Sikap itu membuat Indonesia akhirnya kehilangan dukungan internasional baik di bidang politik maupun ekonomi.
Puncaknya adalah pada malam gerakan 30 September (G30S). Tentara menuding Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai dalang di balik pembunuhan tujuh jenderal pada malam berdarah itu.
Situasi tersebut memicu amarah dari para pemuda antikomunis.
Kemudian pada akhir Oktober 1965, para mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dengan dukungan dan perlindungan tentara.
Selain memprotes Soekarno yang tak bersikap apa-apa terhadap peristiwa G30S, rakyat juga memprotes buruknya perekonomian di bawah Sukarno.
Ketika itu, ketidakstabilan politik dan ekonomi membuat rakyat merasa kesulitan.
Memasuki 1966, inflasi mencapai 600 persen lebih. Sementara Soekarno hanya mengabaikan suara rakyat.
Pada 9 Januari 1966, KAMI merumuskan dan menyepakati Tri Tuntutan Rakyat (Tritura), disepakati pula bahwa pada keesokan harinya digelar demonstrasi besar-besaran.
Maka kini, tanggal 10 Januari diperingati sebagai Hari Tritura.
Peristiwa Tritura sendiri menjadi catatan sejarah Indonesia, bagaimana para mahasiswa berupaya memperbaiki kondisi politik dan memperjuangkan hak rakyat.
(*)