Find Us On Social Media :

Dari Referendum Hingga Integrasi, Peristiwa Panjang Timor Timur Menjadi Bagian dari Indonesia

By Afif Khoirul M, Senin, 17 Juli 2023 | 18:00 WIB

(ilustrasi). Sejarah Timor Leste.

Intisari-online.com - Timor Timur adalah salah satu wilayah yang pernah menjadi bagian dari Indonesia selama 23 tahun, sejak tahun 1976 hingga tahun 1999.

Namun, sebelum dan sesudahnya, Timor Timur mengalami berbagai peristiwa sejarah yang menentukan nasib dan identitasnya sebagai bangsa.

Berikut ini adalah kisah panjang Timor Timur dari referendum hingga integrasi ke Indonesia.

Referendum Pertama: Pilihan Antara Portugal, Merdeka atau Indonesia

Timor Timur merupakan bekas jajahan Portugal yang terletak di bagian timur pulau Timor.

Sejak abad ke-16, Portugal menguasai wilayah ini dan menjadikannya sebagai koloni.

Namun, pada tahun 1974, terjadi Revolusi Bunga di Portugal yang menggulingkan rezim diktator dan membawa perubahan politik di negara itu.

Salah satu dampaknya adalah Portugal memberikan kesempatan kepada koloni-koloninya untuk menentukan masa depannya melalui referendum.

Referendum pertama untuk Timor Timur dijadwalkan pada 13 Maret 1975.

Ada tiga pilihan yang ditawarkan: menjadi daerah otonom dalam federasi Portugal, menjadi negara merdeka, atau menjadi bagian dari Indonesia.

 Muncul tiga partai politik utama di Timor Timur yang mewakili tiga pilihan tersebut: UDT (União Democrática Timorense) yang pro-Portugal, Fretilin (Frente Revolucionária de Timor-Leste Independente) yang pro-kemerdekaan, dan Apodeti (Associação Popular Democrática Timorense) yang pro-Indonesia.

Baca Juga: Kenapa Mayor Alfredo Jadi Buronan? Simak Kisah Sosok Pemberontak Sekaligus Pahlawan Timor Leste Ini

Ketiga partai politik ini bersaing memperebutkan dukungan rakyat dan saling bertikai.

Pada Agustus 1975, terjadi kudeta oleh UDT yang menuduh Fretilin bersekongkol dengan komunis.

Fretilin berhasil membalas kudeta tersebut dan menguasai sebagian besar wilayah Timor Timur.

UDT dan Apodeti melarikan diri ke perbatasan dengan Indonesia dan meminta bantuan dari pemerintah Indonesia.

Operasi Komodo dan Seroja: Upaya Militer Indonesia untuk Mengintegrasikan Timor Timur

Pemerintah Indonesia saat itu dipimpin oleh Presiden Soeharto yang berhaluan anti-komunis.

Indonesia khawatir jika Fretilin mendeklarasikan kemerdekaan Timor Timur, maka akan membuka peluang bagi pengaruh komunis di wilayah tersebut.

Selain itu, Indonesia juga menganggap bahwa Timor Timur secara historis, geografis, dan kultural adalah bagian dari Indonesia.

Untuk itu, Indonesia melakukan operasi rahasia bernama Operasi Komodo yang dipimpin oleh Ali Moertopo.

Operasi ini bertujuan untuk mempengaruhi opini publik internasional agar mendukung integrasi Timor Timur ke Indonesia.

Operasi ini juga melibatkan infiltrasi agen-agen intelijen ke dalam partai-partai politik di Timor Timur untuk memecah belah mereka.

Baca Juga: 3 Negara yang Berbatasan Langsung dengan Indonesia dan Fakta Menariknya

Setelah Operasi Komodo, Indonesia melancarkan operasi militer terbuka bernama Operasi Seroja pada Desember 1975.

Operasi ini dimulai dengan invasi udara dan darat ke ibu kota Dili dan kota-kota lainnya.

Operasi ini didukung oleh Amerika Serikat yang juga tidak ingin Timor Timur jatuh ke tangan komunis.

Operasi ini mengakibatkan banyak korban jiwa di kalangan rakyat sipil dan tentara Fretilin.

Deklarasi Kemerdekaan dan Integrasi: Dua Keputusan Bersejarah

Sebelum invasi Indonesia terjadi, Fretilin sempat mendeklarasikan kemerdekaan Republik Demokratik Timor Leste pada 28 November 1975.

Deklarasi ini dilakukan oleh pemimpin Fretilin, Francisco Xavier do Amaral, di Dili. Deklarasi ini tidak diakui oleh Portugal maupun Indonesia.

Hanya beberapa negara seperti Aljazair, Mozambik, dan Kuba yang mengakui kemerdekaan Timor Leste.

Sementara itu, Indonesia mengklaim bahwa Timor Timur telah memilih untuk bergabung dengan Indonesia melalui sebuah pemungutan suara yang diselenggarakan oleh partai-partai pro-Indonesia pada 31 Mei 1976.

Pemungutan suara ini dianggap tidak sah oleh PBB dan banyak negara lain karena tidak melibatkan seluruh rakyat Timor Timur dan terjadi di bawah tekanan militer Indonesia.

Pada 17 Juli 1976, Indonesia secara resmi mengintegrasikan Timor Timur sebagai provinsi ke-27 dengan nama Provinsi Timor Timur melalui UU No. 7 Tahun 1976.

Baca Juga: Sosok Ali Alatas Menteri yang Menyelamatkan Indonesia dari Krisis Diplomatik Timor Leste

UU ini juga menetapkan pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Gubernur Provinsi Timor Timur.

Integrasi ini ditentang oleh Fretilin yang terus melakukan perlawanan bersenjata di pegunungan selama dua dekade berikutnya.

Referendum Kedua: Jalan Menuju Kemerdekaan Kembali

Pada akhir tahun 1990-an, terjadi perubahan politik besar-besaran di Indonesia.

Presiden Soeharto lengser dari jabatannya akibat tekanan reformasi. Presiden baru, B.J. Habibie, membuka kesempatan bagi Timor Timur untuk menentukan nasibnya sendiri melalui referendum kedua.

Referendum ini diselenggarakan pada 30 Agustus 1999 dengan pengawasan PBB⁴.

Referendum kedua ini menawarkan dua pilihan: otonomi khusus dalam bingkai NKRI atau kemerdekaan penuh dari Indonesia.

Hasilnya, sekitar 78,5 persen rakyat Timor Timur memilih kemerdekaan.

Namun, hasil ini tidak diterima oleh kelompok-kelompok pro-Indonesia yang melakukan aksi kekerasan dan pembantaian terhadap pendukung kemerdekaan.

PBB kemudian mengirim pasukan perdamaian untuk mengamankan situasi.

Pada 19 Oktober 1999, Sidang Umum MPR menyetujui hasil referendum Timor Timur yang artinya Timor Timur lepas dari NKRI.

Pada 20 Mei 2002, Timor Leste secara resmi menjadi negara merdeka dan berdaulat dengan Xanana Gusmão sebagai presiden pertamanya.