Penulis
Intisari - Online.com -Kepala Desa Kinipan, Wilem Hengki, ditahan oleh polisi seusai ditetapkan sebagai tersangka dan berkas perkaranya dilimpahkan ke tahap dua.
Wilem ditahan atas dugaan kasus korupsi jalan desa.
Namun banyak yang melihat aksi Wilem itu tidak lepas dari perjuangannya mempertahankan hutan adat dari alih fungsi lahan bersama warga lainnya.
Mengutip Kompas.id, Arif Budi Utomo Kepala Kepolisian Resor Lamandau Ajun Komisaris Besar membenarkan adanya penahanan yang dilakukan kepolisian atas Wilem Hengki di Lamandau, Kalimantan Tengah.
Penahanan dilakukan karena berkas perkara tersangka akan dilimpahkan pada Senin, 17 Januari 2022.
”Benar (tersangka) sudah ditahan. Senin depan itu rencananya akan dilimpahkan ke kejaksaan tersangka dan barang buktinya,” ujar Arif saat dihubungi dari Palangkaraya, Jumat (14/1/2022).
Wilem Hengki ditetapkan sebagai tersangka sejak 1 September 2021 setelah polisi mendapatkan laporan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengenai selisih pekerjaan jalan desa sebesar Rp 260 juta.
Tahun 2017, proyek jalan desa itu sudah selesai dibangun tapi tidak ada dokumen hasil pekerjaan atau laporan di atas kertas dan penyampaian hanya dilakukan secara lisan.
”Jadi, pekerjaan fisik dengan biaya yang dikeluarkan negara terdapat selisih sehingga menimbulkan kerugian negara,” ujar Arif.
Wilem Hengki dikenai Pasal 3 juncto Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mengenai Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
Ancaman penjara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun beserta denda maksimal Rp 1 miliar menanti Wilem hengki.
Kuasa hukumnya dari LBH Palangkaraya, Aryo Nugroho, menyatakan sejak diperiksa pada saat penetapan tersangka sampai Kamis (13/1), Wilem Hengki tidak pernah ditahan.
Namun karena menunggu proses pelimpahan dari polisi ke kejaksaan (P-21), Wilem justru ditahan.
”(Penahanan) ini aneh karena proses penyelidikan di tingkat polisi sudah selesai, tetapi tetap ditahan, padahal sebelumnya tidak. Kami upayakan untuk penangguhan penahanan pun ditolak dengan alasan perintah pimpinan,” tutur Aryo.
Aryo menjelaskan proyek jalan sepanjang 1300 meter dilaksanakan tahun 2017 ketika Wilem Hengki belum menjadi kepala desa.
Keanehan selanjutnya adalah di tahun 2018 ketika pejabat sementara kepala desa pemimpin Desa Kinipan tidak bisa membayarkan proyek jalan yang sudah selesai dikerjakan itu.
Alasannya adalah posisinya sebagai pejabat sementara ia tidak punya kuasa mencairkan anggaran.
Selanjutnya tahun 2019 ketika Wilem Hengki menjadi kepala desa, sejumlah pejabat desa dan kontraktor yang membuat jalan itu mendatanginya guna menagih pembayaran jalan yang dimaksud.
Namun Wilem Hengki tidak langsung membayarkan utang proyek dari periode kepala desa sebelumnya.
Ia membuat musyawarah desa guna meminta kesepakatan warga untuk membayarkan utang proyek tersebut.
Akhirnya utang yang seharusnya dibayar tahun 2017 pun dibayar tahun 2019.
”Pekerjaan fisiknya ada dan sudah selesai, jelas-jelas ini tidak ada unsur memperkaya diri sendiri atau kelompok. Kades hanya bayar utang pekerjaan kades sebelumnya,” kata Aryo.
Nilai proyek tersebut kurang lebih Rp 400 juta, selanjutnya kepala desa meminta dilakukan penghitungan ulang sehingga menjadi Rp 350 juta.
Utang dibayarkan tahun 2019 dengan nilai menjadi Rp 321 juta setelah dipotong pajak ke kontraktor.
”Lebih aneh lagi kepala desa menjadi tersangka tunggal, tidak ada tersangka lain,” ujar Aryo. Meski ditahan dengan cara demikian, lanjut Aryo, pihaknya akan tetap mengikuti aturan dan proses hukum yang berlaku.
Penyelamatan hutan adat
Polisi sebelumnya juga sudah menangkap Ketua Adat Laman Kinipan, Effendi Buhing di tahun lalu atas kasus dugaan pencurian.
Proses penangkapannya menjadi viral tapi kemudian ia dibebaskan dengan status sebagai tersangka.
Sebelum Effendi Buhing, lima orang lainnya termasuk beberapa perangkat desa juga menjadi tersangka dalam kasus pencurian.
Mereka semua masih menjadi tersangka dengan status yang belum jelas hingga sekarang.
Paulus Danar, pengurus di Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Provinsi Kalteng mengatakan upaya aparat dan pemerintah daerah dalam kasus ini merupakan pelemahan perjuangan hutan adat dan pengakuan terhadap masyarakat adat Kinipan.
Seluruh warga dan pejabat desa yang menjadi tersangka tergabung dalam gerakan perjuangan mempertahankan hutan adat dari alih fungsi lahan.
Rupanya memang ada instruksi khusus dari atasan ke inspektorat untuk memeriksa penggunaan dana desa di Desa Kinipan, walaupun kejadian serupa terjadi hampir di semua desa.
Danar mengatakan Wilem Hengki adalah salah satu tokoh perjuangan masyarakat yang selama ini ikut mendukung masyarakat adat dalam mendapatkan pengakuan, termasuk wilayah kelola adatnya.
Tidak hanya itu ia berupaya dan terus mendorong agar pemerintah daerah memfasilitasi masyarakat agar mendapatkan pengakuan.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini