Find Us On Social Media :

Dilarang Muntah Meski Dicekoki Banyak Makanan secara Paksa, Inilah Tradisi 'Mengerikan' Agar Terlihat Cantik, Semakin Punya 'Stretch Mark' Makin Mempesona

By Muflika Nur Fuaddah, Kamis, 3 Februari 2022 | 14:14 WIB

Tradisi kuno Leblouh di Mauritania, Afrika, untuk membuat anak gadis tumbuh gemuk.

"Saya mengisolasi mereka dan memberi tahu mereka bahwa menjadi wanita kurus itu jelek."

“Bagaimana gadis-gadis malang ini akan menemukan seorang suami jika mereka kurus dan memberontak?”

"Orang tua akan memberi saya bonus jika anaknya punya stretch mark."

Makan paksa di kamp Elchacen berlangsung selama tiga bulan, dan dia mengenakan biaya sekitar $155 per anak atau sekitar Rp 1,6 juta.

Baca Juga: Suku Pedalaman Ini Gemar Menari dengan 'Menggigit' Ular Hidup di Mulut Mereka, Bagian Ritual dari Tradisi yang Unik

Baca Juga: Tradisi ‘Piring Bibir’ alias ‘Bibir Dower’, Standar Kecantikan Tersendiri bagi Para Wanita di Suku-suku Ethiopia, Dianggap Sebagai ‘Ritus Peralihan’, Lambang Kesuburan, Ataukah Menjelek-jelekkan?

Selama waktu itu, gadis-gadis itu diberi makan setiap hari 40 gulungan yang terbuat dari couscous, kurma, dan kacang tanah.

Mereka juga harus minum 12 liter susu kambing dan bubur sehari.

Mereka juga memakan hormon dan steroid hewani, yang dibeli di pasar gelap.

Akibat dari penggunaan obat-obatan ini seringkali berakibat fatal.

“Sebelum mereka mengonsumsi susu unta, gadis-gadis itu dicekok paksa dengan bahan kimia yang digunakan untuk menggemukkan hewan.”

Seperti yang diharapkan, pemberian makan berlebihan yang ekstrim menyebabkan masalah kesehatan.

Gadis-gadis yang melalui Leblouh sering menderita tekanan darah tinggi, hipertensi, diabetes, penyakit jantung, trauma, dan depresi.

Baca Juga: Dimulai dengan Penandatanganan Kontrak Pernikahan, Beginilah Tradisi Perkawinan dan Sistem Keluarga di Mesir Kuno, Pernikahan Sedarah pun Mungkin Terjadi di Kalangan Para Pembesar Negara

 Baca Juga: Mayat-Mayat Dibiarkan Membusuk di Tanah, Tradisi Pemakaman Trunyan Bali Ini Ternyata Milik Penduduk Asli Bali Sebelum Kedatangan Majapahit, Namun Begini Asal-Usul Tradisinya

(*)