lagi.
Kemudian ia menerbitkan majalah Pesat, sampai 1941. Dalam zaman Jepang masuk penjara lagi.
Dari penjara ia ikut sayembara mengarang tentang “Kebudayaan dan Kemerdekaan” dengan nama samaran Mantri Penjara.
Baca Juga: Inilah Makna Mistis Angka 17 Sehingga Dipilih Sebagai Tanggal Proklamasi Oleh Bung Karno
KOMENTAR