Setelah kematian Murad, Ibrahim menjadi satu-satunya pangeran dari dinasti yang masih hidup.
Dia pun diminta oleh Wazir Agung Kemankes Kara Mustafa Pasha untuk mengambil alih Kesultanan, namun Ibrahim menduga Murad masih hidup dan berencana untuk menjebaknya.
Butuh bujkan dari Kosem dan Wazir Agung, hingga memeriksa sendiri mayat saudaranya, untuk membuat Ibrahim menerima takhta.
Kara Mustafa Pasha sendiri tetap sebagai Wazir Agung selama empat tahun pertama pemerintahan Ibrahim, menjaga kestabilan Kekaisaran.
Dengan perjanjian Szon (15 Maret 1642) dia memperbarui perdamaian dengan Austria dan pada tahun yang sama memulihkan Azov dari Cossack.
Kara Mustafa juga menstabilkan mata uang dengan reformasi mata uang, menstabilkan ekonomi dengan survei tanah baru, mengurangi jumlah Janissari, menghapus anggota yagn tidak berkontribusi dari daftar gaji negara bagian, dan mengekang kekuasaan gubernur provinsi yang tidak patuh.
Seperti yang ditunjukkan dalam komunikasi tulisan tangannya dengan Wazir Agung, Ibrahim menunjukkan perhatiannya dengan memerintah kekaisaran dengan benar.
Ibrahim sering bepergian dengan menyamar, memeriksa pasar Istanbul dan memerintahkan Wazir Agung untuk memperbaiki masalah yang dia amati.
Namun, Ibrahim sering terganggu oleh sakit kepala berulang dan serangan kelemahan fisik, yang mungkin disebabkan oleh trauma tahun-tahun awalnya.
Karena dia adalah satu-satunya anggota laki-laki yang masih hidup dari dinasti Ottoman, maka ibunya Kosem Sultan mendorongnya untuk mengalihkan perhatian dengan gadis-gadis harem.