Find Us On Social Media :

Indonesia Negara Penghasil Nikel Terbesar Di Dunia, Sejak Kapan Tambang Nikel Di Indonesia Beroperasi?

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 21 Agustus 2023 | 12:49 WIB

Konon katanya, nikel sudah dipakai nenek moyang kita sejah zaman kerajaan sebagai bahan baku membuat keris dan senjata lain. Tambang nikel di Indonesia mulai abad 20.

Konon katanya, nikel sudah dipakai nenek moyang kita sejah zaman kerajaan sebagai bahan baku membuat keris dan senjata lain. Tambang nikel di Indonesia mulai abad 20.

Intisari-Online.com - Terkait nikel, beberapa tahun yang lalu Presiden Jokowi membuat gebrakan yang bikin heboh dunia.

Bagaimana tidak, ketika itu Presiden Jokowi mengumumkan larangan ekspor bijih nikel ke luar negeri.

Imbasnya, Uni Eropa pun menggugat keputusan Jokowi itu.

Terlepas dari itu, Indonesia adalah negara penghasil nikel terbesar di dunia.

Pertanyaannya, sejaka kapan tambang nikel ada di negara kepulauan ini?

Nikel merupakan logam keras berwarna putih keperakan dengan sedikit corak semburat keemasan.

Ini adalah logam yang kuat, padat, dan memiliki ketahanan terhadap panas dan korosi.

Tak heran jika fungsi nikel sangat berguna untuk pengembangan berbagai macam produk, seperti untuk bahan baku pembuatan kabel listrik, koin, hingga peralatan militer.

Menurut situs Live Science, nikel menempati urutan No. 28 dalam tabel periodik unsur, antara unsur kobalt dan tembaga.

Nikel adalah logam penghantar listrik dan panas yang cukup baik dan merupakan salah satu dari empat unsur logam yang sangat penting, selain kobalt, besi, dan gadolinium.

Logam-logam ini memiliki sifat feromagnetik atau mudah dimagnetkan pada suhu kamar.

Sebagai logam transisi, nikel memiliki elektron valensi tidak hanya satu lapisan, tetapi dalam dua lapisan, yang memungkinkan logam tersebut membentuk beberapa keadaan oksidasi yang berbeda.

Inilah salah satu alasan mengapa nikel termasuk ekspor nikel Indonesia begitu penting.

Dilansir Kompas.com, penemuan bijih nikel di Eropa pada abad ke-17 disebut sebagai kisah tentang identitas yang keliru.

Pada 1600-an, para penambang Jerman mencari tembaga di Ore Mountains.

Para penambang ini kemudian menemukan bijih nikel yang sebelumnya tidak dikenal, yang sekarang dikenal sebagai nikel arsenida atau niccolite.

Ini adalah batu nikel dan arsenik berwarna merah kecoklatan pucat.

Karena percaya bahwa mereka telah menemukan bijih tembaga lain, para penambang berusaha mengekstraksi tembaga, tetapi ternyata batu-batu itu gagal berproduksi.

Para penambang yang frustrasi menyalahkan Nickel, iblis nakal dalam mitologi Jerman, karena mempermainkan mereka dan mulai memanggil bijih tersebut sebagai kupfernickel, yang diterjemahkan sebagai 'setan tembaga'.

Namun, satu abad kemudian, pada tahun 1751, ahli kimia Swedia Baron Axel Fredrik Cronstedt mencoba memanaskan kupfernickel dengan arang dan menemukan bahwa berbagai sifatnya dan dengan jelas mengungkapkan bahwa itu bukan tembaga.

Cronstedt dikreditkan sebagai orang pertama yang mengekstrak nikel dan mengisolasinya sebagai elemen baru.

Dia membuang nama 'kupfer' dan menyebut unsur baru nikel.

Nikel adalah salah satu unsur logam yang paling melimpah kelima di Bumi ini.

Meskipun begitu, keberadaan nikel, 100 kali lebih terkonsentrasi di bawah kerak bumi, menurut Chemicool.

Faktanya, nikel diyakini sebagai elemen paling melimpah kedua di dalam inti bumi, dengan besi menjadi elemen yang paling mendominasi dengan selisih yang besar.

Umumnya, nikel ditemukan dalam dua jenis endapan, yakni endapan laterit, yang merupakan hasil pelapukan intensif batuan permukaan yang kaya nikel, dan endapan sulfida magmatik.

Dan ternyata di Indonesia banyak banget bijih nikel.

Kembali ke pertanyaan awal, sejak kapan penambangan nikel dilakukan?

Menurut situs Nikel.co.id, nikel sudah dipakai nenek moyang kita sejah zaman kerajaan pada abad ke-13.

Ketika itu terkenal keris yang terbuat dari besi Luwu--karena berasal dari Luwu, Sulawesi Tengah--yang di dalamnya ada kandungan nikelnya.

Keris bikin masyarakat Luwu dikenal punya kualitas yang baik dan bobotnya sangat ringan.

Di abad yang sama, Majapahit juga disebut sudah mengimpor bahan baku nikel dari Luwu untuk kebutuhan membuat senjata.

Ketika itu Majapahit sedang gandrung-gandrungnya melakukan ekspasi, ya ke Sumatera, ke Kalimantan, ke Sunda Kecil, dan ke tempat-tempat yang lain.

Kerajaan Pajajaran juga disebut sudah menggunakan nikel sebagai bahan baku membuat senjata dan peralatan rumah tangga.

Popularitas nikel Indonesia semakin tinggi ketika Kerajaan Sukadana yang ada di Pulau Karimata, Kalimantan Barat, bekerja sama dengan VOC, sekitar abad 17.

Ketika itu, Sukadana sedang mencoba menghalau serangan Mataram Islam dari Jawa.

Untuk pertambangan secara massif, masih menurut situs yang sama, baru dimuali pada abad ke-20, sekitar tahun 1901, saat Kruyt, seorang Belanda yang meneliti biji besi di Pegunungan Verbeek, Sulawesi.

Lalu pada 1909, EC Abendanon, ahli geologi Belanda, menemukan biji nikel di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Penemuan ini dilanjutkan dengan kegiatan eksplorasi pada 1934 oleh Oost Borneo Maatschappij (OBM) dan Bone Tole Maatschappij.

Lalu pada 1927 di Soroako seorang ahli geologi bernama Flat Elves melakukan studi mengenai keberadaan nikel laterit.

Pada 1938 dilakukan pengiriman 150.000 ton bijih nikel menggunakan kapal laut oleh OBM ke Jepang.

Lalu pada 1968, terbit Kontrak Karya (KK) untuk PT International Nickel Indonesdia (INCO) di area yang meliputi tiga provinsi: Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, termasuk Soroako dan Pomalaa.

Setelah melalui serangkaian kegiatan eksplorasi, studi kelayakan dan konstruksi, pada 1978 PT. INCO memulai produksi komersial.

Sekarang seluruh saham PT INCO sudah diambil alih oleh perusahan pertambangan nikel dari Brasil dan berubah nama menjadi PT Vale Indonesia.