Penulis
Intisari-Online.com - Pengambilalihan Taliban dapat menghalangi investor asing, satu negara yang tampaknya bersedia berbisnis dengan mereka adalah China.
Ekonomi terbesar kedua di dunia itu mengatakan siap untuk memiliki hubungan "persahabatan dan kooperatif" dengan Afghanistan setelah Taliban memasuki Kabul.
Ya,Taliban sekarang memegang kunci untuk harta karun mineral triliunan dolar yang belum tersentuh.
Harta karun itu diketahui dapat menggerakkan transisi dunia ke energi terbarukan.
Meski begitu,Afghanistantelah lama berjuang untuk memanfaatkan cadangannya yang besar.
Sumber daya tersebut termasuk bauksit, tembaga, bijih besi, lithium dan tanah jarang, menurut laporan Januari olehUS Geological Survey(USGS).
Tak hanya mencengkeram harta karun di Afghanistan, China rupanya juga lebih dulu melakukan hal sama di Ghana, Afrika Barat.
Pada 2020, aktivis lingkungan Ghana menuntut pemerintah menghentikan proyek yang didukung China untuk menambang bauksit di hutan nasional yang dilindungi.
Para aktivis memperingatkan bahwa tambang baru akan membahayakan ekosistem hutan yang rentan.
Lebih jauh, praktik seperti itu juga membahayakan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Pada tahun 2018, China berjanji untuk membangun jalan dan jembatan senilai US$ 2 miliar atau sekitar Rp 28 triliun di Ghana sebagai imbalan atas akses ke bauksit dari tambang yang diusulkan di Atewa Range Forest.
Bauksit digunakan dalam pembuatan aluminium.
Kebijakan China terhadap Afrika, yang dianggap oleh banyak orang sebagai bentuk neokolonialisme.
Hal itu didasarkan pada pembelian bahan mentah dengan imbalan investasi dan pinjaman untuk proyek infrastruktur (sebagian besar dengan tenaga kerja dan material China) di negara-negara target.
Menurut China Global Investment Tracker, China telah menginvestasikan US$ 211 miliar di Afrika selama 15 tahun terakhir.
China Africa Research Initiative dari Universitas Johns Hopkins memperkirakan bahwa China meminjamkan US$ 143 miliar kepada 49 negara bagian Afrika antara tahun 2000 dan 2017.
Presiden Ghana Nana Akufo-Addo telah berjanji bahwa kegiatan pertambangan akan ramah lingkungan.
Pihak berwenang Ghana mengatakan bahwa proyek tersebut akan menciptakan 35.000 pekerjaan baru.
Sebaliknya, kelompok lingkungan mencatat bahwa hutan adalah rumah bagi spesies hewan dan tumbuhan yang sangat langka.
Ini juga merupakan sumber dari tiga sungai penting yang memasok air ke jutaan orang, termasuk penduduk ibukota, Accra, yang berjarak 90 km.
Menurut Global Forest Watch, laju deforestasi di Ghana naik 60 persen antara 2017 dan 2018, tertinggi di negara-negara tropis.
Di Afrika, kelompok-kelompok lokal membawa masalah ini ke pengadilan untuk memblokir kegiatan perusahaan pertambangan yang mencemari.
Mereka menuntut agar pembangunan ekonomi diselaraskan dengan perlindungan hutan.
(*)