"Mereka menafsirkan tanpa pernah wedikitpun bertanya/tabayyun. Jika segitiga dilarang, maka di dunia ini geometri tinggal tersisa kotak dan lingkaran. Maka masjid-masjid tropis dengan atap ala pendopo pun harus dihancurkan? Kita ikuti akal sehat saja," balasnya.
Tak sampai di situ, Ridwan Kamil menjelaskan mengenai arsitektur Masjid Al Safar melalui Twitter-nya. Ia menjelaskan hal tersebut dengan keilmuan arsitektur.
Selain itu, Ridwan Kamil juga mengajak masyarakat yang bertandang ke masjid tersebut untuk fokus beribadah.
"Masjid Al Safar adalah eksperimentasi teori lipat Folding Architecture. Jika eksperimentasi bentuk itu ditafsir, ya tentu tidak bisa dihindari.
Tapi jika disimpulkan bahwa bentuk-bentuknya adalah menerjemahkan simbol-simbol iluminati dkk, saya kira itu tidak betul. Mari fokus saja ibadah kepada Allah," tulisnya.
Ridwan Kamil juga menjelaskan mengenai seni dalam Islam. Menurutnya, seni dalam Islam tidak memperlihatkan makhluk hidup tetapi bermain dengan rumus geometri.
"Ijtihad memajukan seni atau arsitektur Islam terus dilakukan agar berkembang maju. Seni dalam Islam tidak memperlihatkan mahluk hidup, tapi bereksperimentasi dgn rumus geometri.
Teori lipat Folding Architecture adalah metode mencari kekayaan geometri baru yg digunakan di Masjid Al Safar."
Source | : | Tribunnews.com,Grid.id |
Penulis | : | Ade S |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR