Intisari - Online.com -Konflik Rusia-Ukraina telah membuat banyak hal berubah, tapi satu hal yang pasti, China dipastikan jadi pemenang dari perang Rusia-Ukraina.
Hal ini disampaikan oleh mantan agen khusus FBI yang bekerja di China dan Korea Utara, melansir Fox News Digital.
"Pada akhirnya, China adalah pemenang besar dalam Perang Rusia-Ukraina," kata Steve Gray, mantan agen khusus FBI.
Dia menambahkan, “China akan menjadi penerima manfaat utama dari sanksi terhadap Rusia, yuan akan mendapat manfaat dari penurunan rubel, dan mereka telah diberikan studi kasus tentang seperti apa tanggapan dunia jika mereka menyerang Taiwan.”
"Tidak mengherankan sama sekali untuk mengetahui bahwa ini terbentuk persis seperti yang direncanakan China," jelas Gray, yang menghabiskan 10 tahun bekerja sebagai agen khusus pengawasan yang berfokus pada China dan Korea Utara.
Gray mengatakan ia berpengalaman sebagai agen khusus pengawas FBI bekerja di China dan Korea Utara.
Ia tahu, Partai Komunis China akan terus berencana menggantikan AS sebagai pemimpin global.
Sebagai orang Amerika, kita harus menyadari ancaman ini," jelasnya.
Gray berpendapat bahwa strategi energi Rusia di Eropa harus bisa memberi petunjuk kepada Amerika tentang cara persaingan asing Amerika dalam mempersenjatai pengaruh ekonomi secara strategis untuk keuntungan geopolitik.
Hal ini berkaitan dengan masalah sebelumnya walaupun negara-negara Eropa ikut AS menjatuhkan sanksi berat kepada Rusia, negara-negara Eropa masih bergantung pada Rusia terkait energi.
China pun bergerak mendominasi industri kritis contohnya rare-earth material (material tanah langka).
Kini mengisolasi China akan sulit karena China menguasai pasar yang dibutuhkan banyak orang.
Pandemi COVID-19 menekankan sejauh mana rantai pasokan medis Amerika bergantung pada China.
“Kita harus mengakui bahwa dengan cara yang sama, Rusia menggunakan produksi minyaknya untuk menjaga Eropa dan, setidaknya di bawah Joe Biden, Amerika terikat pada mereka, China juga dapat membuat kita tetap terikat dan membatasi jalan kita untuk agresi global mereka selama kita memberi mereka kesempatan yang membuat AS bergantung pada mereka," tambah mantan agen FBI itu.
“Lihat apa yang bisa dilakukan Rusia dengan membangun ketergantungan minyak di Eropa, dan pertimbangkan konsekuensinya jika kita menyerahkan keseluruhan produksi baja dan farmasi kita ke China,” urainya.
Ekonomi Rusia rugi
The Guardian melaporkan perekonomian Rusia bisa jatuh ke jurang resesi lebih dalam daripada yang disebabkan akibat Covid-19.
Hal ini berasal dari sanksi Barat dan isolasi negara yang meningkat setelah menyerang Ukraina.
Ekonom menyebut tindakan yang dikenakan pada bank dan perusahaan Rusia oleh AS, UE dan Inggris beserta sekutu yang lain berdampak parah pada pasar keuangan di Moskow dan menimbulkan lebih banyak kerusakan pada ekonomi Rusia.
Analis di Goldman Sachs menyebut bank investasi itu sudah memangkas perkiraannya untuk produk domestik bruto Rusia tahun ini dari pertumbuhan 2% menjadi penurunan 7%.
Ekonomi Rusia diperkirakan tumbuh 4,5% tahun lalu setelah menyusut hampir 3% pada 2020, tahun terburuk pandemi bagi ekonomi global.
Analis mengatakan, perang Ukraina mungkin memiliki dampak terbatas pada ekonomi global karena hubungan perdagangan antara Rusia dan seluruh dunia terbatas.
Rusia hanya menyumbang 1,5% dari PDB global.
Namun, invasi tersebut telah memicu lonjakan harga energi global – yang mengancam akan memperburuk tekanan biaya hidup di beberapa negara, termasuk Inggris.
Perang datang ketika ekonomi global masih belum pulih dari pandemi.
Harga minyak naik pada hari Rabu (2/3/2022) menjadi lebih dari US$ 111 per barel, level tertinggi sejak 2014, karena prospek gangguan pasokan dari Rusia mengirim pasar energi melonjak lebih lanjut.
Rusia sampai sekarang jadi pengekspor minyak terbesar kedua di dunia dan pengekspor terbesar gas alam.
Jika harga minyak dan gas terus naik maka akan terjadi inflasi lebih tinggi dan memukul rumah tangga dan bisnis, memicu terjadinya perlambatan ekonomi di seluruh dunia.