Pak Roem, yang selalu didampingi istrinya ke mana pun ia pergi dan Kustiniyati Mochtar tidak ikut pulang ke Jakarta. Mereka masih meneruskan wawancara keesokan paginya.
"Mungkin saya dibuang"
Seperti pada pertemuan-pertemuan lainnya, wawancara sepanjang hari itu digunakan pula untuk mengecek hal-hal yang meragukan dan memerlukan penjelasan dari tangan pertama.
Bagaimana, umpamanya, menuliskan namanya, karena ejaan yang tercantum dalam buku-buku dan penerbitan pers berbeda-beda.
Bukan Hamengkubuwono, apalagi Hamangkubuwono dan bukan pula Hamangkubuwana atau Hamengkubuwana, katanya. Melainkan Hamengku Buwono dituliskan dengan dua kata - atau dulu, semasa ejaan lama, Hamengkoe Boewono.
Kami juga mengajukan pertanyaan hipotetis: Apa yang akan terjadi seandainya ia tidak bersedia menandatangani kontrak politik dengan Belanda sebelum dinobatkan sebagai sultan?
Pertanyaan ini diajukan karena ada bagian penting dalam "Surat perjanjian antara pemerintah Hindia Belanda dan Kesultanan Yogyakarta" itu yang tidak sesuai dengan keinginannya.
Misalnya, masalah pepatih dalem (patih, serupa perdana menteri) yang mendapat gaji dari pemerintah Hindia Belanda dan kesultanan dan bertanggung jawab kepada kedua pihak.
Ia adalah pegawai pemerintah Belanda dan kesultanan pada saat yang bersamaan. Ini berarti, sebelah kakinya berada di kesultanan, tetapi kaki lainnya berada di pihak Belanda.
Ia sadar bahwa dalam kedudukan demikian sang patih dapat menjadi alat Belanda yang bisa diadu domba dengan sultan. Sejarah menunjukkan bahwa konflik seperti itu tidak jarang terjadi pada masa silam.
Tetapi dalam perundingan dengan Gubernur Lucien Adam, Sri Sultan gagal memenangkan tuntutannya agar pepatih dalem sepenuhnya menjadi pejabat kesultanan.
Seandainya ia membiarkan perundingan itu berakhir dengan jalan buntu karena tidak semua tuntutannya dipenuhi, "Saya mungkin dibuang," kata nya singkat. Jika itu terjadi, menurut perkiraannya, tahta Kesultanan Yogyakarta mungkin akan ditawarkan oleh Belanda kepada salah seorang saudaranya atau sepupunya.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR