Find Us On Social Media :

Pilkada 2018: Inilah Alasan Metode Coblos Diganti jadi Contreng, Benarkah Lebih Aman dari Manipulasi?

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 27 Juni 2018 | 10:30 WIB

Di India pula, pernah diterapkan tata cara pemberian suara yang lagi-lagi mencoba  mengakomodir kepentingan mereka yang buta aksara. Yakni dengan menggunakan alat bantu berupa stempel, yang sudah disediakan di dalam bilik suara.

Pemilih yang tidak bisa membaca tinggal memberikan cap pada kotak yang di dalamnya terdapat profil caleg dan tanda gambar partai yang mereka pilih.

Setali tiga Uang dengan pemiiihan presiden di Ghana pada 1996, pemilih dapat memberikan suaranya dengan hanya menempelkah cap jempolnya di kotak yang tersedia di sebelah nama caloh presiden yang didukung.

Nama calon presiden itu juga dilengkapi dengan gambar lambang partai, supaya pemilih tak salah piiih.

Itu tadi contdh di negara-negara berkembang, yang rata-rata menyesuaikan tata cara memberikan suara dengan kondisi masyarakatnya. Bagaimana dengan cara memberikan suara di negara maju?

Baca juga: Menurut Survei, Mayoritas Masyarakat Inginkan Demokrasi Pancasila Jadi Perekat Bangsa

Jika Anda jalan-jalan ke Amerika Serikat saat pemilu dilangsungkan, pasti geleng-geleng kepala. Cara memberikan suara di satu negara bagian dan negara bagian lainnya ternyata bisa berbeda.

Sebagian mensyaratkan pemberian tanda silang,atau centang pada nama kandidat, sebagian lain dengan menghitamkan lingkaran di sebelah nama kandidat. Jadi, dalam satu negara pun ternyata aturannya bisa beda-beda.

Diseiimuti beragam kontroversi

Di Indonesia, sepanjang sejarah republik ini, telah 9 kali pemilu diseienggarakan, yakni pada 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997,. 1999, dan 2004. Selama rentang waktu tersebut, rakyat hanya mengenal "mencoblos" sebagai cara untuk menyumbang suara.

Di dalam bilik suara, pemilih dipersilakan memilih dengan mencobios pada nama caleg atau tanda lambang partai. Alat untuk mencobios yang, disediakan di dalam biiik suara biasanya paku.

Di era reformasi, muncul pemikiran untuk mengganti cara memilih yang enggak trendi tersebut.  Hare gene kok masih nyoblos pake paku, begitu kira-kira jalan pemikiran orang-orang di Komite Pemilihan Umum (KPU).