Find Us On Social Media :

Pilkada 2018: Inilah Alasan Metode Coblos Diganti jadi Contreng, Benarkah Lebih Aman dari Manipulasi?

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 27 Juni 2018 | 10:30 WIB

Baca juga: Demo 4 November: Demonstrasi Identik Dengan Demokrasi?

Ini untuk menjaga kemungkinan adanya kesalahan dalam menandai karena masyarakat belum terbiasa dengan mencentang.

Toh masih banyak pihak beranggapan, putusan itu tetap menyimpan potensi konflik, karena memperluas jenis tanda yang dituliskan oleh pemilih yang dapat diterima.

Kemungkinan besar dapat terjadi berbagai konflik di tempat pemungutan suara (TPS) terutama saat penghitungan suara, sebab masing-masing orang memiliki tafsirannya sendiri mengenai sah atau tidaknya satu surat suara.

Apalagi sosialisasi Peraturan KPU mengenai hal ini sangat minim. Kontroversi terakhir muncul akibat diterbitkannya Aturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Di dalamnya disebutkan, surat suara sah berisi pemberian tanda satu kali, namun pemberian tanda lebih dari satu kali di kolom nama caleg dan gambar partai yang sama pun dianggap sah.

Hal ini dapat dianggap tidak konsisten dengan ketentuan UU Pemilu No. 10/2008. Selain itu juga tidak senapas dengan Putusan MK yang menghapus Pasal 214 UU Pemilu dan menegaskan prinsip suara terbanyak.

Ah, bicara kontroversi memang tidak ada habis-habisnya. Jadi, ya nikmati saja pesta demokrasi kali ini dengan segala perubahan yang dibawanya. Yang penting sekarang, "selamatkan" suara masing-masing dengan memahami, era Mr. Coblos sudah lewat.

Seraya mengucap selamat datang pada Mr. Contreng. (Yolanda Panjaitan – Intisari April 2009)

 Baca juga: Demokrasi Jalanan Jokowi Juga Diimpor Jepang