Advertorial
Intisari-Online.com – Sebuah kisah mengerikan terjadi di Pati, Jawa Tengah.
Dilansir dari video.tribunnews.com pada Kamis (13/6/2019), seorang bocah berusia 10 tahun bernama Muhamad Khoirul Muhaimin menderita luka bakar.
Hal ini karena warga warga Desa Karangrejo RT 4 RW 1 Kecamatan Pucakwangi, Pati ini dibakar oleh teman-teman sebayanya.
Hal tersebut disampaikan oleh akunFacebookPutra Kendalpada Selasa (11/6/2019).
Baca Juga: Barbie Kumalasari Ngaku Berhubungan Intim Sampai 8 Kali dalam Sehari, Wajarkah Secara Medis?
Menurut ibu Khoirul, Khusna (39), korban disiram oleh teman sebayanya yang juga berusia 10 tahun dengan spirtus dan campuran pertalite saat sedang bermain bersama pada Selasa (4/6/2019).
Awalnya, Khoirul dipanggil pelaku dan diajak bermain bersama teman yang lain.
Tiba-tiba saja Khoirul balik rumah dengan kondisi muka terbakar dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Budi Agung Juwana.
"Selasa siang sekitar jam dua, dia pulang sudah dengan keadaan terbakar sambil teriak panas. Gak betah aku buk, panas," terangnya.
Alhasil korban langsung dibawa ke rumah sakit setempat karena luka bakarnya cukup parah.
Untuk penyebab, Khusna mengaku tak tahu menahu kenapa pelaku bisa tega melakukan hal tersebut kepada anaknya, tetapi dia mengatakan katanya pelaku ada dendam.
"Saya tidak tahu kenapa seperti itu, katanya dendam. Tapi tidak tahu dendam karena apa," lanjut Khusna.
Tentu saja kita berharap apa yang terjadi Khoirul, tidak pernah terjadi pada anak-anak kita.
Oleh karenanya, orangtua wajib mengajarkan meminta maaf dan memberi maaf kepada anak-anak sejak mereka masih kecil.
Kita terkadang sering berbuat salah, tetapi tetap harus mau membuka hati untuk mengulurkan tangan dan meminta maaf.
Meminta maaf dan memaafkan adalah salah satu resep untuk memulihkan hubungan yang kadang terganggu oleh sikap menyakiti atau mengganggu, baik disengaja maupun tak disengaja.
Karenanya, jangan bosan untuk terus melatih/membiasakan anak meminta maaf/memaafkan.
Sebab anak-anak yang tidak maumeminta maafbisa tumbuh menjadi sosok egois.
Anak bukan tidak mungkin akan kehilangan teman, miskin empati, dan cenderung suka menyalahkan orang lain untuk kesalahan yang dilakukannya.
Anak yang sulit memaafkan bisa dikategorikan sebagai pendendam.
Hatinya selalu gelisah karena masalah dengan teman-temannya.
Efeknya sama saja, dijauhi lingkungan.
Karena itu, jika sudah dilatih berulang-ulang anak tetap tidak mau meminta maaf/memaafkan, maka harus digali apa penyebabnya.
Bila dirasa perlu orangtua bisa melibatkan ahli dalam hal ini psikolog anak.
Ingat, orangtua menjadi sumber peniruan anak.
Orangtua pun harus mau meminta maaf jika berbuat salah, termasuk jika bersalah pada anak.
Dengan demikian, anak belajar, “Oh, kalau aku salah, aku harus minta maaf. Bunda juga kalau salah sama aku minta maaf, kok."
Tentu anak pun harus tahu, setelah ibu minta maaf, ibu tak pernah mengulangi kesalahannya lagi.
Jangan malah melakukan kesalahan yang sama danmeminta maaflagi.
Kalau seperti itu, yang akan dingat anak adalah ternyata minta maaf itu enggak ada artinya.
Berikan contoh konkret pada anak pentingnya membuka hati memberi maaf pada orang lain.
Jadikan hal ini sebagai kebiasaan sehari-hari di rumah.
Di usia ini contoh dari orangtua lebih mudah diikuti ketimbang sekadar menyuruhnya.
Jangan bosan untuk terus mengingatkannya.
Ketika anak lupameminta maafsetelah melakukan kesalahan, orangtua harus mengingatkannya.
Pembiasaan seperti ini akan membuat anak tahu apa yang harus dilakukannya ketika dia melakukan kesalahan.
Begitu juga kalau ada yang meminta maaf padanya, ia harus segera menyambut uluran tangan itu.