Intisari - Online.com -Perhatian penduduk seluruh dunia kini tertuju pada perang Rusia-Ukraina di Ukraina.
Konflik ini disebut bisa menyebar dengan cepat menjadi perang yang lebih besar, dengan kekhawatiran konflik berikutnya terjadi di Indo-Pasifik.
Taiwan adalah negara kunci konflik di Pasifik, dan China sebagai tokoh utama.
Indonesia rupanya sudah diam-diam mempersiapkan konflik berkepanjangan.
Pejabat Angkatan Laut Indonesia telah dipermalukan setelah apa yang mereka klaim sebagai dua pemindai radar buatan AS yang ditemukan mengapung di lepas pantai Sulawesi Selatan awal bulan ini ternyata peralatan yang secara rutin dipakai oleh perusahaan survei Indonesia dalam pencarian seismik untuk minyak dan gas (migas).
Dalam tanda tumbuhnya sensitivitas Indonesia terkait permusuhan besar di maritimnya, komandan lokal tampaknya menarik kesimpulan dengan cepat karena silinder dengan massa 5 kilogram itu ditemukan di dekat pulau yang dulunya lokasi munculnya drone bawah tanah buatan China tahun 2021 lalu.
Beberapa hari sebelum penemuan diumumkan, kapal perang China, yang sebelumnya telah memasuki perairan Indonesia, menimbulkan insiden diplomatik dengan menarget sinar laser tingkat militer pada pesawat patroli Boeing P-8A Poseidon Angkatan Udara Australia (RAAF) di Laut Arafura.
Dilansir dari Asia Times, Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan pesawat itu telah "berada di bawah ancaman" oleh laser itu, memancar dari kapal perusak berpeluru kendali kelas Luyang ketika mendekati Selat Torres, jalur air sempit antara Australia dan Papua Nugini, yang membuka ke Laut Koral.
Penghancur dan sebuah kapal transportasi amfibi kelas Yushao berukuran 25.000 ton pertama kali dideteksi oleh P-8 lepas pantai selatan Jawa pada 12 Februari saat keduanya meluncur untuk pertemuan dengan kapal fregat kelas Jiangkai dan sebuah kapal pengisian kelas Fuchi di selatan Timor Barat.
Setelah berlayar melalui Selat Makassar, kehadiran kapal kedua yang kecil telah ditangkap di lepas pantai Maluku oleh kapal fregat Australia, HMAS Arutmin.
Kapal fregat itu baru-baru ini ditingkatkan dengan sistem radar jarak jauh Ceafar yang memungkinkannya melihat jauh ke dalam perairan Indonesia.
Bereaksi pada insiden 17 Februari dini hari itu, Kementerian Pertahanan China mengatakan pesawat patroli telah melaksanakan aksi "provokatif dan berbahaya" dalam petualangannya sedekat 4 kilometer ke kapal-kapal China untuk menjatuhkan pelampung sonar ditujukan untuk mendeteksi keberadaan kapal selam.
Departemen Pertahanan Australia mengecam "aksi militer tidak profesional dan tidak aman" yang dikatakan dapat membahayakan nyawa ABK P-8, salah satu dari 14 unitnya yang mulai berlayar dengan RAAF (Royal Australian Air Force) atau Angkatan Udara Australia sejak 2016.
Untuk sekarang, sebagian besar laser militer tidak terlihat dan dipakai untuk berbagai penemuan atau memandu senjata menembak targetnya.
Namun versi yang diarahkan ke pesawat Australia, yang memiliki jarak operasi sejauh 40.000 kaki, dikenal sebagai dazzler, dirancang untuk secara sementara membuat musuh buat dan membakar sensor.
Penggunaan laser dan senjata gelombang mikro tegangan tinggi hanyalah pada tahap awal perkembangan, tapi analis pertahanan Australia, Malcolm Davis, mengatakan Angkatan Laut China dan Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) bergerak mengembangkan laser tunggal operasional dalam perang permukaan.
Obyek silindris yang muncul di lepas pantai Pulau Selayar, Sulawesi Selatan awal Februari lalu diidentifikasi oleh pembuatnya, Geospace Technologies, saat peralatan tersegel yang membantu pemulihan pita laut seismik yang secara tidak sengaja terlepas dari dua kapal penarik.
Dimiliki perusahaan minyak negara PT Elnusa, SRD-500S "tidak digunakan untuk tujuan lain termasuk kemampuan pemetaan laut," ujar Geospace, menyangkal penilaian angkatan laut bahwa alat itu bisa dipakai untuk menyurvei suhu air, salinitas dan dipakai untuk operasi anti kapal-selam.
Akhir tahun 2020, nelayan temukan drone bawah tanah China mencurigakan di wilayah yang sama.
Membawa antena tanpa tanda pengenal, penemuan itu jadi penemuan ketiga di perairan Indonesia tahun sebelumnya, walaupun penemuan lainnya tidak diberitakan secara publik.
Selat Torres lepas Teluk Carpentaria telah selalu diawasi dengan ketat, tapi kini lebih diawasi lagi saat Australia memperhatikan batas maritim utara dan khawatir akan kehadiran China yang meningkat.
Kekhawatiran Australia terasa seperti kekhawatiran Indonesia yang memperhatikan Laut Natuna Utara.
Australia telah memindahkan pasukan darat dan udara lebih banyak ke Wilayah Utara beberapa tahun terakhir dan akhirnya akan mengirimkan delapan Northup Grumman Global Hawks, drone jangka jauh yang mampu berpatroli sampai 30 jam lamanya.
Varian maritim MQ-4C Triton akan ditempatkan di Pangkalan Udara Tindal, 330 kilometer tenggara Darwin, rumah untuk squadron jet F/A-18 dan fasilitas dukungan perang untuk jadi tempat kunjungan pasukan AS dalam latihan rutin Teritori Utara.
Ditugaskan hanya dengan angkatan udara AS dan Korea Selatan, Hawks diharapkan bekerja berdua dengan P-8, yang beroperasi di pangkalan Edinburgh, Australia Selatan, tapi sering diluncurkan ke tempat Australia lainnya.
Kedatangan mereka yang kini ditunda sampai 2024, akan meningkatkan kemampuan RAAF melakukan misi pengintaian yang diperluas di atas Samudra Hindia dan melintasi Laut Timor dan Arafura, memisahkan rantai pulau timur Indonesia dari Australia.
Pakar pertahanan hal ini menguntungkan Jakarta, yang mana sudah dibantu Australia dengan mata-mata karena Indonesia tidak punya kemampuan mengumpulkan informasi walaupun keuntungan memiliki Zona Ekonomi Eksklusif 6,1 juta kilometer persegi.