Find Us On Social Media :

Wardiman Djojonegoro Dan Kesetiaannya Menjadi Provokator Budaya Panji

By Moh. Habib Asyhad, Selasa, 18 Juni 2024 | 11:30 WIB

Wardiman Djojonegoro Setia Menjadi Provokator Budaya Panji

Kekaguman pada karya Peter Carey membuat Wardiman akhirnya bekerja sama dengan sang penulis untuk mengajukan Babad Diponegoro sebagai Memory of the Word (MoW) UNESCO. Tiga tahun keduanya bekerja mempersiapkan naskah-naskah kuno karya Pangeran Diponegoro hingga akhirnya berhasil diregistrasi oleh UNESCO pada 2013.

Keberhasilan itu rupanya membuat Wardiman dimintai tolong sebagai Dewan Pakar di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Kebetulan ANRI tengah mengajukan arsip-arsip Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung sebagai MoW UNESCO.

Dia tentu senang sekali bisa membantu, karena kebetulan pada saat penyelenggaraan konferensi, Wardiman yang saat itu berstatus mahasiswa ITB juga ikut terlibat sebagai liaison officer. Arsip-arsip itu kemudian resmi menjadi MoW UNESCO pada 2015.

Baca Juga: Dirjen Kebudayaan Berharap Budaya Panji Menjadi Basis Ekspresi-ekspresi Baru Di Asia Tenggara

Apa itu Panji?

Kiprah Wardiman terkait MoW UNESCO rupanya tak lepas dari pengamatan Arief Rachman, pakar pendidikan yang kala itu juga menjabat sebagai Kepala Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO. Arief mengajak Wardiman untuk membantu Perpustakaan Nasional RI yang sedang mengajukan naskah-naskah Panji sebagai MoW UNESCO.

Saat pertama kali mendengar tawaran itu, satu pertanyaan Wardiman kepada Arief Rachman adalah: “Apa itu Panji?”

Rupanya pertanyaan itu pula yang kemudian banyak ditanyakan kepada Wardiman saat ia kemudian mulai berkiprah dalam upaya pelestarian Panji. Karena faktanya, memang banyak orang Indonesia yang sudah tidak mengenal budaya Panji. Sebuah fakta yang memprihatinkan karena Panji merupakan salah satu karya seni asli karya nenek moyang kita sendiri.

Apalagi jika kita mendapati, orang Indonesia justru lebih akrab dengan budaya impor, tak terkecuali Ramayana dan Mahabarata.

Wardiman dengan senang hati menerima tawaran itu. Ia menjadi ketua kelompok MoW untuk Panji sekaligus sebagai peneliti naskah yang bekerja selama dua tahun. Tim ini bahkan kemudian punya pemikiran untuk mengajukan MoW bersama sejumlah negara yang juga mempunyai tradisi dan naskah Panji, seperti Kamboja, Thailand, British Library (Inggris), serta Perpustakaan KITLV (Belanda).

Setelah diajukan pada 2013, naskah Panji berhasil diregistrasi UNESCO pada 2015, dan ditetapkan menjadi MoW pada 31 Oktober 2017. Wardiman mengungkapkan, syarat agar bisa diterima sebagai MoW UNESCO, naskah-naskah tersebut harus disimpan dengan baik. Naskah juga harus disebarluaskan dan kalau bisa dilestarikan. Naskah juga harus didigitalisasi dan terbuka untuk umum.

Di situlah Wardiman mulai merasa terpanggil untuk mensosialisasikan Panji. Ia mulai datang ke berbagai pihak untuk memperkenalkan kembali budaya Panji yang sudah lama hilang. Dan lagi-lagi pertanyaan yang selalu didapatnya adalah “Apa itu Panji?” Sebuah pertanyaan yang justru membuatnya semakin tertantang untuk melestarikan Panji.