Find Us On Social Media :

Wardiman Djojonegoro Dan Kesetiaannya Menjadi Provokator Budaya Panji

By Moh. Habib Asyhad, Selasa, 18 Juni 2024 | 11:30 WIB

Wardiman Djojonegoro Setia Menjadi Provokator Budaya Panji

Di masa lalu, orang mengenalnya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di era pemerintahan Presiden Soeharto. Tepatnya pada masa Kabinet Pembangunan VI yang bekerja dalam periode 19 Maret 1993 hingga 11 Maret 1998.

Oleh Tjahjo Widyasmoro, tayang di Majalah Intisari April 2024

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - Meski sudah masuk masa pensiun, jabatan menteri yang sempat disandangnya selama lima tahun itu rupanya tetap membuat Wardiman harus berkecimpung di berbagai aktivitas pendidikan. Tak kurang dari sebulan sekali ia tampil sebagai pembicara di seminar-seminar pendidikan yang diadakan di berbagai tempat di Indonesia.

Wardiman juga aktif sebagai salah satu penasihat di organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Bersama PGRI itu pula, ia lantas mendorong terwujudnya alokasi anggaran pendidikan 20 persen dari APBN lewat perjuangan melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan itu akhirnya dikabulkan MK pada 2009.

Di tengah aneka kesibukan itu, rupanya Wardiman bertemu dengan sebuah buku yang kemudian banyak mempengaruhi langkah hidupnya. Sebuah buku sejarah yang berjudul Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785–1855, karya sejarawan asal Inggris, Peter Carey.

"Saya membaca bukunya dan benar-benar terkesan," tuturnya tentang buku terbitan Kepustakaan Populer Gramedia yang terdiri atas 3 jilid itu.

Di mata Wardiman, buku karya Peter merupakan buku sejarah yang sangat ilmiah. Ada lebih dari 2.260 catatan kaki di dalamnya yang sekaligus menjadi bukti adanya lebih banyak fakta sejarah daripada legenda. Sesuatu yang sangat istimewa, karena buku-buku sejarah Indonesia sangat jarang yang demikian.

"Biasanya sejarawan kita banyak memakai fantasi dan kreativitas dalam menulis sejarah. Jadi banyak legendanya dari pada fakta sejarah," tutur Wardiman, lugas.