Polisi dan Tentara Punya 'Porsi' Kekuasaan Tak Kasat Mata, Media Luar Beberkan Bangkitnya Kekuasaan Militer di Indonesia yang Bisa Lebih Kacau Dibandingkan Junta Militer Myanmar

May N

Penulis

Kapolri Jendeal Listyo Sigit Prabowo resmi memilih 7 Kapolda baru, 3 di antaranya tercatat punya motor matic ini.

Intisari - Online.com -Pada tahun 2000-an dan awal tahun 2010, Asia Tenggara dan Selatan membuat kemajuan demokrasi yang signifikan.

Negara-negara termasuk Bangladesh, Indonesia, Filipina, Sri Lanka, Thailand dan Timor Leste menjadi demokrasi utuh atau membuat transisi ke arahnya.

Namun pada 10 tahun terakhir, Asia Tenggara dan Selatan telah menderita beberapa regresi demokrasi terburuk di berbagai negara.

Tidak ada faktor tunggal yang menyebabkan penurunan demokrasi di Asia Tenggara dan Selatan.

Namun kebangkitan gangguan militer terhadap pemerintahan sipil telah menjadi sebuah faktor penting dalam kemunduran demokrasi.

Melansir The Diplomat, tren regional ini memuncak pada Februari 2021, ketika pasukan Myanmar menggulingkan pemerintahan terpilih dan mendapat kekuasaan.

Namun kudeta itu merupakan satu-satunya tanda terjelas kebangkitan kekuatan politik militer di wilayah tersebut.

Kebangkitan militer ini, seperti regresi demokrasi yang lebih luas secara global, adalah bagian dari sebuah tren internasional.

Baca Juga: Pembantaian Massal Terjadi di Bandung, 94 Anggota TNI Meregang Nyawa, Kelompok Ini Jadi Pemicunya pada 23 Januari 1950

Baca Juga: Gayanya Selangit Kudeta Pemerintah Myanmar Sampai Jebloskan Presidennya ke Penjara, Pemimpin Junta Militer Myanmar Ternyata Tak Sanggup Pimpin Negara Itu, Ikut Gila Seperti Pendahulunya

Di seluruh dunia, lebih banyak kudeta dilancarkan di tahun 2021 dibandingkan selama lima tahun sebelumnya, menurut pangkalan data yang dioleh oleh University of Central Florida dan University of Kentucky.

Namun kebangkitan kekuatan politik militer terbilang bisa diperhitungkan di Asia Tenggara, mengingat banyak negara-negara Asia Tenggara sebelumnya telah berjalan dengan pasti menjadi demokrasi yang kuat.

Dampak dari ikut campurnya militer ke dalam demokrasi, masyarakat dan ekonomi secara seragam hampir seluruhnya negatif.

Militer menahan demokratisasi, menyebabkan pemberontakan berdarah, dan menciptakan pemerintahan yang tidak becus mengatur dan berkuasa.

Militer juga secara potensial menumbuhkan bibit-bibit kudeta di negara-negara tetangga dan menyakiti demokrasi dalam seluruh wilayah.

Keseluruhan, keterlibatan militer mengatur wilayah akan membuat demokrasi mundur puluhan tahun, menciptakan kekerasan dan juga kemungkinan menghancurkan perkembangan ekonomi.

Kemunduran Ekonomi

Selama Perang Dingin, pemimpin militer adalah norma di Asia Tenggara dan Selatan, dan belahan bumi lainnya.

Baca Juga: Konflik Dengan Ukraina Sedang Panas-panasnya, Ribuan Tentara Rusia Malah Mendarat diKazakhstan Hingga Buru Orang-orang Ini, Langsung Terjadi Konflik Berdarah di Sana

Baca Juga: Tak Hanya Lakukan Kudeta, Intip Betapa Sadisnya Militer Myanmar Eksekusi PuluhanWarga Sipil,KorbanDiikat, Dipukuli, dan Disiksa Sepanjang Hari, Lalu Mayatnya Dimutilasi

Negara-negara seperti Bangladesh, Indonesia, Myanmar, Pakistan, dan Thailand mengalami periode lama dikuasai pemimpin militer, dalam beberapa kasus bahkan dengan kekuatan besar mendukung mereka.

Banyak dari negara-negara ini menunjukkan pandangan dari angkatan bersenjata bahwa mereka adalah institusi pusat di masyarakat.

Seperti jurnalis David Hutt telah mencatat, tentara-tentara di Asia Tenggara melihat diri mereka sebagai "penjaga bangsa" dan "tentara rakyat."

Bahkan saat dunia berubah dan wilayah-wilayah itu mulai memapaki demokrasi, pandangan arogan atas diri sendiri ini terbukti sulit dihancurkan.

Namun pada akhir Perang Dingin dan pada era pasca Perang Dingin, jumlah kudeta mulai turun.

Tahun 2000-an, contohnya, hanya ada 10 kudeta berhasil dijalankan di seluruh dunia.

Banyak militer di Asia Tenggara dan Selatan tampaknya telah menarik diri atau tersingkirkan oleh politik sipil.

Di Thailand, protes di Bangkok melawan pemerintah kudeta tahun 1992 menarik sejumlah besar warga kelas-menengah Thailand.

Baca Juga: Dibutakan Takhta dan Harta Sang Raja Terkaya di Dunia, Selir Raja Thailand Maha Vajiralongkorn Sampai Ingin 'Kudeta' Permaisuri hingga Diperlakukan Seperti Ini

Baca Juga: Halalkan Segala Cara untuk Buat Ukraina Takluk Kepada Mereka, Beginilah Ketika Rusia Luncurkan Kudeta dan Hampir Kirimkan Pasukan Militer Demi Obsesi Mereka

Setelah anggota dari pasukan bersenjata membunuh para pengunjuk rasa, raja Thailand ikut campur dan mempermalukan pemimpin unggulan militer, yang tampaknya bertujuan untuk mendiskreditkan Angkatan Darat Kerajaan Thailand.

Memang, Thailand menikmati hubungan kuat dengan pemerintah sipil antara 1992 sampai 2006, periode terlama bagi sejarah modern Thailand.

Mereka membangun demokrasi yang terbilang kuat dan pada 1997 melahirkan konstitusi baru yang progresif.

Di Myanmar, militer telah merebut kekuasaan pada 1962, tapi pada akhir 1980-an, kebijakan kacau angkatan darat telah merusak ekonomi dampai unjuk rasa besar-besaran terjadi pada 1988 dan membuat nama Aung San Suu Kyi mulai naik daun.

Para tentara menghancurkan unjuk rasa itu, tapi semangat itu tumbuh selama tiga puluh tahun berikutnya untuk aksi pro-demokrasi.

Mirip dengan itu di Indonesia, pelanggaran ham oleh militer di tahun 1990-an dan runtuhnya rezim Suharto tahun 1998 telah membuat militer Indonesia disorot secara negatif dan mengungkapkan sejauh mana korupsi dalam rezim dan tentara.

Serta di Pakistan pada awal 2010-an, dua partai sipil utama (yang pemimpinnya telah dicopot dalam kudeta sebelumnya) secara terbuka mengkritik militer dan menghancurkan kekuatan politik lokal.

Sementara itu penjaga-penjaga kuat yang telah sering mendukung klien militernya selama Perang Dingin mulai menjauh dari kebijakan-kebijakan ini.

Baca Juga: Amankan Pasokan Minyak untuk Gurita Raksasa Minyaknya, Taipan Minyak Indonesia Ini Dituduh Terlibat dalam Kudeta dan Upaya Pembunuhan Presiden Negara Afrika Ini

Baca Juga: Laporan Rahasia Sebut CIA Ikut Campur dalam G30S/PKI, Ternyata CIA Akui Lakukan Kudeta Licik di 7 Pemerintahan Ini, Demi Jadikan 'Boneka' Mereka Sebagai Kepala Negara

Uni Soviet runtuh, dan Rusia tidak akan memainkan peran penting mendukung rezim militer di luar daerahnya sendiri sampai awal 2020-an.

Presiden-presiden AS mulai menyuarakan retorika segar untuk promosi demokrasi.

Kongres AS sudah meloloskan Undang-undang yang mengharuskan penundaan bantuan militer ke negara manapun jika pemerintah AS secara resmi menyatakan sebuah kudeta telah terjadi.

Kembalinya Kudeta

Namun dalam beberapa tahun, militer telah mengklaim kekuatan kembali dari pemimpin sipil, entah dengan cara yang jelas atau meraih pengaruh di balik layar seperti yang ditampilkan sejumlah kudeta di tahun 2021.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres yang tumbuh di bawah kekuasaan militer di Portugal, semakin khawatir mengenai sejumlah pengambil alihan militer dan secara publik menyatakan ketakutan "epidemi kudeta" yang baru.

Walaupun militer telah meraih kekuasaan kembali di berbagai wilayah, tren ini telah menguat di Asia Tenggara dan Asia Selatan.

Pasukan bersenjata Myanmar secara terbuka meraih kekuatan tahun lalu, tapi Myanmar tidaklah satu-satunya.

Baca Juga: Hampir Satu Tahun Junta Militer Myanmar Gerogoti Negara Itu, Uni Eropa Hukum Cukong Minyak dan Gas Myanmar, Dicurigai Jadi Sumber Dana Aktivitas Junta Militer, Tapi Ternyata Terkendala Ini

Baca Juga: Luput Dari Perhatian Dunia, Junta Militer Myanmar Terima Gelonggongan Senjata Pemusnah Massal Dari Musuh Abadi Amerika Serikat Ini, Aktivitas Pasukan Mematikan Ini Kian Mencurigakan

Pasukan bersenjata Thailand memulai sebuah kudeta di tahun 2006 dan memperbolehkan pemilihan umum tahun depan, dimenangkan oleh partai yang mereka gulingkan tahun sebelumnya.

Namun tahun 2014, Angkatan Darat Kerajaan Thailand memulai kudeta lainnya, yang jauh lebih kuat dan kasar; selain itu tidak diadakan pemilihan selama lima tahun.

Dalam periode campur tangan, tentara melawan dan menekan oposisi dan meratifikasi sebuah konstitusi baru yang melemahkan politikus sipil dan semuanya tapi menjamin kontrol militer berkelanjutan atas politik dalam negeri.

Tambahan lagi, seperti dicatat pengamat politik Thailand, Puangthong Pawakapan, pasukan bersenjata Thailand telah memperluas kekuatan mereka atas fungsi negara sipil, mengisi pos pemerintahan dengan tentara-tentara dari Komando Operasi Keamanan Dalam Negeri.

Akhirnya di tahun 2019, tentara memindahkan kekuasaan kepada pemerintahan yang dipasang militer.

Pasukan bersenjata juga merebut kekuasaan di Kamboja, dengan cara yang berbeda.

Mereka meningkatkan ikatan ke pemimpin negara Hun Sen, yang telah menjadi perdana menteri atau wakil perdana menteri sejak 1985.

Anak Hun Sen dan mungkin penerusnya, Hun Manet, telah dididik untuk bangkit melalui militer ke posisi top di tentara.

Baca Juga: Kisruh Sampai Panggil Bala Bantuan dari Negara Lain, Inilah Kerajaan Asia yang Pernah Berseteru Dengan Kerajaan Sriwijaya Sampai Minta Bantuan India Untuk Hancurkan Sriwijaya

Baca Juga: Negara Asia Tenggara Ini Kepergok Rela Jadi Markas Militer China, Terkuak Gara-Gara Kepincut Tawaran Menggiurkan yang Disodorkan China Melalui Perjanjian Rahasia Ini

Di Indonesia, pasukan bersenjata yang mendominasi politik lokal selama era Suharto kembali menjadi kekuatan kuat dalam hubungan politik Indonesia.

Pejabat-pejabat militer mungkin tidak secara langsung meraih kekuasaan, tapi dengan izin Presiden Jokowi, mereka telah meraih kontrol dari berbagai kementerian penting menghadapi isu lokal dan kembali menjadi penekan dan pengatur kekuatan politik.

Baca Juga: Jauh Lebih Kaya dari Andika Perkasa Bahkan Tembus Daftar Orang Terkaya Versi Forbes, Inilah Jenderal Indonesia dengan Kekayaan Paling Melimpah, Didapat Lewat Cara Culas?

Baca Juga: Disumpah di Istana Negara Jadi Panglima TNI, Media Asing Sudah Sorot Sosok Andika Perkasa yang Kabarnya Bakal Mencalonkan di Pilpres 2024, Begini Isinya

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait