Find Us On Social Media :

Eropa Siaga Bangun Kekuatan Militer, Tapi Ternyata Kunci Perdamaian Benua Biru dan Dunia Terletak di Indo-Pasifik, Militer Asia Tenggara Termasuk Indonesia Jadi Penentu

By May N, Sabtu, 5 Maret 2022 | 12:45 WIB

Tentara Angkatan Laut Indonesia menghadang kapal China 'Hua Li-8' di Belawan, Sumatera Utara, tahun 2016. Indonesia bersiap mengikuti pergerakan China dibantu negara tetangga ini. Eropa pun memberikan dukungan

Intisari - Online.com - Kanselir Jerman Olaf Scholz akhir minggu lalu mengumumkan Jerman akan meningkatkan belanja pertahanan militer menyikapi invasi Rusia ke Ukraina.

Di Jerman, ada istilah Zeitenwende yang berarti "dimulainya era."

Sementara itu serangan Rusia ke Ukraina disebut komentator telah memunculkan sebuah revolusi keamanan di seluruh Eropa.

Pemerintah Jerman berjanji meningkatkan belanja militer lebih dari 2% total GDP, seperti diminta dari anggota NATO.

Jerman juga akan menginvestasikan USD 113 miliar melalui pendanaan khusus untuk dengan segera memodernisasi pasukan bersenjata negara itu.

Melansir Asia Times, selain itu Jerman juga akan mengirimkan senjata ke Ukraina, di mana sebelum perang dimulai Jerman dikritik hanya berkontribusi sumbang helm untuk militer Ukraina yang terancam.

Serangan Rusia ke Ukraina adalah sebuah "titik balik dalam sejarah benua kami," papar Kanselir Scholz.

"Jelas bahwa kami akan perlu menginvestasi secara signifikan lebih banyak dalam keamanan negara kami untuk melindungi kebebasan dan demokrasi kami."

Baca Juga: Keadaan Memburuk, NATO Bersiap-siap Setelah Presiden Ukraina Serukan Zona Larangan Terbang di Wilayahnya, Benarkah Tak Akan Kirimkan Pasukan?

Baca Juga: Dampak Perang Rusia-Ukraina Bagi Indonesia Sudah Terasa, Proyek Kereta Api Borneo Senilai Rp53,3 Triliun Terbengkalai Gara-gara Berlakunya Sanksi Ekonomi

Mengingat besarnya ekonomi Jerman dibandingkan negara-negara tetanganya, menghabiskan lebih dari 2% dari GDP akan membuat militer Jerman jadi yang terbesar di Eropa, melompati Inggris dan Perancis.

Hampir seminggu sejak perang, lanskap militer di seluruh Eropa, tidak hanya Jerman, telah mengalami perubahan-perubahan penting, sebagian besar akan permanen.

Merespon serangan pertama di negara Eropa sejak 1940-an, Uni Eropa (UE) mengumumkan akan mengirimkan bantuan senjata dan lainnya senilai USD 500 juta ke Ukraina, pertama kalinya blok telah mengirim amunisi mematikan ke negara yang terkepung.

Hal ini dilaporkan termasuk penyediaan jet tempur untuk militer Ukraina.

"Ini merupakan momen yang menentukan," ujar presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen.

Senin sore, sebagian besar wilayah udara Eropa telah ditutup dari pesawat Rusia.

Kapal-kapal pesiar milik oligarki Rusia dilarang masuk pelabuhan Eropa.

Sanksi besar, termasuk melarang perbankan Rusia dari SWIFT atau sistem pembayaran internasional, telah ditetapkan oleh AS dan negara-negara Eropa, termasuk Swiss, yang tampaknya telah mengakhiri posisi netral bersejarah pada konflik global.

Baca Juga: Bak Ditampar Anak Buahnya Sendiri, Rupanya Rencana Putin Kuasai Ukraina Hanya Dalam Hitungan Hari Dijamin Gagal Total Karena Hal Memalukan Ini, Konvoi Militer Rusia Malah 'Mogok'

Baca Juga: Perhatian Dunia Tertuju pada Perang Rusia-Ukraina, KKB Papua Beraksi Kembali, Dua Anggotanya Bunuh Delapan Karyawan Perusahaan di Papua Ini, Beginilah Aksi Mereka dan Penjelasan TNI

Swedia dan Finlandia tampaknya sudah akan bergabung dengan NATO, persekutuan pertahanan setara Barat, yang kini muncul lebih relevan daripada berdirinya di akhir Perang Dingin.

Untuk sebagian besar rakyat internasional, benua ini mulai sadar dari rasa naif mereka mengenai bahaya yang dibawa oleh rezim otokrasi seperti Rusia.

"Apa yang kami lihat sekarang adalah perubahan bagaimana Eropa melihat pertahanan mereka sendiri dan keinginan mempertahankan diri lebih kuat daripada yang pernah terlihat selama ini di sebagian besar negara-negara Eropa. Ini adalah perubahan besar," ujar Frederic Grare, peneliti di Asia Program di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa.

"Apa yang dibawa krisis Ukraina kepada kita adalah ketika kepentingan Eropa terancam secara langsung, niat Eropa mempertahankannya begitu besar," tambahnya.

Kini muncul debat apakah transformasi keamanan ini hanya menunjukkan keinginan Eropa melindungi diri sendiri di pekarangannya sendiri, atau alih-alih mereka bisa memainkan peranan lebih dalam hubungan keamanan di seluruh dunia, termasuk Indo-Pasifik.

Negara-negara Eropa dan Uni Eropa sendiri biasanya tidak dianggap pemeran penting dalam konflik Indo-Pasifik, di mana AS dan China terkunci dalam sebuah kontes untuk pengaruh dan supremasi.

Hanya 0.8% responden beranggapan UE memiliki pengaruh politik dan strategi di Asia Tenggara, menurut survei State of Southeast Asia yang baru dirilis oleh ISEAS-Yusof Ishak Institute Singapura.

Uni Eropa kehilangan beberapa kekuatan militer setelah Inggris, salah satu dari dua pemain keamanan kunci Eropa, bersama Perancis, meninggalkan blok itu.

Baca Juga: Invasi Rusia-Ukraina Makin Berbahaya, Uni Eropa Diklaim Terlalu Lemah Melawan Vladimir Putin, Inggris dan Negara Barat Lainnya Harus Lakukan Ini Agar Perang Dunia 3 Tidak Terjadi

Baca Juga: Tak Sekedar Karena Konflik Dengan Barat, Media Inggris Ini Malah Ketar-Ketir Rusia Gunakan Senjata Nuklir Gara-Gara Kondisi Kesehatan Vladimir Putin Ini

Hal ini kemudian diperparah tahun 2021 lalu ketika Washington meninggalkan Perancis untuk mengamankan kesepakatan pertahanan dan kapal selam nuklir dengan Australia dan Inggris lewat kesepakatan AUKUS.

Padahal, Perancis adalah sekutu paling tua AS.

Namun, Jerman, Perancis dan Belanda kini telah mempublikasi laporan strategi Indo-Pasifik mereka sendiri, sementara Uni Eropa meluncurkan kebijakan mereka sendiri akhir September lalu.

Februari lalu, fregat Angkatan Laut Jerman, Bayern, pulang setelah dikirimkan ke Indo-Pasifik untuk berlayar selama enam bulan, di mana kapal itu terlibat dalam kebebasan latihan navigasi di Laut China Selatan.

Perancis dan Inggris juga telah meningkatkan aktivitas keamanan mereka di Indo-Pasifik.

Krisis Ukraina telah menunjukkan bahwa Inggris walaupun sudah keluar dari Uni Eropa, masih dapat bekerjasama secara militer dengan negara anggota Uni Eropa.

Awal bulan ini, Perancis menandatangani sebuah kesepakatan untuk menjual 42 jet tempur ke Indonesia.

Hubungan keamanan siber antara Uni Eropa dan Jepang sedang ditingkatkan, dan kerjasama antara Eropa dan Taiwan menguat tahun lalu.

Baca Juga: Telihat Perkasa Tanpa Henti Gempur Ukraina, Terkuak Sebenarnya Rusia Alami Kerugian Besar Ini, 500 Tentaranya Dilaporkan Tewas Hingga Salah Satu Jenderalnya Terbunuh di Ukraina

Baca Juga: Jika Seisi Bumi Banyak yang Mengecam Tindakan Rusia Lakukan Agresi ke Ukraina, Negara Asia Ini Malah Mati-matian Bantu Ekonomi Rusia yang Terpuruk Akibat Sanksi Barat

Presiden Rusia Vladimir Putin telah berbuat lebih banyak untuk “menggelorakan Barat dan memperbaharui misi politiknya dalam tujuh hari dibandingkan sepuluh tahun sebelumnya dari pertemuan puncak NATO dan diskusi lembaga intelijen,” kata Bill Hayton, profesor Program Asia-Pasifik di Chatham.

“Sebelum invasi, pemerintah Eropa dapat berdiam diri, menghindari keputusan sulit dan berharap bahwa pengaruh Uni Eropa dalam perdagangan internasional akan menyebarkan perdamaian dan stabilitas. Ini sudah tidak bisa dipertahankan lagi,” tambahnya.

Meskipun fokus pertama Eropa adalah Ukraina dan Rusia, "rasa misi baru ini akan merangsang rasa keprihatinan global tentang risiko terhadap stabilitas global," kata Hayton.

“China dipandang, paling banter, tidak membantu dan, paling buruk, secara aktif berkomplot dalam skema untuk membongkar sistem keamanan Eropa. Ini akan membangkitkan minat baru dalam stabilitas di Indo-Pasifik,” tambahnya.

Baca Juga: Pernah Lakukan Misi di Suriah hingga Chechnya, Pasukan Elit Khsusus Rusia yang Ditugaskan Membunuh Presiden Ukraina Ini Justru Malah Gagal Total Gara-gara Kecerobohannya Ini

Baca Juga: Tak Mau Lengah saat Rusia Invasi Ukraina, AS dan Eropa Cepat-cepat Selesaikan Negosiasi Kesepakatan Nuklir Iran, Takut Perang Nuklir Meletus?